Karena atas dasar pemberian lahan untuk warga pendatang dari kota Tidore Kupulauan inilah, warga Tidore yang saat ini sudah resmi berpisah dari desa induk (Akeara), memiliki tanggung jawab moril untuk menjaga hubungan baik antara warga Akeara dan warga Tidore.
Hidup berdampingan tanpa berkonflik antara warga Akeara dan Sukadamai, membuat tiga warga dari desa Sukadamai menikah dengan tiga gadis dari Akeara dan menjadi mualaf dan hidup di desa Sukadamai, dari pernikahan ini menjadi catatan sejarah bahwa warga di kedua desa tersebut, memang awalnya membangun hubungan baik sejak sama-sama berada di kampung tua bernama Akelaha Pantai, hingga berpindah dan bermukim di puncak Akeara.
Penulis sendiri, memang sejak usia balita hingga beranjak remaja hidup di desa Akeara, kemudian melanjutkan studi pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SMK di Tidore, lalu menetap di Ternate.Â
Jadi, kembali ke desa Sukadamai dan Akeara sama halnya kembali ke kampung halaman semasa kecil. Untuk cerita lebih lanjut tentang kehidupan antara kedua warga (Tidore-Akeara sebagai penduduk asli) hingga tiga gadis Akeara yang menikah dengan tiga pemuda Sukadamai akan dibahas pada tulisan selajutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H