Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dari Tema Radikalisme ke Interaksi Antarumat Beragama

28 Maret 2022   00:32 Diperbarui: 28 Maret 2022   00:34 1581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar by kesrasetda Bulelengkab.go.id

Belakangan ini, wacana soal membangun kehidupan yang harmonis, menjadi tema yang kerap mendapat perhatian penuh dari berbagai kalangan. Diskursus tentang toleransi beragama seakan tak pernah hilang; baik di dunia pendidikan, di tengah masyarakat maupun yang lebih menarik lagi, tema ini tetap mengalir di berbagai platform media sosial.

Tentu, wacana ini terus bergulir seiring fenomena beragama di era kontemporer saat ini yang dinilai sangat jauh berbeda dengan kehidupan pada masa-masa sebelumnya. Lantaran kehadiran sejumlah organisasi keagamaan memberi dampak positif maupun negatif terhadap kehidupan. Sisi positif dapat dipotret dari upaya yang dilakukan untuk mengedukasi masyarakat terkait aspek spritualitas. Hal ini dilakukan demi menjaga moralitas anak bangsa, agar tidak terjebak dengan budaya sekuler di tengah arus globalisasi.

Sementara sisi negatif, sekaligus menjadi problem yang dihadapi bersama, yakni doktrin dan pemahaman yang disampaikan sejumlah organisasi keagamaan yang dinilai jauh dari aspek substansial dalam ajaran agama. Seperti kecenderungan masyarakat yang memandang tradisi, budaya, bahkan ajaran agama-agama tertentu yang dianggap keliru atau salah. Dan hal ini kerap memunculkan pertentangan dan diyakini sebagai bom waktu yang kapan saja meledak, jika tidak mendapat perhatian penuh dari pemerintah.

Sejumlah persoalan yang terus mendapat sorotan adalah tindakan radikalisme dan sentimen keagamaan, serta ujaran kebencian terkait tradisi dan budaya masyarakat tertentu. Persoalan ini yang kemudian dinilai memicu konflik sosial. 

Sehingga, kementerian agama pun tak henti-hentinya mendorong wacana moderasi beragama sebagai langkah menumbuhkan toleransi antaragama, demi menciptakan keharmonisan kehidupan, menuju masa depan bangsa dan negara yang kondusif, sebagaimana isyarat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila.

Respon terhadap diskursus moderasi beragama yang digulirkan kementerian agama, maka penulis meyakini sebagai  kaum terdidik turut andil menyikapinya. Dan pendekatan yang digunakan adalah melalui karya tulis ilmiah. Setidaknya, langkah yang penulis tempuh pada prinsipnya sebagai bagian dari edukasi untuk mencerahkan masyarakat, terlebih masyarakat terdidik.

Sehingga, nantinya menjadi acuan bagi kalangan terpelajar untuk terlibat dalam merespon kebijakan pemerintah terkait membangun keharmonisan antaragama, golongan, suku dan ras. Sebab, selain peran pemerintah, tentunya kaum terdidik pun memiliki sikap yang sama demi menjaga keserasian dalam kehidupan demi masa depan bangsa dan negara.

Melalui tema pertama yang penulis garap tentang radikalisme, dengan memotret tindakan-tindakan radikalisme yang terjadi pasca jatuhnya rezim orde baru, hingga dewasa ini memang mendapat respon positif dari berbagai kalangan, terlebih dosen selaku pembimbing penulisan karya ilmiah tersebut.

Respon positif tersebut seiring melihat fenomena beragama di era kontemporer saat ini kerap terjadi distorsi dalam memaknai doktrin agama yang berimplikasi pada pemahaman yang rigid soal keberagaman. Sehingga, selain menimbulkan pertentangan pemahaman agama, tak jarang berujung pada tindakan radikalisme yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang terhimpun dalam sejumlah organisasi keagamaan.

Pemahaman yang keliru itu pun memunculkan disorientasi dalam kehidupan, segala hal yang diyakini benar oleh mereka dijadikan senjata pamungkas untuk mendeskreditkan pihak lain. Tentu hal ini tidak dibenarkan dalam agama, pasalnya perbedaan pandangan, dinilai merupakan sunnatullah. Namun, perbedaan pandangan yang berujung pada tindakan radikalisme kerap terjadi, sehingga menghadirkan kegalauan di tengah masyarakat.

Doktrin yang dianggap keliru tersebut, bukan hanya dialami oleh golongan-golongan tertentu pada organisasi keagamaan. Namun, dinilai telah menjangkiti kaum terpelajar. Sehingga, kerap kita melihat tindakan radikalisme sering melibatkan anak-anak usia sekolah. 

Terkait hal ini, pada karya ilmiah tentang radikalisme ada sejumlah tawaran yang disampaikan penulis, seperti pembenahan kurikulum pendidikan agama yang tidak hanya menitik beratkan pada aspek ritual semata, namun sisi spritualitas pun juga menjadi perhatian.

Sehingga, pendidikan agama yang diajarkan pun melahirkan peserta didik yang memiliki pemahaman agama secara komprehensif dengan mengacu pada nilai-nilai ilihiah yang menjadi doktrin utama dalam agama. hal ini nantinya, menimbulkan sikap toleransi beragama  yang matang dan tidak terpengaruh dengan pemahaman keliru yang disampaikan oleh kalangan tertentu. Maupun tidak terjebak dengan propaganda negatif melalui jejaring sosial.

Sebab, pemahaman agama yang baik dari kaum pelajar menjadi modal berharga. Lantaran mereka lah yang nantinya sebagai generasi penerus bangsa. Pun sebaliknya, jika pemahaman agama yang keliru  nantinya berdampak pada  kehidupan. Terlebih setiap saat ujaran kebencian soal tradisi, budaya dan agama terus mengalir setiap saat; baik di jejaring sosial maupun dalam interaksi dalam lingkungan masyarakat.

Selain itu, fenomena beragama di era kontemporer saat ini yang penulis sampaikan merujuk pada pandangan sejumlah tokoh adalah soal transmisi pemahaman agama dari luar ke dalam negeri yang kerap bertentangan dengan tradisi, budaya dan nilai-nilai keagamaan yang telah dipegang oleh masyarakat di bangsa ini.

Padahal sebetulnya, pemahaman keagamaan yang ditransmisi ke dalam negeri jika dijadikan sebagai alternatif membenahi akhlak generasi muda tanpa harus memunculkan pertentangan, pasti dinilai jauh lebih baik. 

Hanya saja, harapan ini tidak nyata terlihat, namun yang terjadi adalah pemahaman keagamaan yang dianggap berbeda tersebut dijadikan sebagai pegangan untuk menebar kebencian; baik secara interen maupun menyerang pihak lain yang tidak se-akidah. Sehingga, kerap memunculkan pertentangan yang mengarah pada konflik sosial.

Walaupun sejumlah persoalan menarik yang dibahas penulis pada karya ilmiah tentang radikalisme tidak dapat dituntaskan, lantaran ada sejumlah faktor penghambat yang membuat penulisan gagal dituntaskan. Namun, digantikan dengan tema yang tak kalah  menarik, yakni terkait interaksi antarumat beragama pada kecamatan Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.

Tentu pada tema yang kedua ini memang penting untuk diteliti dan ditulis. Sebab, kabupaten Halmahera Barat, termasuk salah satu daerah yang mengalami konflik horizontal di tahun 1999 silam. Dan berdasarkan data statistik, daerah  ini adalah mayoritas penduduk beragama non Muslim. Tapi menurut sejumlah penelitian yang dilakukan oleh akademisi, menyebutkan interaksi antarumat beragama pada daerah ini sangat cukup baik.

Dan tentunya, penulis pun menghabiskan masa-masa kecil di daerah ini, sehingga sangat memahami kehidupan beragama yang ada di kabupaten Halmahera Barat. Namun, konflik horizontal pada 1999 silam, memukul dan menghantam keras kehidupan masyarakat. 

Walaupun, rekonsiliasi pasca konflik hingga saat ini memberi  harapan besar terkait kehidupan yang harmonis, dan dapat disaksikan kehidupan masyarakat pun sudah berjalan dengan baik seperti sebelumnya.

Namun, di tengah arus informasi yang terjadi saat ini, terlebih menderasnya ujaran-ujaran kebencian terkait agama, suku, ras dan golongan. Yang dikhawatirkan mempengaruhi pola pikir generasi muda, terlebih kaum pelajar. Sehingga, penulis beranggapan, upaya-upaya menciptakan interaksi beragama dengan baik,  demi  menjaga kerukunan antaraumat beragama memang menjadi perhatian penting.

Untuk itu, dalam penelitian yang dilakukan penulis, nantinya menjadi kontribusi penting bagi para tokoh agama, pendidikan, maupun tokoh adat dan pemuda, untuk tetap menjaga interaksi antaraumat beragama demi kelangsungan kehidupan yang tentram tanpa terpengaruh pada hal-hal negatif yang dapat menimbulkan konflik sosial maupun agama.

Karena penulis pun menghabiskan masa-masa kecil di kabupaten Halmahera Barat, tepatnya di desa Akeara Kecamatan Jailolo Selatan. Sehingga potret kehidupan yang harmonis pernah penulis saksikan, seperti toleransi antarumat beragama yang berlangsung dengan baik tanpa membeda-bedakan suku dan golongan.

Untuk itu, pada  tema yang kedua tentang interaksi antarumat beragama ini, setidaknya menjadi karya tulis yang nantinya bermanfaat untuk membina keharmonisan antaragama, golongan dan suku di kecamatan Jailolo Selatan. 

Sebab, di dalam ajaran Islam pun sangat jelas dikatakan bahwa Islam adalah agama yang menjunjung kedamaian dan toleransi, begitu pun sama halnya dengan ajaran cinta kasih sebagai doktrin dalam ajaran Kristen. Sebab, sejatinya, manusia sama-sama ciptakan dari unsur yang sama, dan hanya membedakan kita adalah keyakinan. Salam Toleransi!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun