Doktrin yang dianggap keliru tersebut, bukan hanya dialami oleh golongan-golongan tertentu pada organisasi keagamaan. Namun, dinilai telah menjangkiti kaum terpelajar. Sehingga, kerap kita melihat tindakan radikalisme sering melibatkan anak-anak usia sekolah.
Terkait hal ini, pada karya ilmiah tentang radikalisme ada sejumlah tawaran yang disampaikan penulis, seperti pembenahan kurikulum pendidikan agama yang tidak hanya menitik beratkan pada aspek ritual semata, namun sisi spritualitas pun juga menjadi perhatian.
Sehingga, pendidikan agama yang diajarkan pun melahirkan peserta didik yang memiliki pemahaman agama secara komprehensif dengan mengacu pada nilai-nilai ilihiah yang menjadi doktrin utama dalam agama. hal ini nantinya, menimbulkan sikap toleransi beragama yang matang dan tidak terpengaruh dengan pemahaman keliru yang disampaikan oleh kalangan tertentu. Maupun tidak terjebak dengan propaganda negatif melalui jejaring sosial.
Sebab, pemahaman agama yang baik dari kaum pelajar menjadi modal berharga. Lantaran mereka lah yang nantinya sebagai generasi penerus bangsa. Pun sebaliknya, jika pemahaman agama yang keliru nantinya berdampak pada kehidupan. Terlebih setiap saat ujaran kebencian soal tradisi, budaya dan agama terus mengalir setiap saat; baik di jejaring sosial maupun dalam interaksi dalam lingkungan masyarakat.
Selain itu, fenomena beragama di era kontemporer saat ini yang penulis sampaikan merujuk pada pandangan sejumlah tokoh adalah soal transmisi pemahaman agama dari luar ke dalam negeri yang kerap bertentangan dengan tradisi, budaya dan nilai-nilai keagamaan yang telah dipegang oleh masyarakat di bangsa ini.
Padahal sebetulnya, pemahaman keagamaan yang ditransmisi ke dalam negeri jika dijadikan sebagai alternatif membenahi akhlak generasi muda tanpa harus memunculkan pertentangan, pasti dinilai jauh lebih baik.
Hanya saja, harapan ini tidak nyata terlihat, namun yang terjadi adalah pemahaman keagamaan yang dianggap berbeda tersebut dijadikan sebagai pegangan untuk menebar kebencian; baik secara interen maupun menyerang pihak lain yang tidak se-akidah. Sehingga, kerap memunculkan pertentangan yang mengarah pada konflik sosial.
Walaupun sejumlah persoalan menarik yang dibahas penulis pada karya ilmiah tentang radikalisme tidak dapat dituntaskan, lantaran ada sejumlah faktor penghambat yang membuat penulisan gagal dituntaskan. Namun, digantikan dengan tema yang tak kalah menarik, yakni terkait interaksi antarumat beragama pada kecamatan Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.
Tentu pada tema yang kedua ini memang penting untuk diteliti dan ditulis. Sebab, kabupaten Halmahera Barat, termasuk salah satu daerah yang mengalami konflik horizontal di tahun 1999 silam. Dan berdasarkan data statistik, daerah ini adalah mayoritas penduduk beragama non Muslim. Tapi menurut sejumlah penelitian yang dilakukan oleh akademisi, menyebutkan interaksi antarumat beragama pada daerah ini sangat cukup baik.
Dan tentunya, penulis pun menghabiskan masa-masa kecil di daerah ini, sehingga sangat memahami kehidupan beragama yang ada di kabupaten Halmahera Barat. Namun, konflik horizontal pada 1999 silam, memukul dan menghantam keras kehidupan masyarakat.
Walaupun, rekonsiliasi pasca konflik hingga saat ini memberi harapan besar terkait kehidupan yang harmonis, dan dapat disaksikan kehidupan masyarakat pun sudah berjalan dengan baik seperti sebelumnya.