Doktrin seperti inilah kemudian menyasar generasi muda dan menerobos ke dunia pendidikan; baik pendidikan formal maupun non-formal, kelompok-kelompok fundamentalis setidaknya bermanufer untuk membidik anggota baru, dengan pendekatan yang dilakukan pun terbilang cenderung eksklusif.
Mereka menghipnotis kalangan muda, dengan meracuni pikiran dan memberi pandangan bahwa fenomena ummat di era kontemporer saat ini setidaknya membutuhkan gerakan dari generasi muda Islam untuk mendobrak dan melakukan perubahan.
Terlebih isu Palestina, Suriah, dan sejumlah negara di Timur Tengah yang dianggap menjadi korban politik Amerika dan Eropa harus disikapi. Sehingga jargon-jargon "Islam adalah solusi" "Islam sebagai alternatif" serta "syariat Islam adalah solusi krisis", menjadi senjata utama dalam membidik generasi muda Islam.
Jargon seperti ini memang sangat ampuh, terlebih bagi mereka yang dikategorikan memiliki pemahaman agama yang lemah bahkan cenderung sempit, maka nantinya dengan mudah menerima doktrin bahwa membunuh orang kafir, bom bunuh diri, semuanya dikategorikan sebagai jihad dan bakal masuk surga serta dapatkan bidadari.
Melihat kecenderungan generasi muda yang terjebak dalam lingkaran kelompok fundamentalisme dengan doktrin yang keliru tentang Islam, maka sejatinya pendidikan agama Islam yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan dinilai sangat tepat untuk meredam tindakan radikalisme atas nama agama.
Melalui penanaman nilai-nilai universal keagamaan kepada peserta didik di semua jenjang pendidikan, diharapkan menghadirkan pemahaman yang baik tentang Islam, sehingga nantinya generasi muda tidak terjebak dengan doktrin sesat yang diusung kelompok keagamaan tertentu.
Selain itu, untuk meng-counter doktrin sesat tersebut, pemahaman keagamaan peserta didik di lembaga pendidikan tentang Islam juga diarahkan pada substansi ajaran Islam, dengan merujuk pada perilaku Nabi Muhammad SAW yang menjiwai sifat Pengasih dan Penyayang dari sang khaliq seperti terkandung dalam bismillahirrahmanirrahim. Lantaran konsep ajaran Islam semacam ini jika dipahami dengan benar dan diaktualisasikan oleh generasi muda, maka dapat meminimalisir tindakan radikalisme mengatasnamakan agama.
Sebab, Islam tidak hanya mengajarkan tentang konsep Hablum Minallah akan tetapi anjuran manusia menjaga hubungan baik dengan individu atau kelompok manusia lainnya melalui konsep Hablum Minannas. Bahkan, bukan hanya manusia dengan manusia, namun manusia dan hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun dengan alam.
Sebab, tujuan dari kerasulan Nabi Muhammad SAW sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat Al-Anbiyah ayat 107 Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin, (Kami tidak mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk memberi rahmat bagi seluruh alam. Justru itu, dalam beragama kita dituntut harus mencerminkan sikap yang santun dan menjunjung pluralisme demi menghadirkan kedamaian, bukan dengan menebar sentimen agama yang berimplikasi pada tindakan radikalisme.
Nah, konsep ajaran Islam semacam inilah harus terus disosialisasikan melalui pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan; baik pendidikan formal maupun non-formal, untuk mengkonstruk pola pikir generasi muda. Sehingga ekspresi keislaman mereka pun sesuai dengan ajaran Islam yang diajarkan Rasulullah SAW dengan mengedepankan konsep Rahman dan Rahim. Bukan seperti kelompok Islam radikal yang menebar kebencian dan melakukan tindakan radikalisme atas nama agama demi surga dan bidadari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H