Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Radikalisme Bukan Ajaran Islam

9 Januari 2022   14:17 Diperbarui: 9 Januari 2022   14:19 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Galeri Radikalisme via Suaradewata.com


Maraknya tindakan radikalisme di tanah air maupun di sejumlah negara Islam di Timur Tengah yang dilakukan kelompok keagamaan tertentu menghadirkan persepsi negatif terhadap wajah Islam. Padahal Islam hadir sebagai agama penebar cinta dan kedamaian untuk semesta alam yang dimanifestasikan nabi Muhammad SAW dalam konteks kehidupan. Sayangnya, agama yang mengajarkan kedamaian, keterbukaan, toleransi, kerukunan dan kerharmonisan, kini mendapat stereotip sebagai agama yang mengedepankan kekerasan, lantaran ekspresi dari kelompok keagamaan tertentu yang dinilai mengusik identitas Islam. 

Sehingga, ajaran Islam sebagaimana diajarkan nabi Muhammad SAW  yakni toleran, harmoni, dan menjunjung tinggi pluralisme berdasarkan pesan rahmatan lil alamin kerap dihujani kritik oleh kalangan non-muslim khususnya masyarakat Eropa dan Amerika melalui artikel-artikel serta di-framing negatif sebagai agama yang konservatif, radikal, dan dituduh mengajarkan kekerasan, kekejian, kekejaman, dan pertumpahan darah. 

Ini berdasarkan penialain subjektif dari para korban tindakan radikalisme yang dilakukan oleh sejumlah kelompok keagamaan. Bahkan pada 2016 silam, media News Risalah Islam mempublis sebuah hasil survei dari Lembaga Pew Research Center Amerika Serikat menunjukkan sentimen anti-Islam meningkat di kalangan masyarakat Eropa lantaran terkait aksi terorisme.

Pandangan stereotip terhadap Islam seperti ini menurut Azyumardi Azra bermula dari peristiwa 11 september 2001 yang menggempar dunia yakni  tubrukan pesawat Boeing 767 pada dua menara kembar: World Trade Center (WTC), dan Gedung Pentagon, di Amerika yang  diduga dilakukan oleh Osama bin Laden dengan jaringan Al-Qaidah-nya. Semenjak peristiwa tersebut, kemudian bermunculan tindakan radikalisme atas nama agama tumbuh subur di berbagai negara, sehingga melahirkan sentimen negatif terhadap Islam, seolah agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW ini mengajarkan kekerasan dan membunuh.

Selain peristiwa  11 september 2001 tersebut, wajah Islam kian "babak belur" sejak kemunculan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang melancarkan aksi-aksi kekerasan mengatasnamakan agama. Walaupun beragam motif melatari aksi radikalisme mereka, namun ekspresi keagamaan mereka memang dinilai kontras dengan nilai-nilai universal dalam ajaran Islam. 

Justru itu, upaya yang dilakukan mayoritas ummat Islam demi memperbaiki citra Islam di mata masyarakat dunia dengan menampilkan wajah Islam yang rahamatan lil alamin, namun sulit terhapus stigma buruk yang telah tertancap kuat di benak masyarakat Eropa maupun Amerika, sebab tindakan radikalisme kerap dimunculkan oleh kelompok keagamaan berhaluan puritan serta memiliki karakter militan, radikal, skriptualis, konservatif dan ekslusif.

Bahkan, di bangsa ini pada momentum Pilgub DKI Jakarta 2017 silam dan Pilpres 2019 dipertontonkan secara nyata wajah-wajah kelompok keagamaan tertentu yang salama ini dituding berada di balik sejumlah aksi-aksi radikalisme atas nama agama. Sehingga, seperti penulis sampaikan di atas, upaya untuk kembali mencitrakan Islam sebagai agama penebar cinta dan kedamaian, memang mendapat tantangan. Bahkan, untuk meng-counter tindakan mereka pun ummat Islam yang terhimpun dalam organisasi berhaluan moderat kerap mendapat tudingan kafir dan sesat.

Sehingga, pandangan organisasi Islam berhaluan moderat, bahwa karakteristik mainstream yang dipertontonkan kelompok Islam radikal melalui berbagai tindakan radikalisme atas nama agama,  merupakan implikasi dari kekeliruan dalam memahami konsep nilai-nilai agama, serta kesalahan interpretasi terhadap teks-teks agama secara rigid (kaku), literal, dan melenceng dari nilai-nilai luhur Islam. 

Penafsiran yang keliru terhadap teks-teks al-quran oleh mereka, melahirkan sikap eksklusif dan perilaku destruktif serta mengakibatkan klaim kebenaran yang keras, tertutup dan dogmatis. Buntut dari kekeliruan memahami Islam inilah berdampak  pada munculnya gerakan radikalisme atas nama agama, seperti bom bunuh diri yang dianggap sebagai jihad fisabilillah. 

Dan mereka memandang bahwa perbuatan tersebut diganjar dengan surga, bahkan bakal disediakan para bidadari untuk mereka. Atas dasar doktrin ini membuat tindakan radikalisme terus tumbuh subur di tanah air. Sebab, tindakan radikalisme yang mereka lakukan pada substansinya para pelaku berimajinasi tentang surga dan bidadari.

Doktrin seperti inilah kemudian menyasar generasi muda dan menerobos ke dunia pendidikan; baik pendidikan formal maupun non-formal, kelompok-kelompok fundamentalis setidaknya bermanufer untuk membidik anggota baru, dengan pendekatan yang dilakukan pun terbilang cenderung eksklusif. 

Mereka menghipnotis kalangan muda, dengan meracuni pikiran dan memberi pandangan bahwa fenomena ummat di era kontemporer saat ini setidaknya membutuhkan gerakan dari generasi muda Islam untuk mendobrak dan melakukan perubahan. 

Terlebih isu Palestina, Suriah, dan sejumlah negara di Timur Tengah yang dianggap menjadi korban politik Amerika dan Eropa harus disikapi. Sehingga jargon-jargon  "Islam adalah solusi" "Islam sebagai alternatif" serta "syariat Islam adalah solusi krisis", menjadi senjata utama dalam membidik generasi muda Islam. 

Jargon seperti ini memang sangat ampuh, terlebih bagi mereka yang dikategorikan memiliki pemahaman agama yang lemah bahkan cenderung sempit,  maka  nantinya dengan mudah menerima doktrin bahwa  membunuh  orang kafir, bom bunuh diri, semuanya dikategorikan sebagai jihad dan bakal masuk surga serta dapatkan bidadari.

Melihat kecenderungan generasi muda yang terjebak dalam lingkaran kelompok fundamentalisme dengan doktrin yang keliru tentang Islam, maka sejatinya pendidikan agama Islam yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan dinilai sangat tepat  untuk meredam tindakan radikalisme atas nama agama. 

Melalui penanaman nilai-nilai universal keagamaan kepada peserta didik di semua jenjang pendidikan, diharapkan menghadirkan pemahaman yang baik tentang Islam, sehingga nantinya generasi muda tidak terjebak dengan doktrin sesat yang diusung kelompok keagamaan tertentu.

Selain itu, untuk meng-counter doktrin sesat tersebut, pemahaman keagamaan peserta didik di lembaga pendidikan tentang Islam juga diarahkan pada substansi ajaran Islam, dengan merujuk pada perilaku Nabi Muhammad SAW yang menjiwai sifat Pengasih dan Penyayang dari sang khaliq seperti terkandung dalam bismillahirrahmanirrahim. Lantaran konsep ajaran Islam semacam ini jika dipahami dengan benar dan diaktualisasikan oleh generasi muda,  maka dapat meminimalisir tindakan radikalisme mengatasnamakan agama.

Sebab, Islam tidak hanya mengajarkan tentang konsep Hablum Minallah akan tetapi anjuran manusia menjaga hubungan baik dengan individu atau kelompok manusia lainnya melalui konsep Hablum Minannas. Bahkan, bukan hanya manusia dengan manusia, namun manusia dan hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun dengan alam. 

Sebab, tujuan dari kerasulan Nabi Muhammad SAW sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surat Al-Anbiyah ayat 107 Wa ma arsalnaka illa rahmatan lil alamin, (Kami tidak  mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk memberi rahmat bagi seluruh alam. Justru itu, dalam beragama kita dituntut harus mencerminkan sikap yang santun dan menjunjung pluralisme demi menghadirkan kedamaian, bukan dengan menebar sentimen agama yang berimplikasi pada tindakan radikalisme.

Nah, konsep ajaran Islam semacam inilah harus terus disosialisasikan melalui pendidikan agama Islam pada lembaga pendidikan; baik pendidikan formal maupun non-formal, untuk mengkonstruk pola pikir  generasi muda. Sehingga ekspresi keislaman mereka pun sesuai dengan ajaran Islam yang diajarkan Rasulullah SAW dengan mengedepankan konsep Rahman dan Rahim. Bukan seperti kelompok Islam radikal yang menebar kebencian dan melakukan tindakan radikalisme atas nama agama demi surga dan bidadari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun