Posisi keempat desa tersebut sebenarnya berada di pesisir pantai, sehingga dulu, sebelum pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan membangun jalan darat, warga dari keempat desa itu, memang menempuh perjalanan laut dengan loangboat atau kapal kayu.
Namun, sejak pembangunan jalan darat tuntas dikerjakan, warga memilih menempuh perjalanan darat, lantaran bagi mereka jarak tempuhnya lebih dekat ketimbang menggunakan transporasi laut.Â
Hanya saja, kendala yang sering dialami jika menggunakan kendaraan roda dua maupun empat adalah saat musim penghujan, karena kondisi derasnya air kali menjadi penghalang bagi mereka, untuk tiba ke rumah tepat waktu.
Sebenarnya, jika menggunakan transporasi laut, mata kita dimanjakan dengan pesona pantai nan indah, sepanjang perjalanan, kita melihat pohon mangrove memagari pesisir pantai, ditambah jika kondisi air laut yang tenang-jernih, seakan perjalanan kita ke empat desa tersebut seperti kita ber-traveling.
Dan apabila dalam perjalanan, mendapati cuaca sedikit berangin, maka dari kejauahan kita menyaksikan ombak mewewah mengalun pelan dan bersahabat, serta tiupan angin membuat daun pepohonan kelapa berayun-ayun lembut, seakan mengikuti perintah ke mana angin bergerak dan rindangnya pohon  mangrove yang diganggu angin pantai.
Begitu pun juga terkadang cuaca laut yang teduh, maka dari kejauhan kita menyaksikan laut yang membiru tenang, ditambah satu-dua-tiga perahu mengembangkan layarnya, menambah indahnya pemandangan sepanjang perjalanan menuju ke empat desa tersebut.
Setelah tiba di pantai, Â apabila kita mendapati para nelayan yang kembali pulang, dan menjual hasil tangkapannya, mereka menggelar bermacam ikan, sangat memancing selera untuk kita merogoh kocek dan membeli hasil tangkapan nelayan tersebut dan mmebawa ke rumah untuk santapan siang hari -- ikan bakar, ikan kua kuning.
Bacan (Macaca nigra) yang keluar di dekat perkampungan, sehingga apabila kita membawa kamera DSLR, kita dapat abadikan momen langkah tersebut.Â
Sementara jika kita bepergian menggunakan transportasi darat, maka kita sering menemukan KeraBegitu juga, di langit, burung rangkong atau burung Taong sering beterbangan bergerombol, menambah indahnya suasana perjalanan kita.
Kera Bacan maupun Burung Rangkong memang hidup liar di hutan Bacan Timur Tengah, namun dua satwa tersebut masuk daftar yang dilindungi, sehingga warga selalu menjaganya dari ancaman kepunahan.
 Lantaran berdasarkan UU RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dan Permen LHK No. 20 tahun 2018 tentang Penetapan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi. Regulasi inilah membuat warga terus menjaga keberadaannya.