Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Tiga Tahun Kepergian Sahabat (DR Jumahir Jamulia, M.Hum)

25 September 2021   15:57 Diperbarui: 25 September 2021   16:00 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berbuat baiklah sesama teman, sebab suatu saat nanti Allah SWT pasti membalas semuanya," pesan ini  disampaikan beliau kala kami memanfaatkan waktu rehat kegiatan Rapat Kerja (RAKER) IAIN Ternate pada salah satu hotel di Kelurahan Gamalama, Kecamatan Ternate Tengah 2017 lalu, yang masih tertancap kuat di benak saya.

Pertemuan kami pada kegiatan tersebut merupakan yang kesekian kalianya, setelah beliau kembali pulang ke Ternate, setelah menyelesaikan studi S-2 dan S-3 di Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan di tahun 2015.

Keakraban kami mulai terjalin di 2006, ketika sama-sama terlibat sebagai panitia pada kegiatan Pelatihan Praktik Belajar Kewarganegaraan bertajuk "Kami Bangsa Indonesia" yang diselenggarakan CCE Indonesia bekerjasama STAIN Ternate yang berlangsung di lantai II gedung Perpustakaan Pusat STAIN Ternate pada 28 hingga 30 november 2006.

Dari kegiatan inilah, saya mulai akrab dengan beliau. Sosok akademisi yang menurut saya tidak pernah ngancing kepada siapa pun, terlebih pada mahasiswanya. Karena selain di kampus, di rumah pun beliau melayani mahasiswa layaknya anak sendiri. Karena baginya, seperti pesan yang beliau sampaikan yang saya tempatkan pada pengantar tulisan di atas.

Sehingga, selain menjalani kewajibannya sebagai tenaga pengajar di STAIN (kini IAIN Ternate), sisi humanis yang tergambar jelas dari kepribadiannya selalu terlihat ketika beliau berada di kampus, maupun di tengah masyarakat. Memiliki karakter pendiam, sehingga jarang mendengar beliau speak up terkait hal-hal yang menjengkelkan kepada orang lain. Inilah karakter asli yang saya kenal dari suami Askila Arif itu.

Setelah kegiatan Pelatihan Praktik Belajar Kewarganegaraan, kami pun rutin bertemu; baik di rumah maupun terkadang duduk bersama di sudut-sudut kampus -- diskusi bareng mahasiswa. Walaupun intens bertemu dan berdiskusi pada setiap kesempatan, namun setahun kemudian -- tahun 2007, beliau memutuskan melanjutkan studi di program pascasarjana UNHAS Makassar.

Seperti yang saya sampaikan di atas, apa yang dilakukannya selama berada di kampus STAIN Ternate kala itu, kembali beliau tunjukkan saat menempuh pendidikan S-2 dan S-3-nya di kota Daeng. Saat saya bertandang ke rumah mertuanya, Istrinya menuturkan terkait aktivitasnya selama mereka berada di Makassar: sering membantu antar sesama dosen yang melanjutkan studi di kota Makassar. 

Bahkan, karena mahir berbahasa Inggris, sehingga salah satu dosen STAIN Ternate, (alm) Prof. Dr. H. Yunus Namsa, M.Si meraih gelar guru besarnya, juga beliau turut membantu menyelesaikan administrasi pengusulan Guru Besar tersebut.

Sehingga, saat saya berbincang dengan istrinya, terkait mereka menjalani kehidupan semasa beliau menempuh pendidikan S-2 dan S-3-nya, dan begitu mendapat informasi tersebut, sontak, saya bilang itulah karakter asli beliau yang saya kenal selama berada di kampus: memiliki welas asih tinggi; suka membantu, dan dalam menyampaikan argumentasi saat diskusi jarang memantik emosi lawan bicara, dan suka mengulas senyum kala bertemu.

Artinya bahwa setiap orang punya kadar tersendiri akan besar atau tidaknya sikap welas asih. Namun, bagi saya, yang ditunjukkan beliau ketika berada di kampus, merupakan karakter aslinya. Sehingga, sejak dipanggil Yang Maha Kuasa, secara pribadi saya merasakan kehilangan sahabat baik saya di kampus.

Pada 2017 lalu, setelah beliau menyelesaikan studi S-3-nya, dan kembali ke Ternate, pada suatu sore saya mengajaknya minum Aer Guraka (air Jahe) dan makan pisang goreng pada malam hari di Kawasan Tapak II Kelurahan Kampung Makassar Timur, Ternate, tepanya di jalan Sultan Djabir Syah. Di tengah irama kehidupan kota Ternate yang anteng, kami melewati malam itu dengan mengulik kisah lama kami di STAIN Ternate.

Cerita tentang kesuksesan kami menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Praktik Belajar Kewarganegaraan, ketika di hari terakhir dan penutupan kegiatan, kami menghabiskan sisa hari itu, bersama para narasumber dari Jakarta berkunjung ke salah satu tempat wisata di kecamatan Ternate Barat, kemudian bergeser ke tempat wisata lainnya, karena tamu-tamu dari Jakarta itu takjub dengan pesona wisata di kota Ternate. 

Dan, satu persatu destinasi wisata pun kami singgahi, sehingga tak sadar, pada hari itu kami pun berkeliling kota Ternate, dan menyaksikan panorama alam Ternate, hingga menikmati senja dan malam jatuh di salah  satu tempat wisata tervaforit di kecamatan Pulau Ternate.

Selain ngobrol tentang kegiatan tersebut, beliau juga bercerita soal menjalani kehidupan semasa menempuh studi di kota Makasar. Beliau bilang, pada 2014 ada dua kegiatan seminar Internasional, masing-masing di kota Surabaya dan Jakarta, beliau diminta menjadi pemateri pada seminar tersebut, sehingga katanya berbekal dua kegiatan itulah, beliau mengantongi dua sertifikat seminar Internasional sebagai pemateri pada kegiatan terkait bidangnya: Linguistik Bahasa Inggris.

Bahkan, selain menjadi mahasiswa pascasarjana pada Universitas Hasanuddin, Makassar, kesehariannya di lingkungan adalah sebagai guru ngaji pada salah satu tempat pengajian di kelurahan Tamalanrea Makassar, sekaligus menjadi Dosen Tidak Tetap (DTT) di Universitas Mulim Indonesia (UMI) Makassar. 

Dari sinilah, sehingga kala anak pertamanya Aulia Amatullah (21) menyelesaikan pendidikan SMU, maka beliau menyarankan putrinya itu menempuh pendidikan S-1 di UMI Makassar, yang saat ini berada pada semester tujuh di jurusan ilmu komunkasi. Sementara anak keduanya Ijul Ramadhan, di sekolahkan pada salah satu SMK di Tamalanrea.

Dan, karena sering bertemu dan ngobrol bareng sehingga pembicaraan kami tentang lembaga les bahasa Inggris dengan metode belajar yang baik, beliau mengatakan bahwa di Ternate, lembaga English Training Center (ETC) Ternate merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang mengadopsi sistem belajar lembaga asing, kebetulan saat itu, saya ingin putri saya belajar bahasa Inggris, sehingga beliau merekomendasikan ke ETC Ternate.

Maka mengikuti sarannya, saya memutuskan mendaftarkan putri saya sebagai siswa di ETC Ternate, berselang enam bulan kemudian, ketika putri saya terpilih mengikuti kegiatan Fundemic Tour di Jepang pada 2018, saya menemuinya dan meminta beliau men-translite surat dari ETC Ternate serta mengucapkan terima kasih kepadanya atas rekomendasi lembaga les bahasa Inggris kepada saya, karena berkat rekomendasinya, sehingga putri saya pun akhirnya mahir berbahasa Inggris seperti beliau, dan berkesempatan mengunjungi negeri Matahari Terbit. Jepang.

Menurutnya istrinya, sejak berada di Makassar, ada dua impian terbesar yang ingin beliau wujudkan ketika kembali ke Ternate: Membuka lembaga les bahasa Inggris dan menerbitkan kamus bahasa Inggris-Patani, lantaran beliau termasuk salah satu putra Patani dan satu-satunya Doktor Linguistik dari Kabupetan Halmahera Tengah, Maluku Utara, sehingga beliau ingin kombinasikan bahasa daerahnya itu dengan bahasa Inggris, sebagai karyanya. Namun, dua impiannya tersebut belum sempat dituntaskan, karena Allah berkehendak lain, beliau telah berpulang.

Selain itu, beliau pun beberapa kali diajak menjadi dosen di Universitas Bumi Hijrah Sofifi, Kota Tidore Kepulauan. Namun, kesibukannya menjadi tenaga pengajar dan kepala Laboratorium Bahasa di IAIN Ternate, membuatnya mengurung niat menjadi Dosen Tidak Tetap (DTT) pada kampus tersebut.

Semenjak kembali aktif menjadi dosen di IAIN Ternate, setelah tuntas menyelesaikan pendidikan pascasarjana-nya di Makassar, dari 2017-2018 beliau pun disibukkan dengan aktifitas sebagai tenaga pengajar bahasa Inggris dan tanggung jawab sebagai kepala LAB Bahasa. 

Pada 2018, saya sering berkunjung ke pulau Bacan Halmahera Selatan, sehingga jarang bertemu dengan beliau, sehingga ketika mendengar beliau jatuh sakit, ketika kembali dari pulau Bacan, saya bersama istri membesuknya di RSUD Dr. Chasan Basorie Ternate.

Namun, kala itu di sala satu ruang inap khusus penyakit dalam, sangat berbeda dengan kebanyakan pasien, lantaran biasanya mereka menahan sakit, sehingga raut wajah pasti terlihat kuyu, tapi malam itu beliau menyambut kedatangan kami dengan senyum mengembang di wajahnya. Sehingga, sulit untuk katakan bahwa beliau menderita penyakit parah, tetapi hanya butuh istirahat karena kecapekan sebagai tenaga pengajar.

Dan, setelah beliau dinyatakan sehat dan kembali menjalani aktifitas di kampus, beliau pun sering berkunjung ke ruangan saya dan ngobrol tentang pekerjaan saya sebagai Petugas Pembuat Aplikasi Belanja Pegawai (PPABP). Sehingga, pada setiap awal bulan, terkait pembayaran honornya sebagai Kepala Laboratorium Bahasa IAIN Ternate, selalu menjadi prioritas untuk dituntaskan tepat pada waktunya.

Ada satu hal menarik yang menginspirasikan banyak orang dari beliau adalah di saat jaga maya riuh dengan berita hoax maupun ujaran kebencian, serta pengguna media sosial sering merisak status orang di beranda facebook maupun di platform medsos lainnya. 

Beliau malah tampil memanfaatkan Aplikasi Karaoke Sosial, Smule, untuk berduet dengan teman di dunia maya, dan kemudian meng-upload di media sosialnya, membuat orang-orang yang menjalin pertemanan dengan beliau merasa terhibur.

"Daripada merepon status orang di media sosial, yang kadang menimbulkan salah paham antar sesama pengguna media sosial, mendingan manfaatkan dunia maya dengan hal-hal positif yang menghibur banyak orang", katanya pada suatu kesempatan kala berada di dalam ruang Subbag Keuangan dan Perencanaan IAIN Ternate.

Walaupun sering duduk dan diskusi bersama, namun saat beliau kembali jatuh sakit pada Oktober 2018, saya tidak sempat untuk membesuknya, lantaran saat itu berada di pulau Bacan, Halmahera Selatan. Dan, tepat pada 13 Oktober 2018, mendapat informasi tentang kematiannya, karena berada di Bacan, sehingga saya pun tidak dapat hadir di acara pemakamannya.

Walaupun begitu, pada 15 Oktober, ketika kembali ke Ternate, sebagai wujud penghormatan atas pertemanan kami, saya mendatangi kediamannya seklaigus menjelaskan kepada istrinya, menyiapkan administrasi pendukung, terkait pengurusan Uang Duka Wafat (UDW), Gaji Terusan (GT), serta administrasi pendukung keperluan mendapatkan kenaikan pangkat pengabdiannya (SK Kenaikan Pangkat Terakhir), untuk keperluan mendapat pensiunan dari kantor TASPEN Ternate.

Beliau berpulang meninggalkan istrinya Askila Arif dan keempat anak: Aulia Amatullah (21), Ijul Ramadhan (19), Hasan Askari (7) dan Haura Anindia (6). Tulisan singkat ini sebagai bentuk apresiasi saya kepada beliau. Semoga Allah SWT, menempatkan beliau ditempat terbaik di sisi-Nya, Aamin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun