Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Moeldoko Pimpin Partai Demokrat, Karier Politik AHY Tamat?

5 Maret 2021   22:39 Diperbarui: 5 Maret 2021   22:49 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: kompas.com/RAKHMAT NUR HAKIM

Kisruh partai Demokrat bermula dari tudingan bahwa ada upaya Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko, merebut kursi Agus Harimurti Yudoyono (AHY) dari ketua umum partai Demokrat, demi kepentingan pencapresan 2024. 

Walaupun, kabar tersebut dibantah Moeldoko. Namun, polemik seputar kudeta AHY tetap berlanjut, hingga SBY pun turun tangan dalam mengatasinya. Buntut dari kekisruhan tersebut beberapa petinggi partai berlambang mercy itu pun resmi dipecat. 

Sikap ini diambil para petinggi partai Demokrat, tentu dengan pertimbangan dan kalkulasi politik yang matang demi menjaga marwah partai. 

Namun, sikap memecat Marzuki Ali, serta enam kaders yang dilakukan Demokrat, dinilai sebagai tindakan yang blunder, karena tidak dapat menghambat langkah politik mereka dan tidak serta merta melemahkan strategi dan nyali politik dari mereka. 

Karena melalui komunikasi politik yang dibangun bersama pengurus partai Demokrat yang tidak menyukai kepemimpinan AHY, dengan dalih demi menyelematkan partai Demokrat, akhirnya menemui kata sepakat yaitu digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB).

Kongres Luar Biasa (KLB) pun akhirnya digelar di Hotel The Hill Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021). Menariknya, sejak awal Moeldoko menampik isu bahwa dirinya tidak terlibat dalam upaya kudeta AHY sebagaimana tuduhan sejumlah petinggi partai Demokrat. Namun, hasil pelaksanaan KLB memutuskan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan AHY. 

Hal ini secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa partai Demokrat memang butuh sosok seorang Moeldoko, yang juga orang dekat presiden Joko Widodo, demi membangun akses partai Demokrat dengan kekuasaan, agar nantinya berdampak positif terhadap partai Demokrat di masa mendatang, yaitu pesta demokrasi 2024. 

Walaupun, sejak awal muncul isu bahwa nantinya Moeldoko menjadi calon Presiden yang bakal usung partai Demokrat. Namun, rasanya belum saatnya untuk wacana ke arah 2024. 

KLB yang digagas Jhoni Allen Marbun dkk, bukan hanya menyingkirkan AHY dari pucuk pimpinan partai Demokrat, namun juga mendepak Susilo Bambang Yudoyono (SBY) dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Namun, menjelang pelaksanaan KLB Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Ossy Darmawan menilai bahwa KLB sebagai upaya "kudeta" partai Demokrat yang dilakukan oleh kubu yang kontra terhadap AHY, merupakan perbuatan melawan hukum.

"Persengkongkolan antara pihak luar dan pihak dalam partai yang nyata-nyata melawan hukum yang berlaku," kata Ossy (Kompas.com, 5 Maret 2021).

Ini menandakan bahwa, saat ini sudah terjadi dualisme kepemimpinan pada partai berlambang mercy itu, yakni Demokrat versi AHY dan Moeldoko. Yang nantinya pihak AHY pasti mengajukan banding ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebagaimana dilakukan ketua Umum Partai Berkarya Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto atas Muchdi Purwopranjono. 

Nah, yang jadi persoalannya adalah jika nanti upaya yang ditempuh AHY dan para petinggi Demokrat melalui PTUN dan kalah, apakah AHY bakal tetap berada pada posisi aman di partai Demokrat? Inilah yang sangat menarik untuk dibahas. 

Kisruh partai Demokrat, memang berawal dari penilaian bahwa ketidakmampuan AHY memimpin partai yang mengantarkan bapaknya menjadi presiden Indonesia selama dua periode itu, hal ini ditegaskan salah satu pendiri partai Demokrat Hengky Luntungan. 

Dia menilai AHY tidak mampu mengurus partai, sehingga masalah internal partai bermunculan dan berujung pada isu kudeta. 

"Sebagai pendiri, kami melihat kekisruhan yang terjadi oleh karena tidak mempunyai seorang pemimpin partai garisbawahi ketidakmampuan pemimpin partai dalam hal ini saudara AHY," kata Hengky Luntungan sebagaimana dilansir Suara.com Sabtu (27/2/2021). 

Katanya, para pendiri partai berusaha untuk mencari solusi. Tetapi, satu-satunya solusi yang menurutnya bisa dilakukan ialah Kongres Luar Biasa (KLB) demi menyelamatkan partai. 

Bagai gayung bersambut, sejumlah petinggi partai Demokrat pun merasa bahwa tidak ada alternatif lain, selain menggantikan AHY, dan akhirnya KLB pun resmi digelar dan mendepak AHY dari Ketua Umum Demokrat. 

Jika penilaian bahwa ketidakmampuan AHY memimpin partai Demokrat, memang wajar lantaran AHY sejak awal dia bukan dipersiapkan mempin partai. Sebab, pria kelahiran Bandung 10 Agustus 1978 itu membangun karirnya di bidang militer mengikuti jejak ayahnya. 

Sehingga, soal politik menurut saya, AHY dinilai belum cukup berpengalaman, bila dibandingkan dengan sang adiknya Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, karena dia pernah duduk di kursi DPR, dan tentunya memiliki pengalaman politik.

Sejak AHY masih berkarir di bidang militer, publik menilai bahwa kelak anak sulung dari SBY itu nantinya bakal menjadi calon Panglima TNI di masa mendatang, karena lulusan magister di Harvard University itu termasuk memiliki prestasi yang cukup baik di bidang militer dengan pangkat terakhir Mayor Infantri di TNI AD. 

Hanya saja, keputusannya terjun ke dunia politik pada September 2016 sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Sylviana Murni dengan dukungan partai Demokrat, PAN, PPP dan PKB. 

Bertarung malawan pasangan Anies-Sandi dan Ahok-Jarot. Namun, nasib baik belum memihak pada suami Anissa Larasati Pohan itu, dia dengan pasangannya pun kalah bertarung.

Karena, sudah resmi terjun pada dunia politik, maka setidaknya SBY pun berpikir panjang demi mengamankan partai Demokrat, sehingga melalui kongres V yang digelar di Jakarta pada 15 Maret 2020, AHY pun resmi terpilih menggantikan sang ayah Susilo Bambang Yudoyono (SBY) menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2020-2025. 

Namun, setahun berjalannya kepemimpinan AHY di partai Demokrat, memunculkan pesimisme dari para petinggi partai yang saat ini berada di kubu Moeldoko, mereka menilai kepemimpinan AHY berimplikasi pada partai Demokrat di pemilu 2024 mendatang, sebab saat ini persaingan antar partai sangat ketat demi merayu opini publik untuk meraup suara yang signifikan. 

AHY jelas memiliki kapasitas menjadi seorang pemimpin, namun membutuhkan waktu, lantaran harus digembleng oleh sang ayah, dalam arti biarlah SBY tetap menjadi ketua umum partai Demokrat dan AHY diberi jabatan strategis pada struktur kepengurusan, agar AHY terus belajar menjadi seorang pemimpin, sebagaimana yang dilakukan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terhadap putrinya yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPR. 

Langkah yang dilakukan Megawati memang cukup tepat, hanya saja tidak diikuti SBY. Karena terlalu cepat mendorong AHY memimpin partai Demokrat, sehingga timbul berbagai gesekan yang berujung pada karir politik seorang AHY. 

Sebab, kisruh partai Demokrat saat ini, publik sudah dapat menilai bahwa AHY memang masih belum mampu menjadi seorang pemimpin yang baik, sebagai buktinya adalah kekisruhan yang dialami partai Demokrat saat ini.

Sebenarnya, menjaga image partai dan masa depan karir politik, sikap AHY seharusnya tidak mendepak Marzuki Ali dkk dari kepengurusan partai Demokrat. Tapi, lebih pada membangun komunikasi politik demi mencari solusi untuk menyelamatkan partai Demokrat, AHY seharus legowo meminta masukan untuk dirinya, agar dapat membenahi sejumlah persoalan di partai demokrat. 

Hanya saja, sudah terlanjur mengambil keputusan politik, sehingga memunculkan perlawanan yang berakhir dengan pelaksanaan KLB dan mendepak dirinya dari ketua umum partai Demokrat. 

Walaupun, menurut AHY dan pengurus partai Demokrat versi kongres V di Jakarta bahwa KLB yang dilaksanakan Jhoni Allen Marbun dkk, di Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) sebagai tindakan illegal. 

Karena tidak sesuai konstitusi partai Demokrat, lantaran surat keputusan kepanitiaan tentang penyelenggaraan KLB pun belum dikeluarkan oleh ketua Umum partai, namun untuk membuktikan sah tidaknya pelaksanaan KLB dan menetapkan Moeldoko menjadi ketua umum partai Demokrat, hanya melalui PTUN. 

Dalam hitungan politik, jika nanti pihak AHY melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan menang, maka karir politik seorang AHY masih bisa berjalan, walaupun sudah mendapat penilaian negatif dari publik terkait kekisruhan yang terjadi di tubuh demokrat saat ini. 

Namun, apabila masalah KLB digiring ke PTUN dan kalah, maka akan berdampak buruk terhadap karir politik AHY ke depan. Sebab, keinginan AHY untuk maju bertarung pada kontestasi Pilgub DKI Jakarta pada 2024 mendatang kian berat, lantaran tampuk kepemimpinan partai bukan lagi berada dalam genggamannya. 

Sehingga, langkahnya tidak lagi semulus 2016 lalu ketika sang ayah masih menjabat sebagai Ketua Umum. Selain itu, kelompok yang melaksanakan KLB pun pasti tidak ikhlas jika nantinya partai Demokrat mengorbitkan AHY menjadi calon Gubernur DKI, lantaran terkait sentimen politik yang telah dibangun sejak awal dengan memecat sejumlah pengurus partai. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun