Sehingga, dia meminta agar kami menunggu, sebab tidak lama lagi Aba Udin dan rombongan pengantin akan kembali ke Kelurahan Kulaba. Namun, kami memilih untuk kembali ke rumah, sebab jam di telepon genggam menunjukan jelang pukul sebelas. Kami menitipkan pesan kepada Aba Udin melalui istrinya, usai sholat Dzohor kami kembali ke makam keramat atau jere.
Tepat pukul 13.40 wit, kami kembali ke rumah Aba Udin, dan menemuinya, beliau bersama istri dan seorang cucu perempuan terlihat duduk sambil ngobrol di beranda rumah. Karena Aba Udin, sudah mengenal saya, sehingga saat menyalaminya, beliau lalu mempersilahkan duduk sambil ngobrol menggunakan bahasa Ternate.
Sekira lima menit, kami berada di rumahnya, lalu kami bersama-sama menuju ke Makam, Aba Udin bersama cucunya, lebih dulu menuju makam, sementara saya dan istri mampir di salah satu warung membeli sebotol air mineral untuk membawa ke makam.
Seperti, saat berada di rumahnya, saat tiba di lokasi makam, kami kemudian melanjutkan ngobrol. Tak lama kemudian, Aba Udin mempersilahkan kami masuk ke areal makam, kami dituntun Aba Udin menabur daun pandan pada makam, kemudian bersama-sama memanjatkan doa, serta ritual lainya, lazimnya orang berziarah.
Makam terdiri tiga: makam utama persis di dekat tembok dengan batu nisan setinggi orang dewasa, sekira 170 cm. Batu nisan pada makam atau jere utama diyakini selalu bertamba tinggi, hanya saja pada masa pendudukan Jepang di Ternate, batu nisan tersebut sempat tertembak hingga patah, dan pada masa kepemimpinan Sultan Djabir Sjah ayah dari mendiang Sultan Mudaffar Sjah, batu nisan yang yang tertembak tersebut kemudian disambung kembali dan bekas patahan masih terlihat hingga sekarang persis beberapa centimeter pada ujungnya.
Sementara tiga makam pendamping yang diyakini sebagai keluarga dari makam utama, berada di samping kanan, dan satu lainnya yang disebut jere pusa letaknya sekira empat atau lima meter. Disebut jere pusa lantaran bentuknya melingkar, dan terdapat lingkaran kecil di tengah. Yang oleh warga disebut dodomi atau ari-ari dari pemilik makam tersebut.
Makam keramat atau jere, yang kemudian dikenal dengan jere Kulaba, kata Aba Udin merupakan para Auliyah yang menyebarkan agama Islam di Ternate, hingga kini tidak ada yang mengetahui namanya, karena tidak ada yang menguburnya. Sebab, makam atau jere ini muncul tiba-tiba.
Sejak kemunculan makam ini, hingga kini diperkirakan usianya sudah ratusan tahun. Makam ini sering dikunjungi oleh warga, baik pada hari-hari biasa maupun pada bulan Ramadan, begitupun juga pada perayaan Hari Jadi Ternate (HJT) Pemerintah kota Ternate, selalu berziarah pada makam ini dan berupaya menjadikan jere Kulaba sebagai wisata religi.
Perhatian Pemkot Ternate, seperti membenahi halaman parkiran, toilet, tempat mengambil air wudhu, pintu pagar, hingga jalan sudah terlihat cukup baik menuju ke lokasi makam keramat atau jere.
Salah satu keajaiban yang diceritakan oleh Aba Udin tentang makam keramat ini yakni tentang meletusnya gunung Gamalama Ternate, saat itu kata Aba Udin lahar gunung menggenangi sebagian desa Kulaba, lahar tersebut saat ini berbentuk batu dan dinamakam batu angus, lalu dijadikan objek wisata oleh Pemerintah Kota Ternate.
Ketika lahar gunung menutup sebagian desa saat itu, namun salah satu keajaiban ialah lahar gunung tersebut tidak menyentuh areal makam keramat atau jere. Hal ini dapat kita saksikan saat berkunjung pada makam atau jere, pertama kali yang kita lihat adalah batu angus yang merupakan luapan dari lahar gunung Gamalama, dan jaraknya agak berdekatan dengan rumah warga maupun makam atau jere tersebut.