Di rumah, saya membuat jadwal belajar, istri saya tampil sebagai gurunya di rumah, belajar ngaji, menulis, membaca, menghitung, maupun menceritakan kisah-kisah insipiratif dari Nabi maupun tokoh-tokoh Islam untuknya. Kebetulan saat itu, saya lebih sibuk dengan sejumlah aktivitas kampus, sehingga waktu yang tepat untuk berada di sampingnya yaitu pada sabtu maupun minggu. Saya memilih menyiapkan fasilitas pendukung belajar di rumah, seperti papan White Board dan buku-buku cerita -- untuk menstimulasi rasa ingin tahu-nya, serta berimajinasi. Begitu pun juga, tujuan saya menyiapkan sejumlah buku cerita, agar membangun kegemaran membaca sejak dini.
Suatu kali, pada sore hari, kami mengunjungi sebuah taman di pusat kota, kami melewati di depan Kantor RRI Ternate, ada sebuah Baliho dipasang persis di depan kantor RRI, ada foto salah satu perempuan di baliho tersebut, membuat Nurrizqiyah bertanya kepada ibunya.
"Mama, siapakah wanita itu?" Tanyanya, "itulah sang juara ajang Bintang Radio Ternate," jawab istri saya, Dia pun melanjutkan "Mama, nanti bawa Nona (panggilan akrabnya) ke RRI, Nona mau ikut bintang radio." Pertanyaan kedua ini, selalu diingat oleh Ibunya. Sehingga, sejak dia berada di bangku SD, istri saya sering memunculkan pertanyaan tersebut, jika kami melewati di depan kantor RRI Ternate, atau saat kami menonton Pameran Budaya di Halaman Kedaton Kesultanan Ternate, yang berada persis di sisi kiri kantor RRI Ternate.
Dari didikan di rumah, hingga pada kelas tiga Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Ternate, Nurrizqiyah sudah menamatkan bacaan Al-quran Juz ke-30, dan juga lancar membaca dan menulis. Selain itu, pendidikan karakter di rumah, menjadi perhatian bagi saya dan istri untuknya. Sebab, kematangan emosional dan spiritual memang tidak bisa dilepas- pisahkan, karena di era kemajuan teknologi saat ini, pendidikan karakter menjadi sesuatu yang sangat penting, sebagai "benteng" untuk menangkal sejumlah hal-hal negatif, atas dampak yang ditimbulkan dari era globalisasi.
Terlebih, istri saya sebagai Sarjana Pendidikan Islam, dan saya sendiri spesifikasi keilmuannya Manajemen Pendidikan Islam. Sehingga, terkait penerapan pendidikan anak di rumah, tidak mengalami kendala. Selain itu, pengalaman saya sebagai aktivis, yang mengikuti berbagai workshop, dan Seminar pendidikan, membuat saya dengan mudah mengaplikasikan pengetahuan, yang saya dapatkan dari kegiatan-kegiatan tersebut di rumah, dan juga dari bacaan bertema pendidikan keluarga semasa berada di bangku kuliah.
Berbeda dengan anak kebanyakan, saat perayaan hari ulang tahunnya, saya lebih memilih tidak merayakan berlebihan -- membangun kegemaran membaca sejak dini, menjadi perhatian saya, sehingga pada hari ulang tahunnya, saya mengajaknya ke tokoh buku untuk membeli hadiah buat dia, berupa buku-buku cerita, lalu mengajaknya menyantap mie ayam, atau bakso di emperan toko, bukan karena tidak memiliki banyak uang, akan tetapi hal ini saya lakukan, untuk menanamkan sikap kesederhanaan kepadanya, agar kelak tidak dia tidak sombong dan dari sisi pergaulan tidak membedakan stratifikasi sosial (kaya-miskin, yatim-piatu).
Karena, sejak kecil, sering dididik tampil sederhana, dan sering berkunjung ke panti asuhan untuk menanamkan rasa welas asih, sehingga berada di bangku sekolah dasar dan SMP, dia menunjukan karakter tersebut kepada teman-temannya, dalam hal berbagi sesama teman, maupun suka bersedekah.
Pada suatu kesempatan, saya mencobanya, saat menjemput dia di Sekolah kembali pulang ke rumah, saya membeli permen di sebuah warung di dekat Sekolah, lalu membuang kulit permen tersebut di jalan raya, dengan cepat dia merespon "Papa, tidak boleh membuang sampah sembarangan.! Sebab, petugas penyapu jalan selalu bekerja menjaga kebersihan, kita juga harus menjaga kebersihan, dan harus membuang sampah pada tempatnya." Katanya, seraya mengambil kulit permen tersebut dan menaruh pada bak sampah yang berada di bahu jalan. Saya lalu berbisik dalam hati, "Alhamdulillah, ternyata didikan kami di rumah, sekaligus yang diajarkan gurunya di Sekolah dapat membentuk karakternya."