Virus Corona atau Covid-19 pertama kali muncul di Kota Wuhan, Cina. Virus ini begitu cepat tersebar hingga ke berbagai negara, seperti dilansir Kompas.com, Jumat (27/3/2020) mengutip data Worldmeter tercatat 200 negara terkonfirmasi Covid-19 dengan jumlah 529.614 kasus. Jumlah kematian akibat virus yang menyerang bagian pernapasan ini mencapai 23.976, sedangkan yang sembuh berjumlah 123.380.
Di Indonesia, kasus positif Corona juga terus mengalami penambahan hingga Jumat (10/4/2020) sore, seperti data yang dirilis Kompas.com tercatat penambahan 219 kasus positif, sehingga total menjadi 3.512 kasus, sedangkan pasien yang meninggal dunia karena Covid-19 juga mengalami penambahan 26 orang, total menjadi 306 pasien telah wafat. Sementara pasien yang berhasil sembuh dari virus mematikan ini terus bertambah hingga Jumat (10/4/2020) kemarin mencapai 282 orang.
Setelah dua warga di Depok Jawa Barat, terinfeksi virus Corona, lalu begitu cepat virus mematikan ini, tersebar ke berbagai Provinsi di Indonesia, sehingga Pemerintah Pusat menginstruksikan kepada Pemerintah Daerah untuk berlakukan social distancing, agar warga terhindar dari virus mematikan itu. Kebijakan social distancing ikut mempengaruhi aktivitas pegawai di kantor pemerintah, BUMN, Perusahaan Swasta, maupun Lembaga Pendidikan.
Seperti di provinsi Maluku Utara, dari sepuluh Kabupaten dan Kota sangat mewaspadai tersebarnya virus Corona -- Pemerintah Daerah lalu berlakukan social distancing, sehingga warga memilih beraktivitas di rumah, agar tidak terjangkit wabah virus Corona. Himbauan Pemerintah, kemudian dimanfaatkan oleh seluruh warga, termasuk warga di Kelurahan Marikurubu Kecamatan Ternate Tengah.
Adalah Pak Arif (49) seorang Guru pada salah satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat Maluku Utara. ia bersama istri yang juga seorang guru beserta anaknya memilih pulang ke rumah mereka di Ternate, tepatnya di Lingkungan Simpang Lima Puncak RT. 01/RW.01 Kelurahan Marikurubu, karena aktivitas belajar mengajar secara tatap muka di Sekolah, sementara dihentikan dan dialihkan menjadi pembelajaran daring (online).
Selama di Ternate, selain memantau siswa melalui pembelajaran online, Pak Arif memanfaatkan waktu untuk membersihkan halaman rumah dan berinisiatif membuat jalan setapak di lingkungan kami, tepatnya di depan rumahnya.
Seperti pada Rabu (25/3/2020) pekan lalu, saat Matahari terlihat malu-malu menampakkan sinarnya di ufuk timur, dan Ayam mendadak berkokok saling bersahutan. Pagi itu terdengar bunyi jreg...jreg...jreg berkali-kali, saya meneliti suara itu dari balik jendela rumah, rupanya suara itu adalah bunyi cangkul yang menghujam di tanah.
Terlihat Pak Arif mengayunkan cangkul beberapa kali, lalu melepaskannya dan meraih sekop di sampingnya dan menyekop tumpukan tanah di depannya ke gerobak besi beroda satu, gerobak berisi tanah itu lalu didorong oleh anaknya untuk menumpahkan pada sisi kanan rumahnya, yang terlihat masih kosong.
Pagi itu, saya tak bisa keluar dari rumah untuk membantu Pak Arif, bersama istri dan anaknya, saya memilih untuk tidur kembali, karena rasa kantuk masih terasa lantaran semalam membaca buku hingga pukul empat dini hari.
Keesokan hari, tepatnya hari Kamis, (26/3/2020) Pak Arif, kembali pada rutinitasnya, beliau terlihat bersemangat mencangkul dan meratakan tumpukan tanah di depan rumahnya, setelah sekian lama ditimbuhi rerumputan. Tumpukan tanah itu, merupakan hasil pembuatan tembok tepi di depan rumah Pak Arif dan Kakak iparnya, pada 2019 lalu.
Karena begitu banyak tumpukan tanah, sehingga warga yang melintasi sangat hati-hati, bahkan sebagian warga memilih melewati di depan rumah Pak Arif, karena takut tergelincir, sebab tanah seluas 3 meter dengan tumpukan sekira 80 centimeter itu masih dipenuhi kerikil hasil pengerjaan tembok tepi tersebut.
Jika awalnya Pak Arif bersama keluarganya saling membahu mencangkul dan meratakan tanah, pagi itu, Kamis, (26/3/2020) terlihat Rifaisal (38) tetangga Pak Arif, dan Pak Aminuddin (41) Dosen pada Akademi Keperawatan Ternate, turut serta bersama Pak Arif dan keluarga bekerja.
Setelah istirahat pada pagi hari, karena jalani rutinitas pada malam hari seperti membaca dan menulis. Sore itu , badan kembali fresh, lalu saya bergabung dengan Pak Arif, Rifaisal dan Pak Mantri, panggilan akrab Pak Aminuddin, kami saling bergantian mencangkul dan mengangkat tanah untuk dibuang pada salah satu kintal kosong di dekat rumahnya Pak Arif, sementara sebagian tanah yang terlihat subur dimanfaatkan oleh Pak Mantri dan beberapa warga mengisi di Polybag untuk menanam sayur.
Aktivitas mencangkul dan meratakan tanah agar menjadi badan jalan setapak, kami kerjakan selama tiga hari, dari pagi hingga Sore lalu dilanjutkan pada malam hari sesuai sholat Isya, sehingga tanah dengan lebar 3 meter dan panjang sekira 25 meter dan ketebalan setinggi 80 centimeter itu, terlihat rapih dan terbentuk badan jalan setapak.
Pekerjaan yang kami kerjakan, tidak membutuhkan waktu begitu lama, karena lima anak muda yang bekerja membuat plafon dan plester dinding rumah milik Kakak Ipar Pak Arif, mereka turut membantu mencangkul dan mengangkat tanah menggunakan gerobak besi beroda satu, kelima pemuda itu adalah Muhatir, Wera, Ical, Amrin dan Moyo.
Selama bekerja, konsumsi ditanggung oleh Pak Arif dan istrinya beserta kakak iparnya. Setelah badan jalan setapak terbentuk, pada hari berikutnya kami saling membantu membuat pagar di depan rumah Pak Arif dan kakak iparnya, sehingga lokasi yang awalnya terlihat kotor karena ditumbuhi rerumputan menjadi bersih, dan bisa dilewati oleh kami, dan dimanfaatkan oleh anak-anak untuk bermain pada sore hari.
Di lingkungan kami, awalnya hanya ada beberapa rumah, sehingga lingkungan kami terlihat masih sepi. Namun, saat ini sudah terlihat begitu banyak rumah warga, karena warga yang membeli sejumlah kintal dan sudah membangun rumah mereka, sehingga beberapa teman saya sempat bingung saat berkunjung ke rumah saya, mereka tak menyangka tanah yang terlihat masih kosong itu, kini sudah berdiri rumah yang saling berdempetan.
Warga yang membangun rumah mereka, ikut berdampak pada jalan yang setiap hari kami lewati, sehingga terpaksa kami pun membuat jalan baru -- pada jalan utama yang menghubungkan lingkungan BTN dan Kelurahan Marikurubu, tepatnya di lingkungan kami, jalan dengan panjang sekira 300 meter itu sudah di hotmix, hanya saja jalan menuju ke rumah saya termasuk rumahnya Pak Arif, belum tersentuh pembangunan yaitu belum diaspal.
Jalan yang belum diaspal, membuat kami harus hati-hati jika melewati, terlebih pada musim hujan. Dan pekerjaan membuat badan Jalan yang telah selesai dikerjakan oleh kami, semoga secepatnya mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Ternate, untuk di aspal maupun memasang paving block.
Entah nantinya, diaspal atau dipasang paving block, itu merupakan kewenangan dari Pemerintah Kota, tugas kami hanya bekerja membuat badan jalan.
Cerita soal pekerjaan membuat badan jalan, ini merupakan hikmah dari pemberlakuan social distancing terkait hindari wabah virus Corona atau Covid-19, sehingga kami memiliki begitu banyak waktu di rumah, lalu dimanfaatkan untuk bakti sosial (baksos), karena sebelumnya kami selalu sibuk dengan aktivitas kami di kantor, Sekolah, maupun di Kampus, sehingga waktu liburan pada hari sabtu dan minggu memang tidak bisa dimanfaatkan untuk menggelar bakti sosial (baksos), karena harus terlibat dengan rutinitas di rumah.
Pekerjaan mencangkul dan meratakan tanah untuk membuat bahu jalan setapak, nantinya menjadi cerita di hari esok bagi anak-anak kami, semuanya karena berawal dari kebijakan social distancing dari Pemerintah karena Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H