Senin, (2/12/2019) pagi, tepat pukul 08.00 WIT papan informasi Sign Board Plat Label yang dikait pada pintu utama Gedung Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ternate tertulis Closed dibalik menjadi Open, sekaligus menandai pelayanan untuk mahasiswa dan dosen dimulai.
Petugas pada meja sirkulasi terlihat siaga melayani Mahasiswa begitu pun juga Security di pintu utama maupun pegawai di lantai dua, semuanya kompak memulai aktivitas pelayanan kepada Mahasiswa.
Di ruang Koleksi Referensi dan Deposit seperti biasa, saya pun mulai merapikan meja dan memilih sejumlah buku dan skripsi untuk diinput pada aplikasi Senayan Library Management System (SLIMS) sambil menunggu para mahasiswa yang hendak masuk membaca buku, skripsi, jurnal, Tesis dan hasil penelitian dosen.
Pagi itu, ruangan koleksi referensi terlihat sepi, sebab Mahasiswa yang masuk di perpustakaan memilih ke lantai dua. Biasanya mereka yang langsung menuju pada ruang koleksi referensi yakni mahasiswa yang ingin menyelesaikan tugas, di ruangan yang ditugasi kepada saya untuk bekerja semuanya berisi literatur penting untuk mahasiswa dan dosen.
Sambil menyetel lagu di komputer terdengar suara dibalik pintu "Assalamu'alaikum" sebelum merespon saya mencoba mendongak dari deretan buku di samping kanan saya, oh rupanya seorang mahasiswi, sontak ucapan "Waalaikumsalam" pun keluar dari mulut saya, Silahkan masuk, ada yang bisa dibantu? Begitulah cara saya menyapa para mahasiswa saat mereka masuk di ruang koleksi referensi.
Rupanya gadis cantik itu merupakan mahasiswi pada Fakultas Syari'ah dan Ekonomi Islam (FSEI), karena kartu Mahasiswanya sudah discan oleh petugas sirkulasi, maka biodata lengkap pun saya tidak mengetahui dan memang tidak penting juga bagi saya sebab sudah tercatat di Sirkulasi.
Namun, untuk memastikan namanya agar terlihat "akrab", maka saya pun memberanikan diri menanyakan, "Maaf ngana pe nama sapa"? Sambil melangkah mendekati meja saya, ia memberitahu, namanya Cici seraya meletakkan koran di meja saya.
"Pak boleh bantu Cici? Sambil ia menunjukkan berita pada halaman depan Koran Malut Post edisi Senin, (2/12/2019) tentang angka penderita HIV/AIDS di Maluku Utara di tahun 2019, "boleh"! "Bantu bagaimana"? Cici ingin lihat jurnal, skripsi dan hasil penelitian tentang PSK dan penyakit HIV/AIDS. "Oh iya boleh"! Sembari saya mempersilahkan ia duduk, agar saya menyiapkan sejumlah referensi yang hendak ia baca.
Di ruang Deposit menyediakan ribuan skripsi, laporan penelitian dan tesis, ada beberapa penelitian mahasiswa tentang Pekerja Seks (PS) di Ternate maupun di Halmahera Utara, saya menyisir di sejumlah rak maupun lemari dan menemukan beberapa hasil penelitian mahasiswa dan menyerahkan padanya.
Rupanya Cici tertarik dan ingin mengikuti jejak para seniornya untuk meneliti kembali aktivitas wanita penjajah seks tersebut karena ingin mencari tahu soal motif dibalik nekatnya mereka terjun di dunia "gelap" serta dampak sosial, dan kesehatan yang mereka dapatkan.
Awalnya ia tidak menaruh harapan untuk meneliti tentang wanita penjajah kenikmatan duniawi tersebut, sebab keterbatasan referensi, "Judul saya sih bukan soal PSK, namun jika banyak referensi yang saya dapatkan, kemungkinan saya ingin merubah judul, dan fokus meneliti soal PSK, Ujarnya.
Cici merasa tertarik karena mendapati informasi di koran dan berita disejumlah media online, rupanya membahas PSK, bagi Cici merupakan sesuatu yang sifatnya menambah wawasan sekaligus menjadi pengalaman tersendiri, kelak ia berbagi dengan para kerabat, terlebih Jika hasil penelitiannya tersimpan di Perpustakaan pasti dibaca dan dipelajari oleh Mahasiswa.
Selain itu, bagi Cici meneliti tentang PSK merupakan respon atas dinamika sosial, sebab di era keterbukaan informasi saat ini aktivitas PSK pun bisa dibilang menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat.
Selain itu tingginya angka penderita menjadi alasan dibalik Cici ingin meneliti aktivitas Wanita Pekerja Seks, sehingga nantinya hasil penelitian dapat dijadikan informasi untuk masyarakat, sekaligus LSM yang concern di bidang Kesehatan "saya tertarik setelah membaca berita di koran, bahwa angka penderita masyarakat yang sudah terpapar penyakit mematikan itu sudah capai pada angka yang fantastis yaitu 1.592 orang, katanya
Sesuai data yang dirilis Malut Post maupun beberapa media lokal di Maluku Utara angka penderita HIV/AIDS tiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan, ada dua daerah dengan angka tertinggi yaitu Kota Ternate dan Halmahera Utara, data terakhir menunjukkan Kabupaten Halmahera Utara sebagai daerah mengoleksi kasus HIV/AIDS tertinggi yakni 486 penderita.
Kemudian disusul Kota Ternate 467 kasus, Halmahera Barat 112 kasus, Halmahera Timur 61 kasus, Halmahera Selatan 50 kasus, Tidore Kepulauan 47 kasus, Kepulauan Sula 36 kasus, Pulau Morotai 41 kasus, Halmahera Tengah 17 kasus dan Pulau Taliabu 2 kasus (Malut Post edisi, 2 Desember 2019).
Prevalensi kasus HIV/AIDS di Maluku Utara mengalami peningkatan tiap tahun memang tidak terlepas dari keberadaan Wanita "Penjajah seks" sebab ikhwal dari penyakit mematikan itu berawal dari mereka, selain itu juga melalui jarum suntik para pengguna obat terlarang, hanya saja data yang dirilis oleh sejumlah media menunjukkan penderita HIV/AIDS lebih besar melalui Seks Bebas.
Justru itu mahasiswa yang meneliti tentang aktivitas PSK dan dampak buruk yang ditimbulkan merupakan suatu keharusan, sebab selain melengkapi persyaratan agar memperoleh gelar Sarjana, juga menjadi informasi bagi masyarakat agar dapat terhindar dari aktivitas yang dibenci oleh agama tersebut.
Sebelumnya ada beberapa hasil penelitian mahasiswa yang pernah saya baca, diantaranya milik Salpang Kopong, Najibullah dan Ali Maksum Fonae mereka meneliti Legalitas Prostitusi dalam perspektif UU Nomor 21 2007, serta Pendapatan PSK Hingga dampak sosial, dan kesehatan bagi PSK.
Penghuni Lokalisasi yang mereka wawancarai memang memiliki beragam alasan, namun lebih dominan mereka mengungkap motif dibalik nekatnya menjadi wanita penjajah seks ialah faktor ekonomi, dan lebih mirisnya seperti di TPI Wosia, dalam penelitian Salpang Kopong data yang ia peroleh dari total 51 Pekerja Seks 16 orang masih status lajang, sementara 18 orang status menikah dan 17 lainnya adalah Janda.
Memang, total sepuluh Kabupaten/Kota di Maluku Utara daerah yang memiliki lokalisasi secara resmi hanya Halmahera Utara, yakni di TPI Wosia namun merujuk pada data yang dirilis oleh beberapa media lokal di Maluku Utara baik cetak maupun online, menunjukkan bahwa angka penyebaran penyakit HIV/AIDS di tiap-tiap daerah sudah terdeteksi, maka jelas masyarakat yang terjangkit virus mematikan tersebut bukan hanya dari tempat lokalisasi yang sudah dilegalkan, namun juga melalui prostitusi terselubung yang sulit dilacak dan deteksi.
Seperti beberapa pekan lalu masyarakat dihebohkan dengan berita polisi meringkus tiga perempuan muda yang menjajakan jasa layanan seks secara online, mereka memanfaatkan aplikasi MiChat untuk kepentingan esek-esek, justru itu yang lebih menghawatirkan ialah aktivitas PSK yang menyediakan jasa online sebab sulit dikontrol.
Jika PSK pada tempat lokalisasi setiap saat selalu diawasi oleh Dinas Kesehatan untuk memastikan terjangkit tidaknya penyakit HIV/AIDS bagi penghuni lokalisasi, sementara PSK yang beroperasi menggunakan aplikasi online sulit diawasi dan besar kemungkinan mereka termasuk yang membuat angka penderita HIV/AIDS tiap tahun mengalami peningkatan.
Beberapa bulan lalu, saya terlibat dalam diskusi soal penyakit HIV/AIDS dengan beberapa teman dari Dinas Kesehatan Kota Ternate, mereka mengungkapkan data seperti yang dirilis oleh sejumlah media, bahwa masyarakat yang terjangkit penyakit mematikan itu selalu mengalami peningkatan tiap tahun. Namun, angka tersebut diduga bertambah lantaran merujuk pada data yang sudah dirilis tersebut, sebab kasus HIV/AIDS bak fenomena gunung es.
Kembali ke Cici, keinginannya meneliti soal PSK patut didukung, sebab merujuk pada data yang dirilis oleh media di atas, menunjukkan bahwa Ibu Rumah Tangga (IRT) merupakan korban dengan angka tertinggi Mengungguli kaum pria, justru itu perempuan harus memiliki pemahaman mendalam soal penyakit mematikan itu.
Apabila kelak setelah wisuda, mereka berada ditengah masyarakat, maka setidaknya mereka melakukan edukasi kepada kaum ibu berdasarkan data yang mereka peroleh saat meneliti, tujuannya agar masyarakat dapat memahami terlebih generasi muda, agar terhindar Seks bebas serta konsumsi obat-obat terlarang, jika kaum wanita memiliki pemahaman yang lebih tentang dampak dari aktivitas Seks bebas, maka melalui pendidikan dalam keluarga mereka dapat mendidik anak-anak untuk tidak terjebak pada perilaku buruk seperti itu.
Bulan Mei 2019 Media online Gatra.Com merilis data yang mereka peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Ternate per Desember 2018, tercatat Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Aequired Immunodeficiency Deficiency (AIDS) mencapai 410 orang, angka ini menunjukkan peningkatan tiap tahun, sebab di 2017 berdasarkan data rri.co.id, Kota Ternate hanya 314 kasus penyakit HIV/AIDS.
Dari data di atas Ibu Rumah Tangga di Ternate berada pada urutan pertama mengidap virus mematikan tersebut yakni 72 orang, disusul PNS 59 orang, Wiraswasta 57 orang dan lain-lain. Jika dianalisa, tingginya IRT pengidap HIV/AIDS lantaran tertular dari suami mereka, dan disebabkan karena minimnya pemahaman masyarakat soal penyakit HIV/AIDS.
Justru itu, apabila keinginan seperti Cici yang hendak meneliti tentang PSK serta dampak sosial dan kesehatan patut kita dukung, agar data yang diperoleh menjadi rujukan untuk diberikan kepada para Mahasiswa jika nantinya mereka melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN), maka mereka memanfaatkan data tersebut guna melakukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya hidup sehat dan hindari perilaku seks bebas, serta konsumsi obat terlarang, tujuannya membantu pemerintah dalam menekan penularan penyakit mematikan itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H