Cici merasa tertarik karena mendapati informasi di koran dan berita disejumlah media online, rupanya membahas PSK, bagi Cici merupakan sesuatu yang sifatnya menambah wawasan sekaligus menjadi pengalaman tersendiri, kelak ia berbagi dengan para kerabat, terlebih Jika hasil penelitiannya tersimpan di Perpustakaan pasti dibaca dan dipelajari oleh Mahasiswa.
Selain itu, bagi Cici meneliti tentang PSK merupakan respon atas dinamika sosial, sebab di era keterbukaan informasi saat ini aktivitas PSK pun bisa dibilang menyesuaikan dengan pola kehidupan masyarakat.
Selain itu tingginya angka penderita menjadi alasan dibalik Cici ingin meneliti aktivitas Wanita Pekerja Seks, sehingga nantinya hasil penelitian dapat dijadikan informasi untuk masyarakat, sekaligus LSM yang concern di bidang Kesehatan "saya tertarik setelah membaca berita di koran, bahwa angka penderita masyarakat yang sudah terpapar penyakit mematikan itu sudah capai pada angka yang fantastis yaitu 1.592 orang, katanya
Sesuai data yang dirilis Malut Post maupun beberapa media lokal di Maluku Utara angka penderita HIV/AIDS tiap tahun mengalami peningkatan yang signifikan, ada dua daerah dengan angka tertinggi yaitu Kota Ternate dan Halmahera Utara, data terakhir menunjukkan Kabupaten Halmahera Utara sebagai daerah mengoleksi kasus HIV/AIDS tertinggi yakni 486 penderita.
Kemudian disusul Kota Ternate 467 kasus, Halmahera Barat 112 kasus, Halmahera Timur 61 kasus, Halmahera Selatan 50 kasus, Tidore Kepulauan 47 kasus, Kepulauan Sula 36 kasus, Pulau Morotai 41 kasus, Halmahera Tengah 17 kasus dan Pulau Taliabu 2 kasus (Malut Post edisi, 2 Desember 2019).
Prevalensi kasus HIV/AIDS di Maluku Utara mengalami peningkatan tiap tahun memang tidak terlepas dari keberadaan Wanita "Penjajah seks" sebab ikhwal dari penyakit mematikan itu berawal dari mereka, selain itu juga melalui jarum suntik para pengguna obat terlarang, hanya saja data yang dirilis oleh sejumlah media menunjukkan penderita HIV/AIDS lebih besar melalui Seks Bebas.
Justru itu mahasiswa yang meneliti tentang aktivitas PSK dan dampak buruk yang ditimbulkan merupakan suatu keharusan, sebab selain melengkapi persyaratan agar memperoleh gelar Sarjana, juga menjadi informasi bagi masyarakat agar dapat terhindar dari aktivitas yang dibenci oleh agama tersebut.
Sebelumnya ada beberapa hasil penelitian mahasiswa yang pernah saya baca, diantaranya milik Salpang Kopong, Najibullah dan Ali Maksum Fonae mereka meneliti Legalitas Prostitusi dalam perspektif UU Nomor 21 2007, serta Pendapatan PSK Hingga dampak sosial, dan kesehatan bagi PSK.
Penghuni Lokalisasi yang mereka wawancarai memang memiliki beragam alasan, namun lebih dominan mereka mengungkap motif dibalik nekatnya menjadi wanita penjajah seks ialah faktor ekonomi, dan lebih mirisnya seperti di TPI Wosia, dalam penelitian Salpang Kopong data yang ia peroleh dari total 51 Pekerja Seks 16 orang masih status lajang, sementara 18 orang status menikah dan 17 lainnya adalah Janda.
Memang, total sepuluh Kabupaten/Kota di Maluku Utara daerah yang memiliki lokalisasi secara resmi hanya Halmahera Utara, yakni di TPI Wosia namun merujuk pada data yang dirilis oleh beberapa media lokal di Maluku Utara baik cetak maupun online, menunjukkan bahwa angka penyebaran penyakit HIV/AIDS di tiap-tiap daerah sudah terdeteksi, maka jelas masyarakat yang terjangkit virus mematikan tersebut bukan hanya dari tempat lokalisasi yang sudah dilegalkan, namun juga melalui prostitusi terselubung yang sulit dilacak dan deteksi.
Seperti beberapa pekan lalu masyarakat dihebohkan dengan berita polisi meringkus tiga perempuan muda yang menjajakan jasa layanan seks secara online, mereka memanfaatkan aplikasi MiChat untuk kepentingan esek-esek, justru itu yang lebih menghawatirkan ialah aktivitas PSK yang menyediakan jasa online sebab sulit dikontrol.