Status sebagai negara Super Power silih berganti dari waktu ke waktu. Namun, sebelum era globalisasi, status ini tidak bisa dimbel-embeli sebagai status tunggal dunia.Â
Romawi misalnya, dapat disebut sebagai negara Super Power, hanya saja status itu berlaku di wilayah mediteranian saja, tempatnya berkuasa penuh. Tempat lain di dunia tidak terpengaruh sedikit pun oleh kekuatan politik Romawi.
Semuanya berubah pada era eksplorasi bangsa Eropa. Mulai dari ditemukannya benua Amerika dan timbulnya kolonialisme, sebuah negara dapat memiliki pengaruh terhadap sebuah wilayah yang bahkan jaraknya ribuan mil darinya.
Setelah perseteruan kolonialisme antara Inggris, Perancis, Spanyol dan Portugis, dunia menyaksikan penguasa terbesar lautan, Inggris. Ia menjadi negara super power yang memiliki jajahan paling luas dan pengaruh paling besar di dunia. Ia bahkan mendapat julukan "Negara dimana matahari tidak terbenam" karena wilayahnya yang berada di seantero dunia.
Pasca Perang dingin, Amerika muncul sebagai penguasa tunggal dunia dengan runtuhnya Uni Soviet. Hingga saat ini Ia masih tetap pemilik pengaruh terbesar dalam baik dalam kegiatan politik, sosial, budaya maupun ekonomi dunia.
Namun, kini ada penantang baru. Negara yang dulunya memang berstatus Super Power di wilayahnya, dan sudah berhubungan ekonomi dengan negara-negara lain di dunia sejak dahulu. Tiongkok.
Rencana besar Tingkok Menjadi Negara Adikuasa
Apa persamaan dari jalan raya baru di Pakistan, stasiun kereta baru di Kazakhstan, pelabuhan laut di Sri Lanka yang baru-baru ini dibuka serta jembatan di pedesaan Laos. Semua proyek di atas adalah bagian dari proyek satu negara yang mencakup 3 benua dan menyentuh lebih dari 60% populasi dunia. Tiongkok.
Jika menghubungkan titik-titiknya, tidak sulit untuk melihat negara mana yang dimaksud. China Belt and Road Initiative contohnya, proyek infrastruktur paling ambisius dalam sejarah modern yang dirancang untuk mengalihkan rute perdagangan global. Inilah rencana Tiongkok untuk menjadi negara adikuasa berikutnya di dunia.
Pada tahun 2013 presiden Tiongkok, Xi Jinping memberikan pidato di Kazakhstan di mana ia menjelaskan sejarah Jalur Sutra Kuno: "Jaringan rute perdagangan yang menyebarkan barang, ide, dan budaya di seluruh Eropa, Timur Tengah, dan Tiongkok sejak 200 SM". Dia kemudian berkata: "Kita harus mengambil pendekatan inovatif dan bersama-sama membangun sabuk ekonomi di sepanjang Jalur Sutra ini".
Sebulan kemudian, Xi ada di Indonesia: "Kedua belah pihak harus bekerja sama untuk membangun jalan sutra maritim untuk abad ke-21". Dua frasa ini adalah pertama kali disebutkannya proyek besar Xi, Belt and Road Initiative bernilai jutaan dolar, atau BRI.