Mohon tunggu...
Hilman Firdaus
Hilman Firdaus Mohon Tunggu... -

aku tidak berhenti menciptakan diri [jean-paul sartre]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menggugat Keislaman Saya-dan Mereka

9 Februari 2011   22:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:44 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mengapa bintang bersinar

Mengapa air mengalir

Mengapa bumi berputar

Lihat segalanya lebih dekat

Dan kau akan mengerti.

Kira-kira sebelas tahun yang lalu lagu ini diperdendangkan di dalam sebah film anak-anak yang sangat berkesan, meskipun mungkin lagu ini dinyanyikan Sherina dan Ucy Nurul dalam konteks yang jauh sangat berbeda dengan situasi ini. Titik temunya terdapat pada dua baris terakhir pada bait di atas: betapa kala itu si pembuat lagu dan sutradara film mengajak anak-anak untuk tidak berprasangka.

Memang menyakitkan menyaksikan dua kejadian beruntun di mana dua sisi berbenturan keras, menghantam satu sama lain. Adalah lebih menyakitkan ketika sekelompok orang mewakilkan suatu golongan, yang bahkan berdasarkan statistik sekelompok orang itu tidak mencapai rata-rata dalam statistik untuk mewakili golongan tersebut. Lebih ironis lagi, dari sekelompok kecil itu yang benar-benar mewakili golongannya mungkin kurang dari setengah jumlah kelompok itu.

Reduksialisasi sering terjadi di dalam setiap aspek kehidupan, bahkan di dalam sains yang amat skeptis sekalipun: banyak ilmuan yang tergoda untuk melakukan reduksialisasi. Itu tak lain karena produk kebudayaan selama berabad-abad yang dilingkupi paham mekanisitik-deterministik sebelum akhirnya diguncang oleh paham probabilistik-relativistik awal abad ke-20. Einstein benar ketika menyatakan bahwa suatu kejadian yang serempak bagi seorang pengamat belum tentu serempak bagi pengamat lain: bahwa umat islam biadab di Cikeusik dan anarkis di Temanggung belum tentu sepenuhnya benar.

Sudahkah kita tahu siapa mereka?

Telah mafhum bagi sebagian orang bahwa beragama tak lebih dari formalitas untuk mengisi KTP saja. Bahkan di salah satu stasiun televisi swasta nasional ditayangkan sinetron dengan judul yang memarodikan kehidupan beragama, khususnya agama islam, sebagia representasi dari keislaman yang tidak kaffah. Tengok mereka di Cikeusik dan Temanggung. Kalaupun saat itu mereka meneriakan kalimat-kalimat berbahasa Arab layaknya seorang muslim, kalaupun saat itu mereka menghadapi penyimpangan akidah dan penistaan agama, adakah mereka yang biadab itu beragama islam? adakah para perusuh itu menghayati agama mereka sendiri yang dinistakan oleh orang lain? Atau jangan-jangan, mereka tidak tahu 3 pilar yang menyokong agama islam!!!

Dalam islam, seseorang bisa disebut beriman setelah dia mempercayai enam hal: Allah sebagai tuhan, Malaikat termasuk keseluruhan makhluk ghaib, nabi dan rasul yang diutus Allah, kitab-kitab yang diturunkan Allah, ketentuan-ketentuan Allah (takdir), dan hari kiamat beserta keseluruhan proses kehidupan setelah kematian. Setelah beriman, haruslah berislam: mengucapkan kesaksian, melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, membayar zakat, melaksanakan haji bagi yang mampu. Tingkatan tertinggi setelah itu adalah ihsan: bersikap seolah-olah kita melihat Allah; meskipun kita tidak dapat melihat Allah, sesungguhnya Alah melihat kita. Singkatnya, iman berbicara hakikat (apa), islam membeberkan syariat (bagaimana), ihsan adalah tuntutan makrifat (mengapa).

Adakah orang-orang biadab dan perusuh itu memahami hal tersebut?

Mungkin tidak, karena semua itu tak lebih dari teoritis belaka, dan teori adalah bagian tetek-bengek untuk kalangan akademis. Namun implikasi dari ketidakpahaman itu sangat jelas: sama-sama mengaku islam; yang satu bertingkah polah, yang satu damai-damai saja. Maka pada titik ini saya menggugat keislaman saya sendiri-juga mereka.

Pedoman bagaimana menjadi pemeluk agama islam tertuang dalam rukun islam. Poin pertama berisi pengakuan keesaan Allah dan kerasulan Muhammad. Pengakuan ini bersifat pribadi: hanya individu yang bersangkutan dan Allah yang tahu. Meskipun pada praktiknya seringkali pengakuan itu harus disaksikan sesama umat muslim, itu tak lain adalah penegasan bahwa yang bersangkutan telah menjadi pemeluk agama islam.

Poin kedua adalah melaksanakan shalat lima waktu. Shalat ini penting: Shalat adalah pembeda antara orang islam dan orang non-islam. Tidak perlulah menginjak poin ke-3 sampai ke-5  andai poin ke-2 belum terpenuhi: maka investigasi para biadab di Cikeusik dan perusuh di Temanggung, adakah mereka melaksanakan shalat lima waktu? Seandainya mereka gagal memenuhi kewajiban itu, maka gugurlah keislaman mereka meskipun KTP menyatakan mereka beragama islam.

Formalitas agama di KTP telah menyeret umat islam ke dalam kehancuran, dan orang terlanjur membuat generalisasi: orang islam itu biadab! Orang mungkin lupa betapa tentram hati ketika memasuki mesjid, orang mungkin lupa selama bulan Ramadhan hingga 7 hari setelah lebaran kegiatan ekonomi bergulir cepat, orang mungkin lupa ribuan atau bahkan jutaan hewan ternak disembelih pada hari raya kurban sehingga mereka yang sehari-hari makan nasi dengan garam bisa merasakan nikmatnya daging.

Saya lupa bagaimana wajah islam itu; mereka mungkin juga lupa seperti apa wajah islam itu; apalgi orang-orang telah menutup mata terhadap islam: maka islam saat ini adalah pantai yang porak-poranda oleh tsunami sehingga orang melupakan keindahannya namun mengingat kengeriannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun