Kekuatan itu juga yang akan menaikkan pengaruh Kompasiana di lingkungan Istana. Karakter kerja Jokowi yang terbuka menerima saran, memperhatikan suara netizen serta cepat mengambil keputusan, adalah pintu masuk bagi Kompasiana memperkuat pengaruhnya. Sebagai Ideagoras nomor wahid di Indonesia, Kompasiana tidak akan pernah miskin gagasan. Dengan akses langsung ke Presiden, gagasan-gagasan besar dari Kompasianer bisa langsung disampaikan ke Presiden. Harapannya agar Presiden bisa langsung menindaklanjutinya dalam bentuk keputusan. Hal ini saya tulis dalam artikel berjudul Usai Makan dengan Jokowi, Lalu Apa?.
Popularitas di ring-1 pemerintahan akan turut menaikkan popularitas di luar. Kompasiana atau kegiatannya akan makin sering mendapat porsi pemberitaan di media mainstream. Pertumbuhan jumlah user akan lebih tinggi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Akhirnya, jumlah voice -- termasuk noise -- akan lebih banyak. Di 2016 kita akan makin banyak melihat konten-konten kontroversial di Kompasiana seperti yang sudah-sudah. Seperti kasus Sudirman Said dan Gayus Tambunan di 2015.
Popularitas dan pengaruh ini akan berdampak langsung di lingkungan industri. Akan makin banyak industri yang menggandeng Kompasiana dalam kegiatan key opinion leader, mencari gagasan sampai hard selling. Lomba blogging dan nangkring akan makin banyak di 2016.
PENGELOLAAN KOMUNITAS
Seperti disebut di atas, pertumbuhan jumlah user akan surplus dibanding tahun sebelumnya. Komunitas akan semakin besar dan akan bermunculan komunitas-komunitas internal baru. Namun bukan itu yang penting, tapi bagaimana kelak komunitas ini dikelola dengan cara berbeda di tahun 2016?
Percayalah, Pepih Nugraha dan awaknya telah belajar banyak dari peristiwa bubarnya komunitas Kampret yang keberatan dengan cara main komunitas yang baru. Mereka dapat pelajaran cara mengelola komunitas melalui pendekatan horisontal, bukan hierarki vertikal layaknya industri yang dijalankan secara command control. Saya setuju bila Kompasiana belajar dari cara Kaskus mengelola komunitasnya. Sampai sekarang saya masih melihat Kaskus sebagai role model terbaik dalam mengelola komunitas digital di Indonesia.
Di tahun 2016 kemungkinan kita akan melihat cara-cara baru pengelolaan komunitas dari segi konten. Bila sekarang beberapa rubrik komunitas telah memiliki admin, kelak kurator, editor dan moderator Kompasiana akan dipegang oleh Kompasianer sendiri. Secara bertahap dan melalui mekanisme tertentu. Ini sebenarnya bukan gagasan baru, beberapa awak Kompasiana sepengamatan saya pernah menyampaikan soal ide ini.
Tapi community based content management seperti ini adalah prediksi 2016 yang sangat berani. Karena Kompasiana tidak lahir dari rahim komunitas, tapi dari korporasi besar sebagai ibu kandung. Kompas sebagai korporasi berdiri di atas kultur hierarki vertikal dan command control. Korporasi selalu ingin punya kendali penuh. Kontrol ini yang bisa jadi bola liar bila manajemen konten diserahkan ke komunitas; mereka tak lagi punya kontrol penuh. Kultur dan paradigma kontrol ini kita lihat ketika pengelola Kompasiana terpaksa harus menghapus artikel-artikel kontroversial karena ada 'perintah dari atas'.
Namun seberapapun besarnya resistensi internal Kompasiana dan Kompas akan ide ini, community based content management adalah syarat terpenting berkembangnya komunitas crowd sourcing ke arah yang sehat. Cepat atau lambat akan terjadi. Tapi dibutuhkan pergeseran besar paradigma dan kultur internal.
Prediksi kedua soal pengelolaan komunitas adalah berkembangnya interest group menjadi focus group atau work group yang terlembaga. Selama ini kita hanya kenal komunitas internal Kompasiana yang didirikan berdasarkan minat. Prediksi saya di 2006 akan hadir komunitas yang dibangun secara resmi oleh Kompasiana berdasarkan kompetensi dan untuk dikomersialisasi.
Contoh focus group ini adalah para Kompasianer dengan spesialisasi reportase lapangan akan dikumpulkan dan diberi proyek komersial hasil kerjasama Kompasiana dengan perusahaan rekanan. Begitu pula dengan Kompasianer yang spesialisasi dan reputasi tulisannya di bidang lingkungan hidup, akan menjadi focus group spesifik dengan pola kerja proyek komersial yang sama.
Focus group adalah cara memonetisasi komunitas Ideagoras dengan target output yang spesifik, bukan sekedar menghasilkan voice atau noise secara sporadis lewat hard selling dalam bentuk lomba blogging. Focus group ini adalah hal yang diterapkan Ideagoras di dunia seperti Innocentive yang kliennya mulai dari DuPont sampai White House. Kompasiana memiliki potensi yang sangat besar menjalankan ini seperti yang pernah saya tulis dalam artikel Kompasiana dan Kejeniusan Kolektif Indonesia.