Sebagai mantan seorang 'kaisar' di 'kerajaan'Â software dunia, Agassi tahu benar bagaimana bisnis ini dijalankan. Hanya ketika ilmu pengetahuan dibukalah ia bisa berkembang. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia software. Sebutlah Android, Linux, PHP, Apache, MySQL dsb yang berhasil mengubah wajah dunia digital kita. Begitu juga selayaknya dengan industri otomotif. Teknologi itu harus dibuka seluas-luasnya untuk dikembangkan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat.
"Anda akan menyimpan erat-erat pengetahuan sebagai aset inti perusahaan anda, atau membagikannya kepada orang lain agar mereka juga bisa ikut mengembangkan aset tersebut?" kata Agassi.
Yang dimaksud Agassi adalah industri otomotif tak bisa lagi menutup erat-erat teknologi yang mereka kuasai demi monopoli bisnis bila memang bertujuan menciptakan dunia yang lebih baik. Teknologi, paten, pengetahuan yang selama ini dipegang korporasi harus dibuka kepada masyarakat agar setiap orang bisa berkontribusi, berinovasi serta meningkatkan nilai. Ia mesti dijalankan secara open platform atau platform terbuka.
Tiongkok jauh lebih cepat dalam hal ini. Sebagai negara sosialis, hak paten sebagai hak kekayaan pribadi adalah hal asing di sana.  Segala sesuatu dianggap milik masyarakat, termasuk ilmu pengetahuan. Itu sebabnya seseorang di Tiongkok bisa membuat sepeda motor bahkan mobil di bengkel pribadi rumahnya. Sangat banyak distrik di Tiongkok yang produksi andalannya adalah produk otomotif dan mereka beri merk 'seenaknya'. Distrik Jiading, contohnya.
Tiongkok juga punya rencana ambisius dalam mewujudkan electric car network. Negeri Tirai Bambu itu menargetkan pemakaian 5 juta mobil listrik pada 2020. Mereka membangun electric car network berupa stasiun pengisian listrik di pemukiman, distrik bisnis, ruang publik, serta jalan raya antar kota. Setiap komplek perumahan baru harus punya minimal satu stasiun pengisian baterai. Sementara 10 persen dari luas parkir umum diwajibkan untuk menjadi lahan stasiun pengisian. Harus ada setidaknya satu stasiun pengisian untuk setiap 2.000 mobil listrik. Itu artinya, proyek ini berencana untuk menambah jumlah stasiun pengisian listrik hingga jumlahnya mencapai 2.500 unit.
Penjualan mobil listrik belakangan sangat menjamur di Tiongkok. Dalam delapan bulan pertama 2015, penjualan mobil listrik melonjak 270 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya, atau terjual 108.654 unit, baik dari produsen lokal atau produsen global. Bahkan Zhejiang 001 Group menciptakan mobil listrik yang dilengkapi solar panel dengan harga hanya Rp55 juta per unit!
[caption caption="Seorang pengendara mobil listrik di Tiongkok sedang mengisiulang baterai mobilnya di tempat parkir. (sumber: people.cn)"]
[caption caption="Penyewaan mobil listrik untuk umum di Hangzhou, Tiongkok. (sumber: china.org.cn)"]
MOBIL LISTRIK SEBAGAI EKOSISTEM DAN PERTAMINA SEBAGAI GARDA DEPAN
Kita tak bisa melihat mobil atau kendaraan listrik lain hanya sebatas terobosan atau teknologi baru industri otomotif. Ia adalah jalan untuk menyelamatkan peradaban manusia, lingkungan, ekonomi dan sosial politik. Mobil listrik adalah jalan kita menuju kemandirian energi mengingat betapa banyak BBM yang kita bakar, dan hampir seluruhnya impor. Hingga untuk mewujudkannya tak bisa sekedar memandangnya sebagai entitas produk. Ia harus diwujudkan sebagai ekosistem. Ekosistem ini dibangun lewat infrastruktur, teknologi, kebijakan, insentif, anggaran, pemberdayaan masyarakat, kerjasama global, keterbukaan, integritas dan kolaborasi.
Kita mesti banyak belajar dari cara Google lewat Android dan Apple lewat iPhone berhasil membangun ekosistem smart device. Ekosistem itulah yang juga harus kita wujudkan dalam electric car network.
Pertamina sebagai pemain utama bidang energi di Indonesia, harus maju sebagai garda terdepan. Berkiprah dalam pengembangan teknologi mobil listrik juga bukan hal baru bagi Pertamina. Di lobi Gedung Utama Kantor Pusat Pertamina di Jakarta bahkan bertengger Stasiun Pengisian Listrik Umum (SPLU) atau SPBU Listrik.