UGC yang dijalankan lewat mekanisme produksi perorangan (peer production) secara kolaboratif nyatanya telah mengakselerasi inovasi, ilmu pengetahuan, keadilan informasi serta peningkatan nilai dalam segala bidang. Mulai politik hingga hukum, dari ekonomi hingga sosial. UGC telah benar-benar mengubah wajah dunia yang kita kenal dari yang tersentralisasi menjadi terdesantralisasi, mandiri, inovatif dan kolaboratif.
[caption caption="Gambaran user generated content di internet yang berlangsung saat ini. Mungkinkan ini dilakukan di sektor energi? (sumber: silvercreativegroup.com)"]
Berkat UGC, pengguna internet tak lagi tergantung dari penyedia informasi mainstream seperti pemerintah, kantor berita atau content provider lain. Setiap orang merdeka dalam penyediaan kebutuhannya akan informasi dan saling bekerjasama secara peer to peer memenuhi kebutuhan tersebut.
Ketika UGC mungkin dilakukan, mengapa tidak dengan user generated energy (UGE)?
"Sejak Thomas Alfa Edison wafat, kita hanya telah menciptakan lampu neon. Selebihnya tidak ada," ujar Leonard Gross, eksekutif Hydro One, perusahaan utilitas kelistrikan.
RAVINA PROJECT: PARADIGMA BARU BIDANG ENERGI MIKRO
Tahukah anda, dua per tiga energi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga batubara dan gas terbuang dalam bentuk panas. Listrik yang sampai ke rumah anda hanya 8% dari total energi yang dihasilkan oleh pembangkit -- sisanya habis dalam perjalanan. Sentralisasi jaringan listrik ini tak efisien, mahal, berisiko tinggi, berdampak luas dan tak punya wadah cadangan. Pemadaman listrik atau blackout di Amerika Serikat dan Kanada tahun 2003 yang melumpuhkan 55 juta warga selama 48 jam telah merugikan negara itu sejumlah $ 80 miliar atau Rp 1.120 triliun. Jaringan tersentralisasi ini bukan hanya mahal, tapi jauh lebih mahal lagi bila padam.
Blackout tahun 2003 meyakinkan Gordon dan Susan Fraser bahwa mereka berada dalam sebuah sistem energi yang vulnerable atau berisiko tinggi. Pasangan yang tinggal di 75 Ravina Crescent, timur Ontario Kanada ini ngeri membayangkan bagaimana bila blackout itu terjadi di musim dingin dimana suhu bisa mencapai -30 derajat celcius.
"Kami bisa mati. Kami menginginkan sumber energi alternatif bila saja ada kegagalan dalam sistem jaringan listrik," ujar Susan.
Tahun 2006, pasangan yang sudah pensiun bekerja ini memulai eksperimen secara otodidak membangun pembangkit listrik tenaga matahari melalui solar panel atau panel surya1,5 kilowatt (kW) di atap rumah. Sebagai mantan programmer komputer, Gordon membuat dudukan panel surya yang bisa bergerak mengikuti arah sinar matahari untuk memaksimalkan energi yang masuk. Dudukan itu terintegrasi dengan integrated satellite receiver and descrambler (IRD) untuk mengontrol pergerakannya. IRD biasa digunakan untuk piringan satelit, tapi Gordon memakainya untuk panel surya. Energi yang masuk kemudian ditampung ke dalam baterai besar sebagai storage.
[caption caption="Panel surya di rumah Gordon dan Susan Fraser, awal mulanya Ravina Project. (sumber: Youtube)"]
Setahun kemudian, dengan menambah satu baterai lagi pasangan Fraser bisa memenuhi 94% kebutuhan listrik rumah tangga mereka lewat panel surya. Mei 2007, mereka keluar dari jaringan listrik utama dan hanya menggunakan panel surya untuk kebutuhan listrik. Mereka juga menambah turbin angin di belakang rumah sebagai pembangkit yang membuat mereka surplus listrik. Pasutri ini telah membuktikan bahwa penyediaan energi di lingkup mikro bisa dilakukan secara mandiri, inovatif dan bebas emisi. Tak hanya itu, surplus energi bisa mereka kirimkan ke dalam jaringan listrik utama untuk membantu orang lain.