Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kita dan Hiperealitas

17 Juni 2015   11:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:40 14783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lihatlah foto-foto Facebook kita. Begitu tampan, cantik, sukses dan bahagia. Berfoto di depan mobil atau tempat wisata luar negeri. Lalu bandingkan dengan wajah kita di cermin atau saldo tabungan pribadi. Kita jadi mudah menilai orang dari apa yang ia hadirkan di internet. Dari tulisannya kita anggap ia pandai, dari update statusnya kita anggap ia baik hati, atau dari fotonya kita anggap ia punya fisik tanpa cela. Padahal kita tak pernah ketemu orang itu. Kita dengan mudah mengabaikan hal-hal lain yang hidup di luar hiperealitas -- dan hal lain itu lah kenyataan sebenarnya.

(Ilustrasi hiperealitas membuat kita makin aktif dan empatik di dunia maya tapi minim tindakan di dunia nyata/9gag.com)

Dalam tulisan berjudul Gerakan 20 Mei dan Konversi yang Gagal, saya menjelaskan bahwa hingar-bingar penggulingan Jokowi di media sosial ternyata jauh berbeda dengan aksi di dunia nyata. Kita bisa tampil begitu peduli dan empatik di media sosial, tapi di saat yang sama bisa sangat apatis dan permisif di dunia nyata. Media sosial buat pergaulan kita makin luas, tapi kita makin antisosial. Kita dengan mudah ikut 'save ini' atau 'save itu', tapi belum tentu bersedia bertindak secara nyata. Kita dengan semangat ikut berkabung atas kematian Angeline di media sosial, tapi belum tentu mau melapor ke polisi bila punya tetangga yang tiap hari memukuli anaknya.

Siapa kita sebenarnya?

"Bahwa kau adalah seorang budak. Seperti yang lain, kau lahir dalam keadaan terkekang, lahir dalam penjara yang tak bisa kau cium, rasakan atau sentuh. Sebuah penjara bagi pikiranmu. Sayangnya, tak ada yang bisa ceritakan apa itu Matrix. Kau harus melihatnya sendiri. Inilah kesempatan terakhirmu. Setelah ini kau tak bisa kembali lagi. Kau telan pil biru, ceritanya berakhir, kau bangun di ranjangmu dan percaya apa pun yang mau kau percayai. Kau telan pil merah, kau tinggal di Negeri Ajaib dan aku tunjukkan sejauh mana lubang kelincinya. Ingat, aku hanya menawarkan realitas. Tak lebih dari itu," kata Morpheus kepada Neo dalam The Matrix.

Pil merah atau biru yang anda pilih? (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun