Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sebuah Dunia Tanpa Dompet

4 Juni 2015   10:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   11:12 3004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Integrated e-ID Nigeria yang memadukan data KTP, paspor, SIM, asuransi kesehatan dan rekening bank (Dailypost.ng)

MOBILE PAYMENT MENANG KARENA SEMUA UNTUNG

Ketika uang diubah menjadi kartu sejak Diners Club lahir tahun 1950, ia hanya jadi urusan bank penerbit, prinsipal kartu kredit (seperti Visa, Mastercard, Diners Club atau American Express) dan merchant. Hanya tiga pihak ini saja yang bekerjakeras mempopulerkan kartu pembayaran.

Mobile payment lahir ketika penetrasi sinyal selular dan internet makin besar, serta jumlah ponsel makin banyak. Mobile payment turut menguntungkan entitas bisnis lain di luar perbankan, prinsipal dan toko. Mereka yang menikmati gurihnya adalah pembuat ponsel, operator selular, penyedia jasa internet dan mesin server, produsen NFC, penyedia digital wallet, sampai toko online. Mereka secara ‘keroyokan’ mempopulerkan mobile payment dan uang elektronik karena ada ‘kue’ mereka di sana.

Sementara di sisi pengguna, ketergantungan mereka terhadap infrastruktur perbankan seperti kantor cabang dan ATM juga makin berkurang, tapi akses mereka ke uang pribadi makin luas, tanpa batas (borderless) dan real-time. Selama masih ada sinyal ponsel atau internet, pengguna bisa melakukan transaksi perbankan. Selama toko punya mesin NFC atau EDC, pembelian bisa dilakukan. Bahkan beberapa jaringan minimarket Indonesia melayani tarik tunai lewat kartu debit dan rekening ponsel.

Bagi perbankan dan pemerintah, uang elektronik dan mobile payment adalah jalan keluar mengatasi tingkat kepemilikan rekening bank yang masih rendah di masyarakat Indonesia. Masih 120 juta masyarakat Indonesia yang unbanked atau belum tersentuh perbankan. Masalah utamanya adalah kondisi geografis dan persebaran penduduk di pedesaan. Sementara, butuh banyak biaya bagi bank untuk membangun infrastruktur kantor cabang dan penyediaan mesin ATM. Itu sebabnya perbankan Indonesia gencar dalam strategi branchless banking (perbankan tanpa kantor cabang) ke wilayah pedesaan atau terpencil bekerjasama dengan operator selular dan Kantor Pos. Mereka bersama-sama mendorong penggunaan rekening ponsel, uang elektronik dan mobile payment.

Dematerialisasi adalah keniscayaan. Manusia pasti akan mengubah satu materi ke materi lain untuk kepentingan ekonomi sekaligus pertahanan hidup. Ketika kertas, tulisan dan kartu sudah ditransformasikan ke dalam bentuk digital dalam ekosistem konektivitas yang makin tersebar, kita meringkas makin banyak materi ke dalam piranti yang multi-guna dan mudah dibawa. Saat ini barang itu bernama ponsel. Suatu saat, bukan tak mungkin piranti itu berbentuk chip yang ditanam dalam tubuh — seperti film fiksi sains.

Mungkin banyak yang tidak setuju dengan pendapat saya ini. Tapi saya yakin dompet tak lama lagi akan jadi barang pajangan musium. Bagaimana menurut anda? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun