Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Petaka Tunai di Phuket

21 April 2015   15:47 Diperbarui: 4 April 2017   18:14 17633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429605912506775665

[caption id="attachment_411562" align="aligncenter" width="560" caption="Kenangan di Phuket: Nama saya dan istri di marmer donasi Big Budha Phuket (dokpri)"][/caption]

Pertengahan tahun 2014 lalu saya berdua dengan istri berlibur 10 hari di Phuket dan Bangkok, Thailand. Ini bukan liburan pertama kami ke luar negeri. Tapi ada yang tidak berubah: selalu menukar Rupiah ke mata uang atau kurs negara tujuan sebelum berangkat.

Saya termasuk orang yang lebih suka bertransaksi non-tunai dengan kartu debit, kartu kredit atau internet/mobile banking. Tapi, selalu ada kekhawatiran soal penarikan tunai di mesin ATM luar negeri lewat kartu debit. Sebenarnya kami sudah mengalami sendiri bahwa tidak ada masalah dengan penarikan tunai di ATM luar negeri lewat kartu debit atau kartu kredit. Ini sudah kami coba di 2013 ketika berlibur ke Malaysia dan Singapura. Selama ATM itu bertanda Visa atau Mastercard, uang keluar dengan lancar. Tapi saat di Malaysia dan Singapura waktu itu masih dalam tahap coba-coba, eh tahunya tidak ada masalah.

Sebelum berangkat ke Thailand, kami sudah menganggarkan dana Rp40 juta di luar biaya tiket pesawat dan hotel yang kami pesan secara online dan bayar dengan kartu kredit. Mau dibawa dalam bentuk apa Rp40 juta ini?
Apakah dalam bentuk tunai Thailand Baht (THB) yang ditukar di dalam negeri, atau tarik tunai ATM dan gesek kartu debit di sana saja ketika belanja?

Meski sudah terbukti berhasil di Singapura dan Malaysia, kami masih khawatir apakah bisa berhasil juga di Thailand? Cemas kalau bank nasional dan bank luar negeri tidak 'konek'.
Kalau tidak berhasil menarik dana dari kartu debit bank dalam negeri ini di Thailand, masih ada beberapa kartu kredit yang bisa digunakan untuk menarik tunai. Penggunaan kartu kredit untuk tarik tunai menurut saya lebih besar peluang berhasilnya dibanding kartu debit dalam negeri. Tapi karena kami tidak ingin kebablasan pakai kartu kredit dan juga sudah tersedia anggarannya di rekening bank, maka kami tetap prioritaskan kartu debit. Limit kartu kredit kami yang sangat besar bisa bikin kami kehilangan kendali. Jadi kami ingin kontrol anggaran dengan mendisiplinkan diri lewat kartu debit.

Maka saya menelepon customer service bank yang menerbitkan kartu debit ini, sebuah BUMN perbankan. Petugas bilang tidak ada masalah selama ATM di Thailand memasang logo Visa yang juga tertera di kartu saya. Kurs yang dikenakan adalah kurs real time Visa. Fee yang dikenakan sekitar THB 50-100. Intinya, kata mbak petugas itu bisa!

Masih kurang puas, saya surfing internet baca pengalaman orang lain soal pengalaman tarik tunai debit di Thailand. Tidak ada tulisan soal keluhan, tuh. Lancar - lancar saja.

Jadi kami sudah punya beberapa sumber dan pengalaman yang menyimpulkan menarik uang dari kartu debit di ATM luar negeri tak ada masalah. Tapi kok ya masih ragu juga......
Kami khawatir sekali kesenangan liburan terganggu karena masalah uang. Jadi kami putuskan cari aman saja. Rp30 juta ditukar ke THB di dalam negeri, Rp10 juta sisakan di rekening.

Kami tinggal di Balikpapan, Kalimantan Timur. Bank besar di sini tidak melayani penukaran ke THB. Yang melayani hanya tempat penukaran valas swasta yang jumlahnya cuma dua tempat. Sebelum menukar saya cek nilai tukar terakhir di internet THB 1 seharga Rp 350. Lumayan lah, Rp 30 juta bisa dapat THB 85.744, pikir saya. Tapi betul kah begitu?

Petugas penukaran valas menghargai THB 1 senilai Rp 425. Selisih Rp 75/THB dari nilai kurs real time!
Artinya, dengan Rp 30 juta, kami hanya mendapatkan THB 70.588. Selisih Rp 75/THB itu membuat kami harus keluar uang Rp 5,3 juta. Kami sempat berpikir keras di sana. Tapi karena kami cari aman dan mengabaikan pengalaman serta informasi, maka kami memutuskan menukar saja semua Rp 30 juta. Cari aman itu harus kami bayar seharga Rp 5,3 juta sebagai selisih. Menurut kami itu jumlah yang sangat besar.

Kami terbang dari Balikpapan, transit di Kuala Lumpur dan menuju Phuket. Setelah berkemas di hotel, barang yang pertama saya cari adalah ATM. Soalnya saya penasaran betul soal kurs ini, padahal istri santai saja. Kebetulan ada ATM bank lokal Thailand berlogo Visa 30 meter dari hotel.

Saya masukkan kartu debit ke ATM, berhasil. Masukkan PIN, berhasil. Saya memilih penarikan tunai THB 1.000 dari pilihan terbesar THB 7.500 (seingat saya). ATM menyebutkan ada fee penarikan sebesar THB 100. Oke tidak masalah. Uang THB 1.000 keluar.
Karena tidak bisa cek saldo rekening di ATM, saya akses internet banking dari ponsel. Di bagian mutasi tercatat ada penarikan Rp 355.000 dan fee penarikan ATM Rp 35.000. Serasa disambar geledek!

Artinya, kurs Visa saat itu THB 1 dihargai hanya Rp 355. Saya langsung cek valas real time di internet, THB 1 senilai Rp 352. Jadi selisih kurs Visa dengan harga kurs pasaran dunia hanya Rp 3/THB, bukan Rp 75/THB seperti ketika kami tukar di Balikpapan. Kalau kami tidak 'segitunya' cari aman dan mengabaikan pengalaman serta informasi, dengan Rp 30 juta kami bisa mendapatkan THB 84.507, bukannya THB 70.588. Saya rugi THB 13. 900!

Saking kesalnya mesin ATM yang tidak bersalah itu hampir saya tinju. Tapi karena tak mau masuk penjara di negeri orang, jadi saya urungkan niat jelek itu.

Tapi cukup sampai di situ kah penderitaan saya karena persoalan tunai ini? Ternyata tidak.

Tak jauh dari hotel ada Jungceylon, sebuah mal terbesar Phuket di kawasan Patong. Mirip kawasan Legian dan Kuta di Bali. Kami mampir ke toko baju dan beli beberapa helai. Total harga di kasir THB 1.400. Saya mau menjajal lagi kehebatan kartu debit bank nasional ini di negeri orang. Saya tanya ke kasir apakah bisa membayar pakai kartu debit, petugas melihat sekilas kartu saya dan menjawab bisa. Mungkin dia melihat logo Visa di situ. Saya tanya apakah ada fee tambahan, dia jawab tidak tahu. Katanya itu tergantung bank penerbit. Oke, tak masalah. Digesek lah kartu debit itu ke mesin EDC. Sreeekkk!
Tak lama kertas nota keluar. Eureka! Berhasil!

Setelah beres urusan kasir, saya langsung ambil ponsel dan periksa mutasi di internet banking. Hanya terlihat debit Rp 497.000 atau THB 1.400 dikali Rp355, dari merchant nama toko tadi. Tidak ada fee sama sekali seperti penarikan tunai di ATM sebelumnya. Perlakuannya sama dengan menggunakan kartu kredit di luar negeri untuk pembayaran di merchant atau toko.

Lah, jadi buat apa sampai rugi Rp5,3 juta dari selisih kurs karena ngotot cari aman bawa tunai?
Buat apa bawa segepok uang sebanyak ini sepanjang perjalanan di negeri orang memenuhi dompet dan kantong sambil selalu cemas kehilangan?
Apalagi harga barang dan jasa di Thailand jauh lebih murah dibanding dalam negeri. Harga kaos untuk oleh-oleh rata-rata harganya cuma THB 80-100 atau kurang dari Rp35.000/helai. Jadi, selisih THB 13. 900 itu benar-benar sangat berharga buat kami.

Maka hari pertama saya di Thailand hanya diisi dengan ngedumel dan bersumpah tidak akan menukar kurs tunai di dalam negeri. Untung saja istri saya yang tidak terlalu perhitungan selalu bisa menghibur. Saya sampai heran dan kesal sama diri sendiri. Sebagai orang yang berprofesi di bidang tekonologi komunikasi dan informasi, kok masih menganggap dunia perbankan itu kuno sekali sampai urusan real time connect ke bank luar negeri saja tidak bisa. Alangkah naif dan bodohnya saya.

Petakanya tidak sampai di situ.
Selama di Thailand kami 'bertekad' berbelanja hanya dengan tunai Rp 30 juta dalam bentuk THB 70.588 ini. Pokoknya jangan gesek kartu debit (kecuali yang ujicoba di toko sebelumnya) dan kartu kredit. Habiskan saja dulu tunainya, kalau masih kurang baru kerahkan kartu debit dan kartu kredit. Tapi ternyata kami tidak seboros yang kami sangka. Di hari terakhir selama 10 hari di Thailand, uang tunai kami masih tersisa sekitar THB 10.000 atau Rp 4.250.000. Tidak bisa dihabiskan di destinasi wisata lain karena kami sudah kehabisan waktu. Kalau dibelikan lebih banyak oleh-oleh bukan saja kami harus beli koper tambahan (yang sebenarnya kami sudah beli 2 koper tambahan baru), tapi juga biaya bagasi pesawat. Masak sih harus keluar uang begitu banyak buat oleh-oleh? Kami berlibur untuk menyenangkan diri sendiri, bukan untuk orang lain.

Jadi kami memutuskan membawa pulang THB 10.000 itu dan akan menukar di tempat penukaran valas di Balikpapan. Padahal, dengan selisih kurs Rp 75/THB saat menukar, sisa THB 10.000 itu mengandung Rp 750.000 sebagai selisih. Artinya, selisih yang kami bayarkan itu tak berarti apa-apa karena tak dibelanjakan.

Petaka terakhir terjadi di tempat penukaran valas di Balikpapan tempat kami sebelumnya membeli THB. Sekarang kami ingin menjual THB ke Rp. Saya cek nilai valas THB terhadap Rp real time secara online saat itu Rp 351/THB. Sesampai di tempat penukaran, Petugas valas katakan THB 1 dihargai Rp 270. Ya ampun!

Kekesalan saya bertumpuk-tumpuk. Bukan saja karena sebelumnya kami harus membayar selisih Rp 75/THB saat membeli THB dan tunai ini bersisa cukup banyak. Tapi sekarang kami juga harus membayar selisih Rp 81/THB saat akan menjual uang kertas THB ini ke Rp. Sebelumnya, untuk membeli tunai THB 10.000 saya harus membayar Rp 4.250.000. Tapi ketika saya ingin menjual kembali tunai THB 10.000 ini, saya hanya dapat Rp 2.700.000. Saya rugi selisih Rp 1.550.000!
Meski kesal, saya paham bahwa tempat penukaran valas memang entitas bisnis yang cari untung, bukan cari rugi. Kami lah yang salah. Dengan berat hati, akhirnya kami tukarkan THB 10.000 itu menjadi hanya Rp 2.700.000.

Malam hari di rumah, saya menghitung berapa tepatnya angka kerugian saya karena petaka uang tunai ini. Berikut perhitungannya:

* Modal: Rp30.000.000
* Kurs beli THB dari Rp di tempat penukaran valas: Rp425/THB
* Kurs beli THB dari Rp di ATM Visa: Rp355/THB
* Selisih kurs visa dan penukaran valas tunai: Rp70/THB
* Modal dikonversikan ke THB berdasar kurs penukaran tunai valas: THB 70.588
* Bila modal dikonversikan ke THB berdasar kurs Visa: THB 84.507
* Selisih antara penukaran valas tunai dibandingkan menarik dari ATM Visa: THB 13. 900
* Nilai selisih bila dikonversikan ke kurs Visa Rp355/THB: Rp 4.934.000

Kerugian pertama penukaran (beli) tunai valas ini adalah Rp 4.934.000

* Sisa modal: THB 10.000
* Kurs jual THB ke Rp di tempat penukaran valas: Rp 270/THB
* Selisih antara kurs jual dan kurs beli THB terhadap Rp: Rp 155/THB
* Biaya yang timbul akibat selisih jual dan beli THB terhadap Rp: Rp 1.550.000

Kerugian kedua penukaran (jual) tunai valas ini adalah Rp 1.550.000

Kerugian total (kerugian pertama + kerugian kedua): Rp 6.484.000
Prosentase kerugian total berdasarkan modal: 21%

Kesimpulannya, sikap cari aman, kebodohan dan kenaifan kami itu harus dibayar senilai 21% dari keseluruhan modal yang kami miliki atau Rp 6.484.000 dari total modal Rp 30 juta. Luar biasa besarnya.

Kami sudah punya pengalaman cukup soal urusan kurs tunai ini di Malaysia, Singapura dan Thailand. Sejak saat itu saya rajin 'kampanye' ke teman yang hendak ke luar negeri agar membawa mata uang tunai negara tujuan secukupnya saja, setidaknya cukup sampai hotel. Selebihnya tarik tunai ATM di sana atau gesek di mesin EDC ketika berbelanja. Dijamin berhasil dan sangat menguntungkan. Menukar seluruh dana anggaran berpergian dalam bentuk tunai ke mata uang negara tujuan di dalam negeri, dijamin merugikan (sepengalaman saya).

Tahun ini kami berencana liburan ke benua lain. Tapi hasrat ingin cari aman itu hinggap di kepala lagi. Kok tidak kapok-kapok ya? [*]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun