Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Petaka Tunai di Phuket

21 April 2015   15:47 Diperbarui: 4 April 2017   18:14 17633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1429605912506775665

Saya masukkan kartu debit ke ATM, berhasil. Masukkan PIN, berhasil. Saya memilih penarikan tunai THB 1.000 dari pilihan terbesar THB 7.500 (seingat saya). ATM menyebutkan ada fee penarikan sebesar THB 100. Oke tidak masalah. Uang THB 1.000 keluar.
Karena tidak bisa cek saldo rekening di ATM, saya akses internet banking dari ponsel. Di bagian mutasi tercatat ada penarikan Rp 355.000 dan fee penarikan ATM Rp 35.000. Serasa disambar geledek!

Artinya, kurs Visa saat itu THB 1 dihargai hanya Rp 355. Saya langsung cek valas real time di internet, THB 1 senilai Rp 352. Jadi selisih kurs Visa dengan harga kurs pasaran dunia hanya Rp 3/THB, bukan Rp 75/THB seperti ketika kami tukar di Balikpapan. Kalau kami tidak 'segitunya' cari aman dan mengabaikan pengalaman serta informasi, dengan Rp 30 juta kami bisa mendapatkan THB 84.507, bukannya THB 70.588. Saya rugi THB 13. 900!

Saking kesalnya mesin ATM yang tidak bersalah itu hampir saya tinju. Tapi karena tak mau masuk penjara di negeri orang, jadi saya urungkan niat jelek itu.

Tapi cukup sampai di situ kah penderitaan saya karena persoalan tunai ini? Ternyata tidak.

Tak jauh dari hotel ada Jungceylon, sebuah mal terbesar Phuket di kawasan Patong. Mirip kawasan Legian dan Kuta di Bali. Kami mampir ke toko baju dan beli beberapa helai. Total harga di kasir THB 1.400. Saya mau menjajal lagi kehebatan kartu debit bank nasional ini di negeri orang. Saya tanya ke kasir apakah bisa membayar pakai kartu debit, petugas melihat sekilas kartu saya dan menjawab bisa. Mungkin dia melihat logo Visa di situ. Saya tanya apakah ada fee tambahan, dia jawab tidak tahu. Katanya itu tergantung bank penerbit. Oke, tak masalah. Digesek lah kartu debit itu ke mesin EDC. Sreeekkk!
Tak lama kertas nota keluar. Eureka! Berhasil!

Setelah beres urusan kasir, saya langsung ambil ponsel dan periksa mutasi di internet banking. Hanya terlihat debit Rp 497.000 atau THB 1.400 dikali Rp355, dari merchant nama toko tadi. Tidak ada fee sama sekali seperti penarikan tunai di ATM sebelumnya. Perlakuannya sama dengan menggunakan kartu kredit di luar negeri untuk pembayaran di merchant atau toko.

Lah, jadi buat apa sampai rugi Rp5,3 juta dari selisih kurs karena ngotot cari aman bawa tunai?
Buat apa bawa segepok uang sebanyak ini sepanjang perjalanan di negeri orang memenuhi dompet dan kantong sambil selalu cemas kehilangan?
Apalagi harga barang dan jasa di Thailand jauh lebih murah dibanding dalam negeri. Harga kaos untuk oleh-oleh rata-rata harganya cuma THB 80-100 atau kurang dari Rp35.000/helai. Jadi, selisih THB 13. 900 itu benar-benar sangat berharga buat kami.

Maka hari pertama saya di Thailand hanya diisi dengan ngedumel dan bersumpah tidak akan menukar kurs tunai di dalam negeri. Untung saja istri saya yang tidak terlalu perhitungan selalu bisa menghibur. Saya sampai heran dan kesal sama diri sendiri. Sebagai orang yang berprofesi di bidang tekonologi komunikasi dan informasi, kok masih menganggap dunia perbankan itu kuno sekali sampai urusan real time connect ke bank luar negeri saja tidak bisa. Alangkah naif dan bodohnya saya.

Petakanya tidak sampai di situ.
Selama di Thailand kami 'bertekad' berbelanja hanya dengan tunai Rp 30 juta dalam bentuk THB 70.588 ini. Pokoknya jangan gesek kartu debit (kecuali yang ujicoba di toko sebelumnya) dan kartu kredit. Habiskan saja dulu tunainya, kalau masih kurang baru kerahkan kartu debit dan kartu kredit. Tapi ternyata kami tidak seboros yang kami sangka. Di hari terakhir selama 10 hari di Thailand, uang tunai kami masih tersisa sekitar THB 10.000 atau Rp 4.250.000. Tidak bisa dihabiskan di destinasi wisata lain karena kami sudah kehabisan waktu. Kalau dibelikan lebih banyak oleh-oleh bukan saja kami harus beli koper tambahan (yang sebenarnya kami sudah beli 2 koper tambahan baru), tapi juga biaya bagasi pesawat. Masak sih harus keluar uang begitu banyak buat oleh-oleh? Kami berlibur untuk menyenangkan diri sendiri, bukan untuk orang lain.

Jadi kami memutuskan membawa pulang THB 10.000 itu dan akan menukar di tempat penukaran valas di Balikpapan. Padahal, dengan selisih kurs Rp 75/THB saat menukar, sisa THB 10.000 itu mengandung Rp 750.000 sebagai selisih. Artinya, selisih yang kami bayarkan itu tak berarti apa-apa karena tak dibelanjakan.

Petaka terakhir terjadi di tempat penukaran valas di Balikpapan tempat kami sebelumnya membeli THB. Sekarang kami ingin menjual THB ke Rp. Saya cek nilai valas THB terhadap Rp real time secara online saat itu Rp 351/THB. Sesampai di tempat penukaran, Petugas valas katakan THB 1 dihargai Rp 270. Ya ampun!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun