Mohon tunggu...
Hilma Nuraeni
Hilma Nuraeni Mohon Tunggu... Penulis - Bachelor Degree of Public Education University of Ibn Khaldun Bogor

INFP-T/INFJ Book, nature, classical music, and poem🍁 Me and my writing against the world 🌼

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cat Calling, Normalisasi atau Kriminalisasikan?

25 November 2024   12:15 Diperbarui: 25 November 2024   12:17 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cat Calling: Normalisasi atau Kriminalisasikan?

Kamu pernah tidak sih jalan di tempat umum, tiba-tiba disuitin, dipanggil-panggil dengan nada menggoda, atau bahkan dilempar komentar yang tidak penting soal penampilanmu? Itu namanya cat calling. Hal yang terlihat sepele, tapi dampaknya bisa besar banget. Apakah ini cuma "basa-basi jalanan" yang normal, atau sudah seharusnya dianggap serius bahkan dikriminalisasi?

Cat Calling: Lebih dari Sekadar Godaan Jalanan

Banyak yang anggap cat calling cuma iseng belaka, candaan, atau bentuk apresiasi terhadap penampilan seseorang. Tapi, realitanya tidak sesederhana itu. Cat calling adalah bentuk pelecehan verbal yang bikin korban merasa tidak nyaman, tidak aman, bahkan trauma. Coba bayangin lagi: ada orang asing yang tiba-tiba "mengomentari" tubuhmu, tanpa peduli perasaanmu. Apa itu wajar?

Studi menunjukkan bahwa cat calling seringkali menanamkan rasa takut atau bikin korban jadi lebih waspada. Akibatnya, korban mungkin menghindari tempat tertentu atau bahkan merasa bersalah atas apa yang mereka pakai. Ini bukan soal "baper" atau "tidak bisa terima pujian," ini soal harga diri dan keamanan.

Kenapa Masih Dinormalisasi?

Sayangnya, banyak masyarakat kita masih menganggap ini hal biasa. "Kan cuma bercanda." "Dia harusnya bangga dipuji." Alasan-alasan seperti ini menunjukkan bahwa banyak orang belum paham esensi masalahnya.

Yang bikin sedih, normalisasi ini sering diperkuat lewat media dan budaya populer. Lihat saja film atau sinetron yang menggambarkan godaan di jalan sebagai hal romantis atau lucu. Padahal, di dunia nyata, ini jauh dari lucu.

Yang lebih mengkhawatirkan, cat calling seringkali jadi pintu masuk ke pelecehan yang lebih serius. Kalau hal kecil seperti ini saja dianggap normal, apa jaminan bahwa bentuk pelecehan lain tidak ikut dinormalisasi?

Haruskah Dikriminalisasi?

Banyak negara sudah mulai mengambil langkah tegas terhadap cat calling. Di Prancis, misalnya, pelaku bisa kena denda kalau terbukti melakukan pelecehan verbal di tempat umum. Ini menunjukkan bahwa cat calling diakui sebagai masalah serius, bukan sekadar "lelucon."

Bagaimana dengan Indonesia? Saat ini, kita belum punya hukum spesifik soal ini, Tapi, kriminalisasi cat calling di Indonesia masih menjadi perdebatan. Ada yang bilang ini terlalu berlebihan, ada juga yang percaya ini langkah penting untuk melindungi hak asasi manusia.

Sebenarnya, ini bukan cuma soal hukuman, tapi juga edukasi. Hukum memang penting untuk memberikan efek jera, tapi yang lebih penting adalah bagaimana kita membangun budaya saling menghormati.

Mulai dari Kita Sendiri

Perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Kalau kamu pernah melakukan cat calling, berhenti sekarang juga. Tidak ada alasan untuk bikin orang lain merasa tidak nyaman. Dan kalau kamu jadi korban, penting untuk tahu bahwa kamu tidak salah. Jangan takut bicara atau melapor jika perlu.

Sebagai masyarakat, kita juga perlu lebih peka. Kalau melihat orang lain jadi korban, jangan diam saja. Kadang, sekadar menemani korban atau menegur pelaku bisa jadi langkah besar untuk mengubah budaya kita.

Yang paling penting, mari sama-sama menyebarkan kesadaran. Edukasi teman-teman, keluarga, dan orang di sekitar kita bahwa cat calling itu bukan pujian, melainkan pelecehan. Kita harus jadi generasi yang menghormati, bukan merendahkan.

Cat calling bukan sekadar godaan ringan. Ini pelecehan yang harus dihentikan, bukan dinormalisasi. Apakah harus dikriminalisasi? Mungkin, tapi yang paling penting adalah bagaimana kita sebagai individu dan masyarakat bisa mengubah pola pikir dan tindakan kita.

Jadi, sekarang saatnya tanya ke diri sendiri: Apakah kamu masih mau membiarkan budaya ini terus hidup? Atau kamu siap jadi bagian dari perubahan? Ingat, menghormati orang lain adalah langkah pertama menuju masyarakat yang lebih manusiawi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun