Bapak, apa Bapak ingat hari itu? Saat aku pulang sekolah sendirian, lalu datang beberapa orang preman menyekapku. Aku tak bisa apa-apa. Hanya menangis tanpa suara. Berharap seseorang akan datang dan menyelamatkan hidupku. Ternyata, do'aku terkabul. Bapak datang. Entah dari mana, yang pasti aku bahagia.
Ku lihat Bapak yang dengan segala keberanian memukul para preman itu dengan sebilah kayu bekas papan yang tergeletak dibawah sana. Hingga ku lihat aksi pukul memukul itu semakin hebat. Aku tertegun. Tak mampu berkata apa apa. Melihat Bapak sendirian melawan tiga orang preman. Banyak pukulan yang mendarat ditubuhmu, Pak. Aku lihat itu. Ada darah juga yang mengalir di beberapa bagian. Aku menangis melihatmu seperti itu. Tak mampu melakukan apa-apa.
"BAPAKK!!!!"
AKu hanya bisa berteriak. Hingga beberpa detik kemudian, preman preman itu pergi. Meninggalkan Bapak yang berusaha berdiri dan terlihat kuat dihadapanku.
Masih ku ingat wajah bapak yang dengan refleks langsung memelukku dan bertanya apa aku baik-baik saja? Apa Bapak gila? Bapak yang terluka kenapa masih mementingkan aku? Disana aku menangis dalam dekapanmu, pak. Dengan tangan mungilku yang memukul-mukul dadamu. Sambil meneriakkan kata-kata sederhana "Bapak berdarah! Bapak sakit!". Tapi apa yang Bapak lakukan? Bapak semakin mengeratkan pelukan. Dan berbisik padaku bahwa bapak tidak terluka. Bapak menenangkan hatiku yang merasa tergoncang, sampai akhirnya aku terlelap, dalam dekapanmu.
Bapak hebat. Mendidikku dengan segala sifat keberanian. Bapak tak pernah meninggalkanku. Meski usiaku sudah cukup untuk memahami lebih banyak tentang dunia. Bapak tak pernah melepaskanku begitu saja.
Selalu ku ingat, saat dipagi hari bapak menyeruput segelas kopi, dan aku yang meminum susu buatan ibu. Kita banyak berbincang pak. Tentang kehidupan, tantang pengalaman, atau tentang hati kita.
Bapak adalah seorang ayah yang bukan hanya orang tua. Tapi mampu menjadi sahabat terbaik yang aku punya.
"Nak," Panggil bapak kemarin. Sambil duduk dikursi tempat biasa bapak meminum kopi.
Aku memandangmu yang mengusap kepalaku. "Iya pak. Ada apa?" Aku bertanya sambil meletakkan segelas susu disamping kopimu.
"Bapak mau berpesan sama kamu." Bapak masih mengelus kepalaku lembut.