Mungkin kamu sudah tidak asing dengan penyakit alzheimer atau sering disebut penyakit pikun. Penyakit ini pada umumnya diderita oleh seseorang dengan usia 60 tahun. Alzheimer ini akan merusak fungsi otak yang menyebabkan penderitanya mengalami penurunan daya ingat yang berdampak pada timbulnya rasa linglung dan kecemasan. Sampai saat ini, belum ada metode yang dapat menyembuhkannya, dapat digunakan obat-obatan yang bertujuan untuk memperlambat perburukan kondisi penderita. Seiring dengan majunya dunia kesehatan, akhirnya ditemukan senyawa kimia yang dapat dijadikan sebagai obat terapi ini dan ternyata senyawa tersebut terkandung dalam tanaman yang bernama Anarrhinum pubescens yang merupakan tanaman endemik Mesir. Namun, sayangnya saat ini tanaman tersebut masuk ke dalam golongan tanaman langka dan terancam punah.
Konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan menjadi isu yang krusial di seluruh dunia. Perubahan iklim dan aktivitas manusia telah menyebabkan penurunan populasi A. pubescens. Selain mempertahankan biodiversitas, tanaman ini juga mengandung berbagai senyawa yang berpotensi dalam dunia pengobatan, salah satunya adalah Betaine yang dapat mengobati alzheimer. Kemudian, senyawa glikosida iridoid yang memiliki potensi aktivitas antimikroba dan penghambatan selektif terhadap protease virus hepatitis C. Hal ini menjadikan upaya konservasi dan pembudidayaan tanaman ini sangatlah penting.
Berdasarkan masalah tersebut, bagaimana cara terbaik dalam upaya konservasi A. pubescens?
Perbanyakan in vitro merupakan metode yang dapat diandalkan dalam konservasi dan regenerasi cepat A. pubescens. Alat bioteknologi, seperti teknologi kultur jaringan, dapat digunakan untuk memperbanyak jumlah tanaman dengan biji yang langka. Melalui pendekatan bioteknologi, diharapkan dapat ditemukan cara efisien untuk menjaga eksistensi A. pubescens, melestarikan plasma nutfahnya melalui bank jaringan, dan menghasilkan tanaman yang memiliki kesamaan genetik dengan tanaman asal. Upaya ini tidak hanya berkontribusi pada konservasi tanaman langka, tetapi juga membuka peluang untuk pengembangan terapeutik berbasis tanaman melalui ekstraksi senyawa aktif.Â
Metode Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik untuk membudidayakan atau menumbuhkan tanaman dengan cara memotong bagian tanaman tertentu seperti sel, jaringan, ataupun organ tanaman baik akar, batang, daun, tunas ataupun biji. Hasil potongan tanaman tersebut nantinya disimpan dalam botol kaca seperti jar. Penanaman tanaman media yang digunakan biasanya tanah, namun untuk kultur jaringan media yang digunakan adalah media buatan. Contoh media buatannya menggunakan agar yang kaya akan nutrisi dan zat pengatur pertumbuhan tanaman. Kemudian, tanaman tersebut disimpan pada kondisi yang bersih dan steril. Tanaman tersebut nantinya dapat tumbuh menjadi banyak dan berkembang menjadi tanaman dengan organ yang lengkap sama dengan induknya (sudah terbentuk akar, batang, dan daun).Â
Keunggulan Teknik Kultur Jaringan
Metode perbanyakan tanaman menggunakan kultur jaringan sangat efektif serta stok tanaman yang tersedia bersih dan bebas dari penyakit. Metode kultur jaringan memiliki beberapa kelebihan, yaitu perbanyakan cepat, banyak, dan seragam; diproduksi tanpa batasan musim karena kita dapat memperbanyak tanamannya bisa kapan saja; tanaman yang yang dihasilkan bebas dari penyakit dan virus karena tadi penyimpanannya di tempat bersih dan steril; diproduksi dari bagian tanaman induk yang sangat kecil berukuran sekitar 1x1 cm; serta dapat disimpan dalam jangka panjang.
Kesamaan Genetik Tanaman Induk dengan Hasil Kultur Jaringan
Keunggulan teknik kultur jaringan lainnya adalah tanaman yang diperoleh nanti secara genetik akan sama dengan induknya. Ini yang menjadi nilai tambah dari perbanyakan tanaman secara vegetatif. Sebab, seperti yang kita ketahui bahwa perbanyakan tanaman secara generatif dengan menanam bijinya, hasilnya anakannya akan sulit diprediksi. Hal ini yang membuat ilmuwan Biologi bernama Abdelsalam beserta tim peneliti lainnya pada tahun 2021 menemukan suatu cara untuk memastikan bahwa antara induk dengan tanaman hasil kultur jaringan memiliki kesamaan secara genetik.
Caranya adalah dengan menggunakan teknik penanda molekuler bernama RAPD, ISSR, dan RFLP. Ketiga teknik ini bertujuan untuk melihat kesamaan genetik antara tanaman induk dengan hasil kultur jaringannya. Secara sederhana, teknik ini menjabarkan informasi genetik yang ada di dalam DNA tumbuhan induk dan hasil kultur jaringan, kemudian membandingkannya. Apabila terdapat banyak kesamaan sesuai dengan indeks kesamaan yang telah disepakati para ilmuwan dunia, maka dapat disimpulkan bahwa kultur jaringan menghasilkan tanaman yang sama persis dengan induknya. Sebagai tambahan informasi, dalam penelitian Abdelsalam tahun 2021 tersebut, tanaman A. pubescens meraih indeks kesamaan sebesar 0,98 antara induk dengan hasil kultur jaringannya. Maka dapat disampaikan bahwa teknik kultur jaringan memungkinkan kita untuk memperbanyak tanaman yang memiliki sifat sama persis dengan induknya.
Simpulan
Teknik kultur jaringan dengan segala keunggulannya, menjadi teknik yang paling cocok untuk memperbanyak tanaman yang terancam mengalami kepunahan, dalam hal ini yaitu Anarrhinum pubescens Fresens. Tanaman dapat dikembangbiakkan dengan waktu yang relatif cepat, lahan yang dibutuhkan cenderung tidak besar, dan yang paling penting adalah mampu menghasilkan tanaman yang sama persis dengan induknya.
Referensi:Â
Abdelsalam, A., Mahran, E., Chowdhury, K., dan Boroujerdi, A. (2021). Metabolic Profiling, In Vitro Propagation, and Genetic Assessment of the Endangered Rare Plant Anarrhinum Pubescens. Journal of Genetic Engineering and Biotechnology, 19(108) : 1-12. https://doi.org/10.1186/s43141-021-00210-6.Â
Callow, J.A., Ford-Lloyd, B.V., & Newbury, H.J. (1997). Biotechnology and Plant Genetic Resources. Conservation and Use. School of Biological Science. University of Birmingham. CAB International. Wallingford, Oxon. United Kingdom.
Cruz-Cruz, C. A., Gonzlez-Arnao, M. T., & Engelmann, F. (2013). Biotechnology and conservation of plant biodiversity. Resources, 2(2), 73-95. https://doi.org/10.3390/resources2020073
Mutavi, I. N., & Long'ora, A. E. (2019). Assessment of the Effect of Antropogenic Activities on Terrestrial Biodiversity Conservation in Matayos Division of Busia County, Kenya.
Olomola, D., Aguda, S., Olorode, E., Oyediran, R., & Adekunle, E. (2019). The application of biotechnology in biodiversity conservation. International Journal of Advanced Academic Research. Sciences, Technology and Engineering, 5(12).Â
Pittara. (2022). Penyakit Alzheimer. Alodokter. Diakses secara online di https://www.alodokter.com/penyakit-alzheimerÂ
Sharma D.K. dan Sharma,T. (2013). Biotechnological Approaches for Biodiversity Conservation. Indian Journal of Scientific Research, 4(1) : 183-186.
Umamah, N., & Wathon, S. (2020, May). Identification of Biotechnology Urgency in the Environmental Knowledge Course. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 485, No. 1, p. 012085). IOP Publishing.
Vinoth A, Ravindhran R. (2013). In Vitro Propagation a Potential Method for Plant Conservation. International Journal of Computing Algorithm, vol (2) : 268--272
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H