Thailand-Myanmar ini karena negara Myanmar terjebak dalam perang saudara. Militer Myanmar sudah mencoba menyeimbangkan dan menstabilkan keadaan negara dari dulu (mulai dari tahun 1962 hingga sekarang) namun di perburuk dan di perparah oleh kudeta yang terjadi di tahun 2021 yang di lakukan militer myamar terhadap peraih nobel Aung san suu kyi dan ini membuat ketidak stabilan di dalam negara Myanmar itu sendiri semakin memburuk apa lagi banyak pos pos militer dan di rebutnya kota Myawaddy tapi tak hanya itu yang membuat keadaan dalam negri Myanmar semakin memburuk ada hal lain seperti perang saudara yang terjadi antara aliansi longgar tantara etnis minoritas dan Gerakan perlawanan yang  melakukan protes anti-kudeta. Ini semua merupakan kemunduran bagi junta (nama militer Myanmar) yang memiliki misi untuk mempertahankan keamanan dalam negri Myanmar dan di tambah junta sudah terhimpit sanksi sanksi dari negara barat, karena kota Myawaddy sebelumnya di kuasai oleh Organisasi anti kudeta, "mengapa ini merupakan kemunduran bagi junta?" karena kota Myawaddy ini adalah salah satu sumber pendapatan bagi negara Myanmar yang lumayan besar bahkan laporan pendapatan pajak pertahunnya saja bisa bernilai lebih dari USD1 Miliar.
Konflik yang terjadi di perbatasanAda salah satu surat kabar Khaosod dalam postingan sosial medianya di "X" Menunjukan video warga sipil Myanmar yang banyak dari mereka merupakan perempuan dan anak anak yang di giring oleh tantara Thailand masuk ke pintu perbatasan Thailand Myanmar. Dapat di pahami konflik ini bukan merupakan konflik bagi Thailand dan mynmar, tapi antara junta (militer Myanmar) dengan organisasi anti kudeta / militer.
Sebenarnya Krisis politik yang terjadi di Myanmar tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan Thailand tapi karena banyaknya pengungsi yang datang ke wilayah kedaulatan Thailand dan Thailand merasa terancam keamanan negaranya dengan adanya para pengungsi ini karena mereka harus menampung itu semua bayangkan saja pada tahun 2021 yang dimana tahun konflik itu di mulai sudah ada sekitar 2503 orang yang mengungsi ke Thailand dan di tahun 2023 bulan maret sudah ada sekitar 1,3 juta orang yang menjadi pengungsi internal dan 13 ribu anak anak sudah terbunuh karena bentrok antara organisasi anti kudeta (KNU) dengan Militer Myanmar dan PBB memperkirakan bahwa sejak kudeta 2021 17,6 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Respon respon yang diberikan negara anggota ASEAN dan ASEAN itu sendiri juga berbeda beda :
- ASEAN, Respon ASEAN telah memblokir Myanmar untuk ikut dan berpartisipasi dalam semua aktifitas KTT regional sejak awal kudeta di tahun 2021, ASEAN juga sudah melakukan pertemuan pada April 2021 yang menghasilkan 5 point sebagai berikut:
1). ASEAN meminta untuk penghentian atas semua kekerasan dan penggunaan kekuasaan secara semena mena.
2). ASEAN mendorong agar Myanmar melakukan dialog dan de-eskalasi agar dapat menemukan solusi yang terbaik
3). ASEAN akan melakukan penyaluran bantuan kemanusiaan kepada semua korban terdampak dari kudeta yang terjadi di Myanmar
4). ASEAN menunjuk Prakasit Kanchana dari Thailand untuk memfasilitasi dalam berdialog dan menemukan titik tengah bagi semua pihak terlibat.
5). ASEAN mengajak semua anggotanya untuk berkomitmen untuk pengimplementasian konsensus lima point ini.
- Thailand, Respon Thailand  sebagai sekutu dari junta militer yang menunjukan setuju atas gencatan senjata di Myanmar untuk mempertahankan keamanan dan stabilitas politik di sana dan karena kedekatan pemerintah Thailand dengan junta ini lah yang memungkinkan Thailand tidak akan mengambil tindakan yang tegas untuk menangani isu ini.