"Duduklah, kamu mau teh?. Aku akan membuatkannya untukmu. Teh apa yang kamu mau?' tanya haya dan pergi menuju tempat dimana dia membuat teh.Â
"Ah.., tidak usah aku ingin air putih saja" balas gio yang kini duduk di kursi dekat jendela. Matanya nampak kosong dan tangannya meremas ibu jari miliknya.Â
"Baiklah" jawab haya dan dengan segera menyiapkan teh melati juga segelas air putih, matanya melirik ke arah oven yang masih memanggang kukis miliknya.Â
"Sepertinya awan kemarin hinggap di wajahmu" ucap haya, memotong keheningan saat meletakkan nampan berisi air putih dan dua gelas teh melati di meja.
"Ah..kelihatan ya?, aku pikir aku sudah menyembunyikannya" balas gio yang kini menunduk dan menghela napas berat. "Ya..kupikir aku memang tidak berniat menyembunyikannya, apa aku salah jika aku ingin orang tau aku punya masalah?" Tambah gio, haya tersenyum tipis dan melihat ke arah luar.Â
"Tidak, kamu tidak salah kok..manusia kan punya keinginan untuk dimengerti. Bukan salahmu jika kamu ingin orang tahu kamu punya masalah" balas haya lalu mendorong teh melati itu ke arah gio.Â
"Minumlah dulu, nanti dingin" tambah gadis itu. Gio menatap haya dan kembali menunduk sebelum menghela napas panjang.Â
"Aku lelah haya.., tidak peduli seberapa kerasnya aku bekerja..kupikir mereka tidak pernah merasa cukup" haya terdiam, menunggu gio melanjutkan ceritanya.Â
"Kau bayangkan, selama kita di sma aku selalu bekerja kan haya, aku menggantikan ayah karena dia kecelakaan. Aku mengerti, sangat mengerti bahwa memang aku mampu untuk setidaknya membantu ibu membayar biaya rumah sakit ayahku dan biaya hidup. Tapi..kenapa?, sejak kapan semuanya seakan melempar tanggung jawab padaku" mata gio berair dan nafasnya tercekat saat berbicara. Haya menepuk pelan tangan gio dan menunggu dia melanjutkan ceritanya.Â
"Ibu tiba tiba bilang dia tidak mau bekerja karena atasannya banyak bicara, dia juga mengatakan gajiku yang bekerja di supermarket sudah cukup untuk menghidupi keluarga. Saat ayah sembuh, kupikir dia akan membantuku tapi..tidak,dia juga tidak bekerja. dia bilang kakinya masih sakit, dan banyak alasan lainnya, dia juga mengatakan bahwa sudah waktunya akulah yang harus memberikan biaya pada mereka" gio menepis air matanya dengan lengan jaket miliknya. Haya menghentikan tangan gio karena khawatir akan melukai matanya.Â
" itu akan sakit.. gunakan ini" ucap haya dan memberikan tisu yang ada di meja sebelah. Gio menarik napasnya lagi dan menghapus air matanya yang semakin mengalir.Â