Mohon tunggu...
Hilda Nurmalihah
Hilda Nurmalihah Mohon Tunggu... -

Kedokteran UI 2014

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dokter Layanan Primer, Saya Bingung

7 Februari 2016   16:21 Diperbarui: 4 September 2017   06:18 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Artikel ini ditulis pada awal 2016, saat 2017 perencanaan program ini tampaknya sudah terarah]

 Dokter Layanan Primer adalah topik yang tak kunjung habis dibahas di kalangan kedokteran Indonesia. Saya memiliki seorang sepupu yang kini telah menjadi dokter. Suatu saat topik mengenai spesialisasi yang dia minati muncul ke dalam pembicaraan. Saya bertanya, “Bagaimana dengan DLP?” Responnya tidak terlalu positif karena menurutnya DLP tak ada bedanya dengan dokter umum biasa. Saya pun penasaran, sebenarnya apa sih DLP?

Dokter Layanan Primer adalah dokter spesialis di bidang generalis, yang secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip Ilmu Kedokteran Keluarga, ditunjang dengan Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan mampu memimpin maupun menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer.[1] Spesialis di bidang generalis ini tidak diberikan saat masih menempuh pendidikan kedokteran umum karena dirasa tidak adil untuk orang-orang yang memang berminat di bidang lainnya. Saya cukup setuju dengan ini. Sekarang saat saya telah menjadi mahasiswa kedokteran, saya menyadari bahwa sangat banyak mahasiswa yang telah mempertimbangkan bidang spesialis tujuannya. Saya sendiri memiliki minat yang luas dan tak keberatan untuk mendalami ilmu kedokteran secara umum, namun kedokteran umum yang ada selama ini saja rasanya tidak cukup. Menurut saya, adanya DLP ini adalah alternatif untuk orang-orang seperti saya tanpa harus menghabiskan waktu orang-orang yang berminat di spesialisasi lainnya.

Saya mencoba mencari tahu mengenai landasan hukum program spesialis Dokter Layanan Primer. Kebanyakan kajian menjadikan Undang-Undang nomor 20 tahum 2013 tentang Pendidikan Kedokteran sebagai dasarnya. Pada pasal 8 ayat (1), “Program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) huruf b hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi.” Jika sistem kategori akreditasi belum berubah maka akreditasi kategori tertinggi adalah akreditasi A. Bisa diambil kesimpulan bahwa yang berhak menyelenggarakan program DLP ini adalah FK berakreditasi A. Pada pasal 8 ayat (3) disebutkan bahwa, “Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program internship yang setara dengan program dokter spesialis.” Oh jadi DLP setara dengan spesialis, yang dilakukan setelah program dokter dan internship.

Pada November 2015 lalu, Dhanasari V. Trisna Sanyoto sebagai ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Layanan Primer Indonesia menyatakan bahwa ada 17 perguruan tinggi yang akan membuka program pendidikan spesialis dokter layanan primer yang akan dibuka pada semester ganjil 2016 nanti.[2] Ah, jadi ternyata DLP ini sudah ada perhimpunannya.  Saya pun mencari di Google dengan kata kunci “Perhimpunan Dokter Spesialis Layanan Primer Indonesia,” dengan harapan ada situs resminya atau setidaknya disebutkan dalam salah satu situs resmi pemerintahan. Sayangnya, yang saya temukan hanyalah artikel-artikel tidak resmi. Akan tetapi ternyata PDLPI difasilitasi oleh Kelompok Kerja Nasional Percepatan Pendidikan Dokter Layanan Primer Indonesia yang dibentuk oleh Surat Keputusan Bersama Menkes RI dan Menristekdikti RI[1] yang saya sendiri belum berhasil menemukan isinya di Google sebagai satu-satunya akses pencarian saya saat ini. Lagi-lagi, apa sebenarnya dasar DLP?

Di beberapa negara, program spesialisasi layanan primer ini dikenal sebagai family medicine atau kedokteran keluarga. Spesialisasi ini memiliki tiga dimensi yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan proses yang berpusat pada hubungan dokter-pasien dengan pasien dilihat dalam konteks keluarga.[3] Hal tersebut yang membedakan kedokteran keluarga dengan spesialis lainnya. Kompetensi dokter layanan primer sendiri adalah[4]:

1.       Pengelolaan kesehatan berpusat pada individu dan keluarga

2.       Pengelolaan kesehatan yang berorientasi pada komunitas dan masyarakat

3.       Komunikasi holistik, komprehensif dan kecakapan budaya

4.       Kepemimpinan

5.       Manajemen fasilitas pelayanan kesehatan primer

6.       Keterampilan klinis

7.       Etika, hukum dan profesionalisme di pelayanan primer

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation) mengenal apa yang disebut sebagai five stars doctor. Five stars doctor merupakan hal-hal yang diharapkan dari seorang dokter, yang terdiri dari: Care provider, Decision maker, Communicator, Community leader, Manager.[5] Cukup melihat kata-kata tersebut, saya jadi mempertanyakan apakah sebenarnya perbedaan dari kompetensi dokter layanan primer di Indonesia dengan kompetensi dokter dari WHO yang sebenarnya kini telah diadaptasi oleh berbagai fakultas kedokteran di Indonesia?

Pada Undang-Undang nomor 20 tahum 2013 tentang Pendidikan Kedokteran pasal 8 ayat (4) disebutkan pula bahwa, “Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dalam menyelenggarakan program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan Organisasi Profesi.” Berdasarkan Undang-Undang Praktek Kedokteran No.29 tahun 2004 BAB I pasal 1 ayat (12),  organisasi profesi untuk dokter di Indonesia ialah IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Akan tetapi dalam acara Muktamar IDI ke-29 pada 18-22 November 2015 di Medan, IDI menolak konsep pendidikan Dokter Layanan Primer.[6] Menurut saya penolakan IDI tersebut bukanlah hal yang aneh. Meski begitu, tuntutan IDI melalui PDUI (Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Umum Indonesia) agar Mahkamah Agung menguji kembali UU No. 20 tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran pun telah ditolak dengan dasar pasal 28H ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”[7] Jika IDI masih tetap tidak menerima konsep pendidikan Dokter Layanan Primer, lantas kepada siapakah Fakultas Kedokteran berkoordinasi mengenai penyelenggaraan program DLP?

Banyak sekali kajian mengenai Dokter Layanan Primer yang beredar, namun bagaimanakah kenyataan hitam di atas putihnya? Semakin saya telusuri, semakin saya sadari bahwa ini seperti benang kusut yang membutuhkan waktu untuk diurai. Seiring dengan terus terpakainya kuota internet saya, saya berpikir mungkin waktu yang baru saja saya gunakan untuk menelusuri DLP bisa digunakan untuk menulis satu esai ilmiah sampai selesai. Itu pun sudah mempertimbangkan betapa lamanya waktu yang saya butuhkan untuk menulis sesuatu yang ilmiah.

Saya tidak menentang adanya program Dokter Layanan Primer. Selain itu di negara-negara lain pun memang ada bidang yang dikenal sebagai Family Medicine. Akan tetapi bayangkan saja jika semester ganji 2016 ini program DLP telah akan dibuka, bagaimana nasib para mahasiswa dan lulusannya nanti? Saya pikir regulasi terkait program DLP masih harus diperbaiki menjadi lebih pasti, apalagi untuk orang awam hukum seperti saya ini.

 

1.       Perhimpunan Dokter Spesialis Layanan Primer Indonesia. TANYA JAWAB TERSERING DOKTER SPESIALIS LAYANAN PRIMER. Jakarta: Kolegium Ilmu Kedokteran Layanan Primer Indonesia; 2015. https://drive.google.com/file/d/ 0B3CI835KtL7vLW1OM3hrbnhJV1k/ view?usp=sharing

2.       Tarigan M. 17 Fakultas Ini Akan Buka Spesialis Dokter Layanan Primer [Internet]. Tempo Nasional. 2015 [diakses pada: 7 Febuari 2016]. Disadur dari: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/11/19/079720206/17-fakultas-ini-akan-buka-spesialis-dokter-layanan-primer

3.       McGaha A, Margareth E, Jobe A, Nalin P, Newton W, Pugno P et al. Responses to Medical Students' Frequently Asked Questions About Family Medicine [Internet]. American Family Physician. 2007 [cited 7 February 2016]. Available from: http://www.aafp.org/afp/2007/0701/p99.html

4.       https://drive.google.com/file/d/0B2SE-WriNuggZXpYUXM3YzJQR2s/view

5.       Boelen C. The five star doctor. Changing Medical Education and Medical Practice. 1993;3:1-3.

6.       Ikatan Dokter Indonesia. IDI Tolak Konsep Pendidikan DLP [Internet]. 2015 [diakses pada 7 February 2016]. Disadur dari: http://www.idionline.org/berita/idi-tolak-konsep-pendidikan-dlp/

7.       Hukum Online. MK Anggap Dokter Layanan Primer Konstitusional [Internet]. 2015 [diakses pada 7 Febuari 2016]. Disadur dari: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt56694d8a446f7/mk-anggap-dokter-layanan-primer-konstitusional

 

Sumber gambar: http://hmku.fkunud.com/wp-content/uploads/2015/08/DLP-1.jpg

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun