Mohon tunggu...
Hilda Aulia Asyari
Hilda Aulia Asyari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa yang suka membaca. Saya menulis di Kompasiana ini untuk memenuhi tugas dari dosen.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Proyek dan Investasi Pulau Rempang yang Membuat Warga Melawan Aparat

2 Oktober 2023   23:20 Diperbarui: 2 Oktober 2023   23:29 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus di pulau rempang kota Batam kepulauan Riau baru baru ini terjadi pada hari kamis tanggal 7 September 2023, peristiwa ini terjadi akibat konflik lahan atas rencana pembangunan Kawasan Rempang Eco City dan terjadi pemberontakan antara aparat dan warga yang menolak penggusuran.

Pulau Rempang masuk dalam wilayah administratif kota Batam kepulauan Riau luas pulau Rempang sekitar 16.583 hektar yang terdiri dari dua kelurahan termasuk kedalam kecamatan Galang kota Batam jumlah penduduk sekitar 7.512 jiwa.

Konflik lahan di pulau Rempang pada tahun 2001 sampai 2002 diberikan izin kepada entitas perusahaan dengan Hak Guna Usaha (HGU) oleh pemerintahan pusat dan Badan Pengusaha (BP) batam sehingga sampai tahun 2004 di beri izin lagi tetapi tidak melakukan membangunan apa apa karena belum mendapatkan investor dan lahan kosong tersebut kemudihan dihuni oleh warga setempat dan pada saat itu pemerintah berkerjasama dengan PT. Makmur Elok Graha (MEG) sebagai mitra swasta dalam kerjasama dengan Badan Pengusaha (BP) Batam dan Pemerintah Kota Batam.

Pada tahun 2022/2023 perusahaan datang lagi dengan mengklaim haknya sebagai pemegang Hak Guna Usaha (HGU)  yang sudah diteken pada tahun 2001/2002.

Terdapat pada pasal 28 peraturan pemerintah No. 18 Tahun 2021 pemegang Hak Guna Usaha (HGU) dilarang menelantarkan tanahnya dan di pasal 37 Hak Guna Usaha dapat dibatalkan haknya kalau perusahaan menelantarkan tanahnya.

Hingga pada tahun 2023 daerah Rempang ini juga direncanakan sebagai berdirinya pabrik kaca terbesar di dunia milik perusahaan asal China yaitu Xinyi Group diperkirakan berinvestasi di Pulau Rempang dengan nilai mencapai US$11,6 miliar atau kira-kira Rp172 triliun daerah tersebut akan dibangun menjadi Rempang Eco City yang merupakan kawasan industi hijau, jasa, dan pariwisata.

Pembangunan Rempang Eco City ini sudah termasuk dalam Program Strategis Nasional tahun ini sesuai dengan Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023, dengan harapan dapat menarik investasi senilai Rp381 triliun pada tahun 2080.

Proyek ini akan menggunakan lahan seluas 7.572 hektare di Pulau Rempang, yang mencakup 45,89% dari total luas Pulau Rempang yang mencapai 16.500 hektare.

Penolakan Warga Yang berujung Ricu

Masyarakat adat Pulau Rempang yang bertempat tinggal di 16 kampung tua menolak relokasi Pembangunan Eco City, warga menilai kampung mereka memiliki nilai historis dan budaya yang kuat, bahkan sebelum Indonesia merdeka. Mereka dengan tegas menolak wilayah tersebut direlokasi, warga setempat menolak relokasi dan pembangunan proyek yang dianggap warga  merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarkat adat.

Penolak warga atas rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City itu pecah dan bentrokan dengan aparat gabungan pada 7 September 2023, aparat dating untuk melakukan pengukuran lahan. Mereka menolak pengukuran lahan yang dilakukan Badan Pengusaha (BP) Batam, Ketika aparat mulai tiba di lokasi dan masuk ke permukiman warga, warga setempat melempari batu ke arah aparat dan aparat membalasya dengan menggunakan water cannon dan menembakkan gas air mata lantaran situasi yang tidak kondusif, warga berlari larian dan dorong mendorong antara petugas dan warga. Dari kejadian itu sejumlah anak harus dibawa ke rumah sakit akibat gas air mata yang diklaim aparat terbawa angin. Gas air mata yang dilaporkan masuk ke kawasan sekolah, yaitu SMP 33 Galang dan SD 24 Galang. Tetapi aparat menyalakan angin atas masuknya gas air mata ke wilayah sekolah.

Mengenai bentrokan yang terjadi saat pengukuran tanah, Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto meminta pemerintah dan DPR membentuk tim independen untuk mengusut kasus bentrokan. Ia mengkritik kekerasan yang terjadi dan meminta pemerintah dan DPR menjelaskan secara transparan kepada publik peristiwa yang terjadi.

Warga Tidak Memiliki Sartifkat

Pemerintah pun mengklaim mayoritas warga tidak memiliki sertifikat atau surat bukti yang menunjukkan penguasaan lahan di Pulau Rempang karena memang dulu semuanya ada dibawah otoritas Batam. Selain itu, bentrokan juga pemerintah anggap melibatkan orang-orang di luar masyarakat Rempang yang tak terdampak relokasi. Lahan yang dijadikan lokasi Rempang Eco City seluas 17 ribu hektare merupakan kawasan hutan dan dari jumlah itu, sebanyak 600 hektare merupakan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam. Badan Pengusahaan (BP) Batam tetap akan melaksanakan proses relokasi masyarakat Rempang sesuai jadwal, yakni pada 28 September. Rencananya, relokasi tersebut dilakukan di tiga kampung Melayu Tua yang menjadi prioritas pembangunan tahap I Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Yakni Kampung Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, dan Batu Merah. Selain ditentang sebagian warga Rempang, rencana relokasi pada 28 September itu menjadi sorotan Komnas HAM. Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing menyatakan, pihaknya sudah meminta menteri koordinator bidang perekonomian agar meninjau kembali pengembangan kawasan Pulau Rempang Eco City sebagai PSN.

Menurut informasi yang saya baca dan menurut pendapat saya pemerintah harus turun langsung untuk melindungi warganya supaya tidak ada kericuhan-keicuhan seperti itu, kericuhan seperti itu terjadi akibat miss komunikasi antara pemerintah. Pemerintah harus turun langsung menemui pengusaha pengusaha yang ingin membangun bisnis bisnis di sana untuk menyelesaikan tindakan ini, karena kalo warga sendiri yang turun langsung itu percuma karena warga tidak memiliki kuasa atas hal itu yang memiliki kuasa hanya pemerintah, dan memastikan tidak ada masyarakat yang dirugikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun