Mohon tunggu...
Hilal Faturrahman
Hilal Faturrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa fakultas syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi "Pandangan Hakim dalam Perkara Perceraian yang Disebabkan Tidak Memiliki Keturunan Perspektif Kompilasi Hukum Islam"

1 Juni 2024   13:06 Diperbarui: 1 Juni 2024   13:22 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

2. Sumber data: Dibedakan menjadi dua (2) yaitu:

  • Data primer, merupakan data yang dikumpulkan secara perorangan atau suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan berupa interview/wawancara.
  • Data sekunder, merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Biasanya melalui sumber tidak langsung berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi.

3.  Lokasi Penelitian: Penyusun mengambil tempat di Pengadilan Agama Bantul Jl. Urip Sumoharjo No. 8, Bejen, Bantul, Kec. Bantul, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55711 sebagai lokasi penelitian, dikarenakan tempat tersebut merupakan lokasi yang dekat dan mudah untuk dijangkau sehingga memudahkan penulis untuk melakukan penelitian. Dan Pengadilan Agama Bantul pernah memutuskan perkara perceraian yang didasarkan alasan tidak adanya keturunan dalam perkawinan, sehingga perkara tersebut memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. 

4. Teknik pengumpulan data: 

  • Teknik Wawancara/Interview: Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan wawancara dengan beberapa hakim di Pengadilan Agama Bantul mengenai perkara perceraian dengan alasan tidak memiliki keturunan menurut perspektif Kompilasi Hukum Islam Tentang Perkawinan, yang permasalahannya diantara suami istri tersebut tidak terdapat kecacatan berupa impoten maupun mandul, hanya saja memang belum dikaruniai keturunan.
  • Teknik dokumentasi: Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan dokumentasi dan record untuk keperluan penelitian, karena berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, dan untuk hasil pengkajian isinya akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

5. Teknik analisi data: Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Dalam teknik analisis data ini bersifat induktif yaitu proses yang berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari kerangka konseptual penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih peneliti. 

Sistematika penulisan

  • Bab I Pendahuluan. Bab ini menjelaskan skripsi secara keseluruhan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian teori, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
  • Bab II Landasan Teori. Bab ini berisi tentang memberikan arah pada bab berikutnya, dalam bab ini akan dipaparkan tinjauan umum tentang perceraian. Bab ini terdiri dari sub bab yang berbicara tentang perceraian meliputi: pengertian perceraian, dasar hukum, macam-macam perceraian, alasan-alasan perceraian, akibat hukum dalam perceraian dan tata cara penyelesaian perkara perceraian.
  • Bab III Deskripsi data penelitian. Bab ini berisi tentang deskripsi data yang berkaitan dengan gambaran umum tentang penelitian di Pengadilan Agama Bantul, perkara perceraian yang disebabkan tidak memiliki keturunan, dan pandangan hakim yang memutus perkara perceraian.
  • Bab IV Analisis Data. Bab ini berisi tentang analisis pandangan hakim dalam perkara perceraian yang disebabkan tidak memiliki keturunan perspektif Kompilasi Hukum Islam.
  • Bab V Penutup. Bagian ini berisi terdiri dari kesimpulan-kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan disini merupakan jawaban atas pokok masalah dalam penelitian dan saran-saran.

PEMBAHASAN SKRIPSI

Tinjauan umum tentang perceraian

A. Perceraian

Perceraian menurut bahasa berarti "pisah" dari kata dasar "cerai". Menurut istilah, perceraian adalah sebutan untuk melepaskan sebuah ikatan pernikahan. Dalam artian umum berarti segala macam bentuk perceraian yang sudah dijatuhkan oleh suami, yang juga ditetapkan oleh hakim. Sedangkan dalam artian khusus merupakan perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami saja. 

Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ini tidak memberikan definisi mengenai arti perceraian. Akan tetapi, putusnya hubungan perkawinan sudah diatur dalam Pasal 38: a. Kematian; b. perceraian; dan c. atas keputusan Pengadilan. Pengertian perceraian sendiri dalam Kompilasi Hukum Islam secara jelas ditegaskan dalam Pasal 117 yang menyebutkan bahwa perceraian adalah ikrar suami dihadapkan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan. pun juga tidak mengatur tentang pengertian perceraian. Putusnya hubungan perkawinan menurut KHI diatur dalam Pasal 113: a. kematian; b. perceraian; dan c. putusan Pengadilan. Dengan melihat isi pasal-pasal tersebut, dapat ditemukan bahwa prosedur bercerai itu tidaklah mudah, dikarenakan harus mempunyai alasan-alasan yang kuat dan harus benar-benar sesuai menurut hukum. 

Di dalam pasal 39 Undang-Undang Perkawinan juga dijelaskan bahwa perceraian itu hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan dan bukan putusan Pengadilan. Pasal ini bermaksud untuk mengatur mengenai perkara talak pada sebuah perkawinan menurut Agama Islam. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menggunakan istilah cerai talak dan cerai gugat, hal ini bermaksud agar dapat membedakan pengertian yang dimaksud oleh huruf c pada undang-undang tersebut. 

Dalam Kompilasi Hukum Islam juga diatur tentang tata cara perceraian di dalam Pasal 115 bahwa "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak". Meskipun dalam prosedur perceraian yang termaktub dalam KHI Pasal 115 tidak diatur dalam fiqh klasik, namun hal tersebut tidak mennjadikan sebagai teori yang bertentangan justru akan memberikan keamanan dan kenyamanan pada pihak yang bersengketa.

 B. Alasan-alasan perceraian

Perceraian dapat diajukan dengan alasan-alasan yang dijabarkan dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 116 yakni: 

  • Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
  • Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
  • Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
  • Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
  • Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
  •  Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
  •  Suami melanggar taklik-talak
  • Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya.

Alasan perceraian memberikan perlindungan kepada istri yang sering kita dengar mendapatkan pernyataan "cerai liar" dari suami tanpa suatu proses peradilan. "Cerai liar" atau yang lebih dikenal dengan (Cerai di bawah tangan) yang dilakukan suami tidak didepan sidang pengadilan yang ditetapkan untuk itu, dengan demikian tidak dapat menguji alasan dari sang suami menceraikan sang istri. Proses pengujian di sidang pemeriksaan Pengadilan inilah yang melindungi pihak istri dari pernyataan "cerai liar" yang dilakukan suami yang dilakukan secara serampangan, tanpa alasan dan tanpa pembuktian.

C. Keturunan

Anak adalah mahkluk yang membutuhkan kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak juga merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. 

Dalam Pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan "Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah". Sedangkan dalam pasal 99 Kompilasi Hukum Islam Tahun 1991 dijelaskan "Anak sah adalah : Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, dam Hasil pembuahan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan olehistri tersebut".

 Definisi anak dalam pasal 42 Undang-undang Nomor 1 Tahun 74 Tentang Perkawinan disebutkan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Apabila pasangan suami istri tersebut dalam perkawinannya tidak bisa mempunyai keturunan, maka mereka juga dapat meneruskan keturunan agar tidak punah dengan cara mengangkat anak atau sering juga disebut dengan adopsi. Dalam perkembangannya tujuan pengangkatan anak tidak semata-mata motivasi untuk meneruskan keturunan saja tetapi tidak jarang karena faktor politik, sosial budaya, ekonomi dan sebagainya. 


Gambaran umum pengadilan agama bantul dan perkara perceraian yang  disebabkan tidak memiliki keturunan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun