Mohon tunggu...
Hilal Faturrahman
Hilal Faturrahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa fakultas syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Waris Perdata

18 Maret 2024   22:36 Diperbarui: 18 Maret 2024   23:41 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jika hanya seorang ahli waris dalam golongan yang menolak warisan, maka warisan tersebut akan diterima oleh ahli waris lain dalam golongan tersebut. Misalnya, jika seorang anak dan cucu menolak warisan, maka warisan akan diterima oleh saudara sekandung atau ahli waris lainnya dalam golongan tersebut. Jika tidak ada lagi ahli waris yang berhak atas warisan sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang, maka seluruh harta warisan tersebut akan jatuh dan menjadi milik Negara, sesuai dengan Pasal 832 ayat (2) KUH Perdata.

Pasal 1059 KUH Perdata menyatakan bahwa bagian warisan dari orang yang menolak warisan tersebut akan jatuh pada seorang yang akan menjadi ahli warisnya, jika orang yang menolak warisan tersebut tidak hidup pada saat kematian pewaris. Pasal 1060 KUH Perdata menegaskan bahwa orang yang telah menolak warisan tidak dapat diwakili melalui penggantian tempat. Hal ini berarti bahwa jika seorang ahli waris satu-satunya dalam derajatnya menolak warisan, maka bagian yang seharusnya ia terima tidak dapat diberikan kepada anak-anaknya untuk bagian yang sama. Dengan demikian, penolakan warisan memiliki konsekuensi yang signifikan terhadap perolehan hak waris seseorang, dan hal ini diatur dengan jelas dalam KUH Perdata.

Pembatalan oleh kreditur sipenolak warisan.

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali terjadi bahwa seorang ahli waris yang seharusnya menerima warisan memiliki banyak utang. Karena alasan ini, ia memutuskan untuk menolak warisan yang sebenarnya bernilai baik yang jatuh padanya, dengan asumsi bahwa warisan tersebut akan digunakan untuk membayar utang-utangnya. Namun, penolakan warisan ini tidak hanya merugikan ahli waris yang bersangkutan, tetapi juga secara tidak langsung dapat merugikan para krediturnya. Untuk melindungi kepentingan para kreditur dari ahli waris yang menolak warisan tersebut, KUH Perdata memberikan hak kepada para kreditur untuk membatalkan penolakan warisan yang telah dinyatakan oleh ahli waris.

Pasal 1061 KUH Perdata memberikan kreditur dari ahli waris yang menolak warisan kekuasaan untuk menerima warisan atas nama dan untuk menggantikan si ahli waris. Ini berarti bahwa kreditur dapat membatalkan penolakan warisan dan menerima warisan itu sebagai gantinya, sejauh hal itu menguntungkan kreditur dan hanya sampai sejumlah utangnya. Namun, ahli waris yang telah menolak warisan tidak akan mendapat manfaat apa pun dari pembatalan penolakan tersebut. 

Jika permohonan kreditur dikabulkan oleh hakim, kreditur dapat menagih utangnya dari ahli waris dengan mengambil barang-barang warisan sebanyak yang diperlukan untuk melunasi utang tersebut. Hal ini hanya mungkin dilakukan jika ahli waris masih memiliki utang yang melebihi nilai harta warisan yang diterimanya, sehingga ia memutuskan untuk menolak warisan yang bernilai baik.

Namun, pembatalan penolakan warisan hanya dapat dilakukan jika ahli waris masih memiliki banyak utang dari pada harta warisan yang diterimanya. Oleh karena itu, apabila ahli waris telah menyatakan menolak warisan dan tidak memiliki utang yang cukup besar untuk menghapus haknya untuk menolak warisan, kreditur tidak berhak membatalkan penolakan tersebut.

 Selain itu, jika seorang ahli waris yang telah menolak warisan kemudian menghilangkan atau menyembunyikan barang-barang warisan, hal ini dapat dianggap sebagai menerima warisan secara murni. Sebagai hukuman, ahli waris tersebut akan kehilangan haknya terhadap barang-barang warisan yang disembunyikan. Oleh karena itu, menyembunyikan atau menghilangkan barang-barang warisan dapat mengakibatkan kerugian bagi ahli waris tersebut, dan ia akan diwajibkan untuk mengganti kerugian akibat perbuatannya tersebut.

Pemulihan terhadap penolakan warisan:

Menolak warisan itu menggunakan persetujuan hakim. Jadi, pembatalan penolakan warisan dapat terjadi jika ada kerugian yang ditimbulkan pada pihak lain, seperti kreditur. Dalam hal ini, ahli waris yang telah menyatakan menolak warisan tidak boleh menggunakan ketentuan Pasal 1063 KUH Perdata untuk memperoleh pemulihan terhadap penolakan warisan, kecuali jika penolakan tersebut terjadi karena adanya penipuan atau paksaan. Namun, jika ahli waris merasa menyesal atas penolakan warisan yang telah dilakukan dan ingin menerima warisan tersebut kembali, tanpa adanya penipuan atau paksaan, maka pemulihan terhadap penolakan warisan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan ketentuan Pasal 1056 KUH Perdata. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan selama belum ada ahli waris lain yang menerima warisan atau setelah ahli waris yang menolak tersebut menyatakan penolakannya.
Pemulihan terhadap penolakan warisan juga dapat terjadi jika ahli waris yang menolak warisan merasa menyesal atas sikap yang telah diambilnya. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan jika penolakan tersebut tidak dilakukan atas dasar penipuan atau paksaan. Dalam hal ini, ahli waris harus menyatakan keinginannya untuk memulihkan penolakan tersebut, dan pembatalan akan terjadi jika tidak ada ahli waris lain yang menerima warisan atau setelah ahli waris yang menolak tersebut menyatakan penolakannya.

Hasil Review buku ini memiliki kelebihan bahasa yang mudah di fahami untuk pembaca dan  penjelasan yang lengkap mengenai waris dalam lingkup perdata, dalam buku ini juga terpapar mengenai syarat penerima waris hingga akibat penolakan warisan. sedikit kekurangan dari buku ini yaitu kurang menjabarkan setiap pasal yang tercantum dalam isi buku nya.

Penulis: Hilal Faturrahman

222121166

Fakultas Syariah, UIN Raden Mas Said Surakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun