Mohon tunggu...
Hikmah Ubaidillah
Hikmah Ubaidillah Mohon Tunggu... -

A woman. Love reading, writing, learning, new experiences, & self development.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Seorang Penerjemah Buku (Atlantis - The Lost Continent Finally Found: Indonesia Ternyata Tempat Lahir Peradaban Dunia)

6 Agustus 2010   00:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:16 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nenek Moyang yang Cerdas

Paparan Santos membuktikan bahwa nenek moyang kita bukan pengkhayal yang mengisi hari-harinya dengan cerita bohong tentang sebuah negeri yang makmur, tentang manusia raksasa, tentang bencana besar. Bak pepatah “tidak ada asap kalau tidak ada api”. Semua kisah ajaib mereka pasti memiliki latar belakang logis yang tidak kita ketahui. Mereka melukiskan kisah masa lalu dengan cara dan pengungkapan berbeda, yang setelah dibanding-bandingkan ternyata memiliki benang merah satu sama lain: bagaimana banyak bangsa di dunia memiliki kisah tentang banjir besar (bencana semesta), tentang pulau suci (pulau putih) yang luas dan makmur, dsb. Masalahnya adalah, kita kerap memandang segala kisah dan naskah kuno itu sebagai kebohongan semata. Padahal, beberapa di antara “kebohongan itu” tersirat dalam kitab suci yang kita percayai.

Buku ini mengajak kita untuk lebih arif menyikapi dan merefleksikan semua kisah itu karena nenek moyang kita memiliki kebijakan untuk mengemukakan sesuatu tidak dengan tersurat dengan berbagai penyebabnya (anggaplah mereka berada di sebuah orde di mana ada hal-hal yang “tabu” dibicarakan terang-terangan dengan banyaknya intrik dan kepentingan yang melingkupi “sesuatu” itu). Tidak perlu diungkap di sini, berapa banyak kearifan lokal (local genius) yang terkesan tidak masuk akal tapi memang benar adanya dan berlatar logis.

Dunia Kompleks yang Jarang Dipahami

Buku ini memberi gambaran kompleksitas dunia arkeologi. Arkeologi adalah dunia yang sangat terbuka untuk berbagai interpretasi. Arkeologi membiarkan kita memandang sesuatu dari berbagai perspektif. Karena arkeologi berupaya merekonstruksi kebudayaan manusia masa lalu berdasar tinggalannya, maka belajar arkeologi berarti belajar melihat sesuatu secara holistik (Anda pasti sudah tahu bahwa kebudayaan itu bukan hanya “tarian” atau “nyanyian” tapi kebudayaan adalah kompleksitas kehidupan dalam berbagai aspeknya baik berupa gagasan, aktivitas atau artefak, apakah itu dari sisi bahasa, teknologi, ekonomi, kepercayaan, politik, dsb yang melingkupi kehidupan manusia di dunia. Anda belajar untuk tidak hanya menilai apa yang tersurat, tapi apa yang tersirat sebab arkeologi bertujuan untuk merekonstruksi sejarah kebudayaan, memahami perilaku manusia dan proses perubahan budaya. Anda bagai merangkai kepingan puzzle yang tercerai berai.

Jangan pernah beranggapan ketika seorang arkeolog meneliti ia hanya perlu berbekal “hapalan” dan “ilmu sejarah”. Arkeologi itu sifatnya multidisipliner: dalam kajiannya membutuhkan banyak ilmu bantu seperti sejarah, antropologi, biologi, geologi (berkaitan dengan lapisan pembentuk bumi yang menjadi acuan umur relatif temuan arkeologis), filologi, geografi, arsitektur, paleontology, filsafat, dan metalurgi. Sayangnya, pandangan masyarakat Indonesia tentang arkeologi tidak sampai ke ranah ini, mungkin sebagian besar bisa dikatakan masyarakat kita “tidak mengerti” apa itu arkeologi (maaf, ini pendapat subyektif dari pengamatan saya akan sekeliling). I love archaeology.

Melompati Ide-ide

Menerjemah buku ini bukan proses yang bisa dikerjakan sambil lalu berbarengan dengan menerjemah buku lain. Selain masalah idealisme sebagai lulusan arkeologi, penuturan Santos yang kadang meloncat-loncat ke sana-sini serta banyak hal yang harus dipelajari dan dicari tahu––baik itu terkait mitos Yunani-Romawi yang asing bagi saya dan asing buat pembaca Indonesia hingga banyak catatan kaki menghiasi buku ini, tinjauan geologis yang cukup banyak di buku ini, dsb––adalah hal lain yang membuat saya memutuskan untuk fokus.

Mungkin, hingga buku ini sampai ke tangan Anda, loncatan-loncatan ide Santos dalam buku ini masih terasa. Ketika ia membahas tema X, tiba-tiba banyak sisipan infomasi tentang masalah Y yang tak pelak membuat dahi kita berkerut. Ketika sampai ke bab R, misalnya, kita baru bisa mengerti apa yang ia maksud dengan “sesuatu” di bab B. Santos juga kerapa mengulang banyak kata yang membuat jenuh, seperti “11.600 tahun yang lalu”, “gunung berapi super” “surga Atlantis” dsb, tapi kata-kata itu sepertinya harus ia tulis ulang untuk menguatkan.

Akhirnya
Bagi saya pribadi, buku ini sangat bernilai. Saya, seperti halnya Anda, mencintai Indonesia dengan segala masalahnya. Dan buku ini mudah-mudahan memberi inspirasi bagi kita untuk maju dan berjuang bersama demi Indonesia yang lebih baik. Amin.

Banyak hal menarik lainnya dari buku ini. Namun, keterbatasan ruang waktu tidak mengizinkan untuk mengungkapnya. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca catatan kecil seorang penerjemah.

©2009 by hikmah ubaidillah aziz. tulisan ini bisa dicopy dengan mencantumkan sumber dan nama penulis asli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun