Mohon tunggu...
Hikmah Puja Mulyaningsih
Hikmah Puja Mulyaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Negeri Malang

Saya adalah Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Negeri Malang yang saat ini sedang menempuh semester 7. Saya suka membaca buku, mendengatkan musik, serta menggali informasi tentang kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengatasi Krisis Kesehatan Mental dengan Mindfullness

25 Desember 2024   12:38 Diperbarui: 25 Desember 2024   12:43 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mindfullness (Sumber : Canva)

Kesehatan mental kini menjadi isu global yang tak bisa diabaikan, terutama di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan. Dari stres kerja hingga tekanan sosial, berbagai faktor kehidupan modern menjadi pemicu utama masalah kesehatan mental. Tak hanya terjadi di negara-negara maju, masalah ini juga meluas ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Dalam situasi ini, mindfulness hadir sebagai pendekatan yang relevan untuk membantu individu menghadapi tantangan emosional di era modern.

Apa itu Kesehatan Mental?

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental adalah kondisi di mana seseorang dapat mengenali potensinya, mengatasi tekanan hidup, bekerja produktif, dan berkontribusi kepada komunitas. Dengan kata lain, kesehatan mental adalah dasar bagi kemampuan seseorang untuk menjalani hidup secara penuh.

Namun, ketika kesehatan mental terganggu, suasana hati, kemampuan berpikir, dan pengendalian emosi juga terpengaruh, bahkan dapat memicu perilaku yang merugikan diri sendiri atau orang lain. Gangguan ini bisa dialami siapa saja, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia. Kelompok seperti remaja, dewasa muda, dan pekerja termasuk yang paling rentan. Penyebab utamanya adalah tekanan sosial, kurangnya dukungan emosional, atau ekspektasi yang terlalu tinggi.

Gangguan Kesehatan Mental yang Sering Terjadi

Beberapa gangguan kesehatan mental yang sering ditemukan meliputi:

  • Depresi (Depression)

Gangguan suasana hati yang ditandai dengan perasaan sedih berkepanjangan dan kehilangan minat terhadap aktivitas sehari-hari.

  • Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorders)

Rasa cemas berlebihan yang sering disertai gejala fisik seperti jantung berdebar atau sulit bernapas.

  • Burnout Syndrome

Kelelahan fisik dan emosional akibat stres berkepanjangan, terutama di tempat kerja.

  • Gangguan Stres Pascatrauma (Post-Traumatic Stress Disorder, PTSD)

Kondisi akibat trauma yang ditandai dengan kilas balik, mimpi buruk, dan menghindari pemicu trauma.

  • Gangguan Makan (Eating Disorders)

Pola makan tidak sehat dan obsesi terhadap bentuk tubuh.

  • Gangguan Obsesif-Kompulsif (Obsessive-Compulsive Disorder, OCD)

Ditandai oleh pikiran obsesif yang tidak diinginkan dan perilaku kompulsif yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan.

  • Skizofrenia (Schizophrenia)

Gangguan mental serius yang melibatkan gejala halusinasi, delusi, dan pikiran yang kacau.

  • Gangguan Bipolar (Bipolar Disorder)

Ditandai dengan perubahan suasana hati yang ekstrem, dari euforia atau mania hingga depresi yang mendalam.

  • Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)

Kesulitan fokus, perilaku impulsif, dan masalah mengelola emosi yang biasanya dimulai sejak anak-anak.

Gangguan tersebut tidak hanya berdampak pada kualitas hidup individu tetapi juga produktivitas mereka, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Krisis Kesehatan Mental

Kesehatan mental menjadi perhatian global dengan data yang mengkhawatirkan. Pada 2019, sekitar 970 juta orang di seluruh dunia dilaporkan mengalami gangguan kesehatan mental, dengan depresi dan gangguan kecemasan menjadi kasus yang paling umum. Pandemi COVID-19 semakin memperburuk situasi ini dengan meningkatnya isolasi sosial, ketidakpastian ekonomi, dan kecemasan kesehatan. Data dari The Lancet (2021) menunjukkan bahwa prevalensi depresi dan gangguan kecemasan meningkat hingga 25% sejak pandemi dimulai.

Tingkat depresi global tahun 2023 yang dilaporkan oleh World Population Review mencatat Ukraina sebagai negara dengan jumlah penduduk terdepresi tertinggi, mencapai 2.800.587 kasus (6,3%), diikuti Amerika Serikat dengan 17.491.047 kasus (5,9%), dan Estonia dengan 75.667 kasus (5,9%). Ada pun di Indonesia, prevalensi depresi tercatat sebesar 3,7%, atau setara dengan 9,16 juta kasus. Sementara data terbaru menunjukkan gangguan kecemasan naik menjadi 16%, dan depresi menjadi 17,1% pada tahun 2024. Angka-angka ini menunjukkan bahwa kesehatan mental masyarakat Indonesia membutuhkan perhatian serius.

Dalam situasi ini, masyarakat global membutuhkan solusi yang praktis, berbasis ilmiah, dan dapat diterapkan dengan mudah. Salah satu pendekatan yang mendapatkan perhatian luas adalah mindfulness—cara sederhana untuk menemukan ketenangan di tengah hiruk-pikuk dunia modern.

Mindfullness (Sumber : Canva)
Mindfullness (Sumber : Canva)

Apa Itu Mindfulness?

Mindfulness adalah kemampuan untuk fokus pada momen saat ini dengan penuh kesadaran tanpa menghakimi. Praktik ini melibatkan perhatian pada apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukan di saat itu juga. Mindfulness membantu seseorang berhenti sejenak dari distraksi dunia luar dan benar-benar merasakan setiap momen kehidupannya. Dengan melatih mindfulness, kita dapat merasakan perubahan signifikan dalam kesehatan mental dan fisik kita.

Beberapa manfaat mindfulness yang telah dibuktikan dalam penelitian antara lain:

  • Mengurangi stres, kecemasan, dan depresi.
  • Meningkatkan kesejahteraan emosional.
  • Meningkatkan konsentrasi.
  • Meningkatkan kemampuan menghadapi masalah.
  • Meningkatkan empati dan hubungan sosial.
  • Meningkatkan kualitas tidur.
  • Mengurangi keluhan fisik.

Mindfulness dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja—baik di rumah, di kantor, maupun di kelas meditasi khusus. Namun, bagi seseorang yang memiliki masalah psikologis seperti depresi atau gangguan kecemasan berat, mempraktikkan mindfulness mungkin terasa lebih menantang. Dalam kasus seperti ini, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan psikolog atau psikiater agar mendapatkan panduan yang tepat.

Langkah Sederhana Memulai Mindfulness

Berikut langkah-langkah praktis untuk memulainya:

  • Latihan Pernapasan

Luangkan 5 menit setiap hari untuk fokus pada napas. Rasakan udara masuk dan keluar secara perlahan.

  • Fokus pada Aktivitas Sehari-hari

Fokuslah pada aktivitas sehari-hari dengan cara yang lebih menyenangkan dan tanpa gangguan. Misalnya, saat makan, nikmatilah setiap suapan. Mulailah dengan menarik napas, berdoa, mencium aroma makanan, dan merasakan rasa makanan dengan penuh perhatian. Hindari bermain gadget agar bisa fokus sepenuhnya pada makanan.

Begitu juga saat terjebak macet, coba gunakan momen itu untuk bersabar. Alih-alih marah, cobalah berjalan perlahan dan berhati-hati. Ini bisa membantu Anda merasa lebih tenang, mengurangi stres, dan meningkatkan empati terhadap orang lain. Dengan begitu, Anda bisa menjaga keseimbangan dan perspektif yang lebih positif.

  • Kurangi Waktu Layar

Tentukan batasan penggunaan teknologi, seperti mematikan notifikasi atau mengatur waktu khusus untuk menggunakan ponsel. Ini membantu mengurangi stres digital dan meningkatkan kesadaran saat berinteraksi dengan dunia nyata.

  • Meditasi Singkat

Mulailah dengan meditasi 5-10 menit setiap hari, fokus pada napas dan biarkan pikiran datang dan pergi tanpa terjebak di dalamnya.

Penerapan Mindfulness dalam Mengatasi Krisis Kesehatan Mental

  • Di Tempat Kerja

Mulailah dengan sesi mindfulness singkat sebelum rapat atau saat istirahat. Latihan pernapasan sederhana dapat membantu mengurangi stres, meningkatkan konsentrasi, dan memperbaiki produktivitas. Banyak perusahaan besar telah menerapkan program mindfulness untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

  • Dalam Pendidikan

Dalam pendidikan, mindfulness dapat diajarkan melalui latihan sederhana seperti fokus pada napas atau mengamati pikiran tanpa penilaian. Program ini membantu peserta didik mengelola kecemasan ujian dan tekanan akademik, sekaligus meningkatkan fokus belajar.

  • Di Rumah

Luangkan waktu untuk mindfulness bersama keluarga, seperti berjalan-jalan tanpa gangguan gadget atau makan bersama dengan kesadaran penuh. Kegiatan ini memperkuat hubungan keluarga dan menciptakan suasana yang lebih tenang.

  • Saat Menghadapi Teknologi

Gunakan mindfulness untuk mengatur hubungan dengan teknologi. Tetapkan waktu tanpa perangkat elektronik dan fokus pada aktivitas di dunia nyata. Teknik ini membantu mengurangi kecemasan digital dan meningkatkan keseimbangan hidup.

  • Dalam Kehidupan Sosial

Praktik mindfulness membantu kita mendengarkan orang lain dengan lebih baik dan memahami perspektif mereka tanpa terburu-buru memberikan penilaian. Ini menciptakan hubungan sosial yang lebih sehat dan empati.

Kesimpulan:

Mindfulness merupakan pendekatan yang sederhana namun sangat efektif untuk menghadapi tantangan kesehatan mental global yang semakin mendesak. Dalam dunia yang penuh dengan tekanan dan distraksi, mindfulness memberikan kita alat untuk kembali tenang, fokus, dan hadir sepenuhnya dalam momen ini. Dengan melatih mindfulness secara rutin, kita dapat mengurangi stres, meningkatkan kualitas hidup, dan menciptakan masyarakat yang lebih empati dan harmonis.

Saatnya kita mulai mempraktikkan mindfulness—untuk diri kita sendiri, komunitas kita, dan dunia yang lebih baik.

Sumber:

Penulis:

1. Hikmah Puja Mulyaningsih

2. Dr. H. Sutarno, M.Pd.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun