"Saya berjulan dalam seminggu  hanya dua kali saja rabu dan minggu, untuk hari lainya saya menyiapakan bahan bahan dagangan dengan menjemur nasi dan nantinya di goreng menjadi opak." Ujar mbah amat
Hal yang sulit yang dialami mbah Amat yaitu ketika sakit, tidak ada yang membantunya untuk menyiapkan daganganya bahkan untuk memebelikan obat saja tidak ada, kecuali  jika ada tetangga rumahnya yang mengetahui keberadanya. dia jua terkadang  rindu akan suami dan anaknya. "tapi saya sadar bahwa semua yang kita miliki itu hanyalah titipan tuhan." Ujar mbah amat.
Untuk saudaranya sendiri mbah amat sudah tidak tahu apakah masih mempunyai saudara atau tidak, karana sudah lama tidak pulang ke Wonosari.
Pernah terlintas dipikiran mbah Amat melihat keluarga lain yang sudah mempunyai cucu dan tinggal menikmati masa tuanya. Tetapi dia sadar bahwa manusia hidup di dunia ini punya jalannya masing masing untuk bahagia. "Maka dari itu Syukurilah apa yang Allah berikan kepada kita sebagai makhluk entah itu kecil ataupun besar. Karna sejatinya dunia ini adalah senda gurau." Ungkapnya.
Setelah saya wawancarai mbah Amat langsung bergegas menuju masjid karena sudah mendengar suara adzan ashar dengan membawa barang daganganya yang tinggal separuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H