Orang-orang duduk berkelompok sambil melirik kelompok lain, siapa-siapa saja duduk di kelompok sana, identifikasi individu apakah menjadi lawan atau kawan sedang berlangsung. Berbeda dengan para lelaki,semua perempuan yang datang  duduk di bagian belakang serius membantu memasak menu makanan untuk di sajikan esok. Disini aroma politik tidak terasa, mereka sibuk membicarakan hal lain. meski demikian merekapun akan terlibat dalam politik desa dan menjadi alat politik laki-laki meraup suara.
Pandangan ku lempar ke rumah yang dulu di tinggali aku dan badariyah, rumahnya sudah berbeda dengan dahulu saat kami tinggali, sekarang tampak lebih besar dan sedikit moderen. Rumah itu sekarang ditinggali seorang ulama di desa bobo. Semua orang di desa selalu mengikuti apa nasihat-nasihatnya, bahkan disaat momen politik semua mengikuti fatwa politiknya pengaruhnya cukup luas dalam kehidupan orang-orang desa. Tidak heran bila semua politikus di daerah ini selalu datang kerumahnya.
Siang itu para lelaki sedang menunggu ulama tersebut keluar dari rumahnya untuk melakukan ritual pembacaan doa guna memulai penyembelihan hewan, terasa benar pengaruh ulama ini di setiap hidup orang-orang di desa. Â Setelah menunggu lama ulama itu muncul juga, memakai peci putih,celana hitam, kaus putih, dia melangkah ke arah belakang disana orang-orang sudah menunggu dia datang.
Penyembelihan dilakukan, terlihat pemuda bernama saleh mulai menguliti seekor sapi, pisau besar dipegangnya kelihatan begitu tajam dia begitu lincah memakai pisau itu. Terlihat satu persatu orang mulai menguliti bagian tubuh sapi. Rupanya mereka melakukan berkelompok juga, kelompok tersebut yang sebelunya terlihat duduk di depan, kelihatannya dalam setiap melakukanan sesuatu sudah terbentuk kelompok masing-masing. Akibat pilkades kali ini jarak diantara masyarakat sudah terlihat.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H