Mohon tunggu...
HIJRASIL
HIJRASIL Mohon Tunggu... Administrasi - pemula

menjadi manusia seutuhnya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Beras dan Politik Negara

24 Januari 2018   14:17 Diperbarui: 24 Januari 2018   16:40 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beras, sebagai komoditas pangan yang strategis juga merupakan komoditas politik bagi Negara. Kebijakan pemerintah untuk mengimpor beras sebagai agenda menjaga ketahanan pangan Negara mendapat respon begitu banyak dari sejumlah kalangan. 

Respon tersebut tak lain adalah karena kebijakan di keluarkan berkontradiksi dengan situasi panen yang akan segerah tiba. Dengan kondisi tersebut pemerintah di anggap tidak melindungi petani dari sisi kesehjateraan. 

Persoalan impor beras menjadi rumit ketika data yang di peroleh antara kementrian perdagangan dan pertanian saling bertolak belakang. Satu sisi data yang di peroleh masing-masing pertanian dikatakan deficit, sisi lain mengatakan surplus. 

Keanehan ini mengindikasikan manajemen data pada produk pertanian beras oleh pemerintah belum dapat dikatakan baik. kondisi demikian tentunya akan berdampak pada proses pengambilan keputusan. 

Begitu strategisnya produk beras pada kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga pemerintah dalam hal ini lembaga terkait dalam menangani perberasan perlu duduk bersama dalam menyingkronkan sejumlah data di miliki.

Kesalahan dalam pengambilan keputusan tentunya bukan berdampak pada satu individu ataupun lembaga semata tetapi bisa berdampak pada kehidupan masyarakat luas, apalagi proses pengambilan keputusan yang  menyangkut kehidupan orang banyak tentunya perlunya kerjasama antar lebaga. 

Beras sebagai panganan pokok masyarakat Indonesia tidak hanya menyangkut masalah perut semata, factor ekonomis yang terakumulasi di dalam beras menyebabkan beras sebagai produk pertanian utama bangsa menyangkut kehidupan orang banyak dari petani, pedagang sampai pengguna akhir yaitu konsumen bergantung pada produk tersebut. 

Tidak heran bila panganan beras menjadi komoditas strategis, sehingga pemerintah pun dalam menjaga kehidupan masyarakat perlunya mengeluarkan kebijakan yang tidak bertendensi pada kepentingan politik semata.

Beras sebagai komoditas, tidak hanya mampu menghasilkan keuntungan berupa uang semata, akan tetapi beras juga bisa menjadi instrument politik bagi Negara, baik untuk memperkuat dari sisi politis pemerintahan yang sedang berjalan. 

Kebijakan impor beras tentunya tidak di permasalahkan bila mana sesuai dengan kondisi pasar beras di dalam negeri yang mengharuskan kebijakan impor beras. Politik impor beras dalam sifatnya tidak hanya menjaga suplai beras dalam negeri, melainkan menjaga kodisi pasar beras dari distorsi yang disebabkan oleh segelintir elit oligarki yang mau memonopoli pasar perberasan.  

Beras sebagai komoditas dianggap begitu ekslusif bilamana diarahkan sebagai komoditas politik bagi kaum elit oligarki untuk memperkuat sisi politis. Pemerintah sebagai lembaga administrative dan symbol Negara menjadi alat politik rakyat untuk melindungi dari ancaman kelaparan,kemiskinan dan penjajahan. 

Alat politik rakyat akan salah digunakan bila elit dalam pemerintahan menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan golongan. Anomali kebijakan impor Beras sebesar lima ratus ton tentu wajib di pertanyakan sejumlah pihak atau kalangan pada pemerintah apalagi di saat petani Indonesia sudah mau masuk pada musim panen. 

Situasi Indonesia yang sedang berada pada tahun-tahun politik tentunya akan memberikan tafsiran-tafsiran lain bagi sebagian kalangan pada kebiakan impor beras yang di ambil pemerintah berkuasa.

Sejarah politik beras pada masa rezim orde baru telah memperlihatkan bagaiman beras menjadi menjadi komoditas strategis dari sisi ekonomi maupun secara politik. 

Dari sisi ekonomi, perberasan memberikan kontribusi besar bagi PDB Indonesia dan menjadi penyumbang besar bagi devisa Negara. Sedangkan dari sisi politik, faktor ekonomi memberikan kontribusi besar bagi posisi politis pemerintahan rezim orde baru sehingga melanggengkan kekuasaan rezim orde baru. 

Meskipun demikian, kemajuan dari sisi ekonomi tersebut tidak serta merta meningkatkan kesehjateraan petani, hal ini disebabkan kemajuan dalam berproduksi bukan didorong semangat menyejahterakan diri tetapi lebih pada keterpaksaan ekonomi dan tekanan Negara melalui sangsi sosial, serta didorong oleh kepentingan industrilisasi, termasuk ekonomi global dengan WTO sebagai representasi kekuatan global (Khudori).

Belajar dari pengalam sebelumnya, kebijakan impor beras memiliki relevansinya dengan politik Negara meskipun  berbeda kasus dengan pengalaman sebelumnya. 

Gambaran masa lalu memberikan pemahaman pada setiap kalangan guna mengontrol kebikajan yang di ambil, dengan tidak berorientasi pada memperkuat sisi politis kekuasaan pemerintah sekarang dan kepentingan industry serta elit oligarki. 

Kebijakan tersebut diharapkan lahir dari kepentingan untuk menyejahterakan petani, pedagang dan tentunya melindungi seluruh masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun