Mohon tunggu...
hiero samosir
hiero samosir Mohon Tunggu... Sejarawan - Hehehe

Hiero Samosir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pedurenan

6 April 2022   07:50 Diperbarui: 6 April 2022   07:55 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PEDURENAN

 

BAB-1

Lapangan tanah yang becekakibat hujan deras tadi siang, sangat deras sehingga membua genangan air kotor penuh tanah di pojok gawang yan berada di seberang jalan raya. Namun tekad kesebelasan kami jangan ditanya. Badai pun kami lalui demi menggiring si kulit bundar dan memasukannya ke gawang kampung lawan. Kampung kami, pedurenan, memang jagonya dalam sepakbola. Kampung sebelah, Pamahan? Yapidh?  Atau bahkan Legok? Sangat bosan kawan bermain dengan mereka.

 Dari antara 4 kampung yang pernah aku temui di daerahku, kampungku lah yang menyabet jumlah kemenangan terbanyak. Andai saja ada liga anak-anak antar kampung, pasti kampungku meraih posisi puncak dengan perolehan poin yang susah dikejar. Ahhh...... hanya angan-angan anak kampung saja. Panas terik, gerimis, hingga hujan lebat pun tak dapat membuat kami berhenti bermain sepakbola. Hanya Adzan Maghrib dan omelan emak saja yang membuat kami selesai bermain. Karena bermain di lapangan tanah yang becek, hampir setiap hari aku pulang ke rumah lewat pintu belakang, karna tau sendiri akibatnya kalau ketahuan sama emak, bisa repot urusannya.

Selasa sore itu, seperti biasa aku langsung mengmbil bola di halaman belakang rumahku dan langsung pergi ke bale di samping lapangan. Menyiapkan diri untuk melawan tim mana saja yang ingin dilawan. Memang kami sangat sering meraih hasil positif, namun sebagai anak yang baik kami pun tetap menjaga attitude dengan tetap menghormati lawan kami, oleh sebab itu kami tetap disenangi oleh lawan kami yang menjalin persahabatan baik dengan kami. Kecuali mereka keras kepala dan tidak terima kalah dengan mengejek, lain lagi urusannya.

Namun, semakin lama semakin bosan dengan lawan yang itu itu saja. "Cape gua, hari ini panas nya ga karuan."  kataku setelah bertnding di panas terik.

"iya sih, api lu pada ngerasa bosen ga sih ngelawan tim yang itu-itu mulu?"  kata Ipan dengan logat betawi nya.

"Nahhhh, baru gua mau ngomong kalo gua juga bosen lawannya itu-itu aja terus, gimana kalo nani gua Tanya temen gua yang jago nih. Tapi badan mereka besar-besar semua dan tendangannya keras-keras dan mainnya lumayan kasar. Mau gak?"  Tomy menyahut sambil memberi saran.

"Gass aja sih, lumayan dapet lawan tanding yang agak berbeda dikit."  kataku dengan setuju.

"Oke ntar gua chat habis itu gua kabarin besok." Kata Tomy

 

BAB-2

Esoknya.......

"Duh si Tomy mana sih lama banget, nanti kalo kelamaan kita kayanya ga akan sempat buat main. Belum lagi kalo kesorean gua pasti dimarahin emak gua."

"makanya itu, takunya kita juga ga sempat main kalo kesorean." Bastian menyahut.

Tiba-iba, Tomy datang dengan semangat yang membuatku memiliki harapan untuk dapat bermain melawan kampung yang diceritakan oleh Tomy itu. Dan benar saja, Tomy datang dan berkata bahwa jarak kampung itu hanya 15 menit jika jalan kaki melewati jalan pintas. Kami pun beramai-ramai mendatangi lapangan tempat kami akan bertanding di pertandingan yang disebut "TarKam."

            Setibanya disana, aku melihat lawan yang memiliki badan sangat besar, dan tendangan yang sangat keras. Ternyata cerita Tomy memang benar ternyata, padahal aku sudah meragukannya.

Jujur, aku grogi karna anak-anak tim kampungku berbadan kecil dan yang  paling besar adalah Jojo. Abang dari Bastian yang itu pun masih kelas 2 SMA. Namun, aku berusaha mengurangi rasa takut itu karena aku tau kampung kami tidak mengenal rasa takut meski lawan kami hebat. Intinya main, menang, pulang.

            "Woy!! Langsung masuk ke posisi, main jangan grogi. Mereka sama-sama makan nasi kok!" ucapku dengan harapan teman-temanku tidak grogi.

Kami semua langsung masuk ke posisi masing-masing, aku berada di sayap kanan, Shofi striker utama, Bastian sayap kiri, Abie tengah, Vito tengah kiri, Jojo tengah kanan, Farel bek tengah, Fadlan bek kiri, adikku juga ikut yaitu Ardo yang berposisi sebagai bek kanan. Tomy sebagai libero stopper yang bertugas sangat banyak dan kiper kami adalah Ipan. Itulah pembagian posisi menurut kami anak kampung.

           

Operan pertama dari tim mereka karena kalah suit. Seperti itulah cara kami menentukan bola pertama ada di tim siapa. Yaitu dengan suit. Operan dari kaki ke kaki mereka sangat baik, bahkan di 10 menit pertama bisa dikatakan ball possession kami kalah jauh. Bisa dibandingkan 20% penguasaan kami dan 80% untuk tim lawan. Meski begitu, pertahanan tim kami tidak bisa ditembus karena aku sudah memilih bek terbaik yang ada di kampung kami. Semakin lama permainan berjalan, aku semakin tahu pola permainan mereka seperti apa dan aku mulai berusaha keluar dari serangan terus menerus yang mereka lakukan, karena jujur saja bertahan itu sangat melelahkan.

Saat itu bola ada di kaki Vito, karena posisiku sangat pas berada di depan, dan kami tidak bermain offside, aku langsung meminta umpan lambung padaku. Dan itu berhasil! Dengan penuh percaya diri aku menggiring bola semakin ke depan masuk daerah pertahanan lawan. Aku berhadapan dengan satu bek besar, karena tau aku pasti kalah maka saat itu juga aku langsung memberi operan kepada Shofi yang saat itu sudah mengerti posisiku dan maju ke depan. Shofi berhadapan 1 vs 1 dengan kipper dan..... Jabrettttttttt!!!!!!! Gol pertama setelah sekitar 40 menit bermain di lapangan becek akhirnya tercipta dan anehnya, tim yang menggolkan adalah tim yang dari tadi terpuruk.

Karena namanya sendiri adalah "TarKam" (Antar Kampung), maka tidak akan seru jika tidak bermain gasrak. Selebrasi Shofie yang kelewatan memancing amarah tim lawan sehingga im lawan bermain dengan kasar. Meski badan kami kecil, kami tidak takut akan hal itu karena kami sudah biasa dengan hal ini dan karena aku juga sudah menduganya. Tetapi agak ngeri juga kalau yang ngamuk itu orang yang berbadan sangat besar.

"woy main umpan jauh aja, kalau bisa jangan duel 1 vs 1 nanti pasti kalah body!" kataku memberi arahan kepada teman temanku.

Namun, aneh bin ajaib lagi, dalam 15 menit mereka dapat mencetak dua gol ke gawang kami dan membalikkan keadaan. Itu karena bek kami yang takut terhadap lawan yang bermain kasar. Namun aku tidak ingin tinggal diam, aku dan tim kampungku yang memiliki badan kecil pun berusaha membuat gol balasan. Bukan dengan beradu kekuatan melainkan dengan kecepatan kami. Karna sudah pasti kalah kalau kami menggunakan kekuatan badan. Aku semakin tau pola permainan mereka, oleh sebab itu aku berusaha untuk membuat tim ku bermain menggunakan tiki-taka Brazil di pertandingan kampung dan tanpa alas kaki.

 

BAB-3

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Yang berarti setengah jam lagi kami harus pulang karena teman-temanku harus mengaji dan Sholat. Mungkin di saat seperti ini kebanyakan orang lebih memilih menyerah karena waktu tinggal 30 menit dan harus mengejar 2 gol melawan tim yang bermmain sangat keras. Nampaknya tidak mungkin. Namun aku pounya pemikiran sendiri.  Masih ada waktu berarti masih ada kesempatan. Aku pun berusaha untuk melakukan permainan cepat dan berupaya agar keluar dari tekanan serangan kampong lawan kami.

"Cepat buat satu woyy!!" (artinya ciptakan satu gol) kataku.

"Ro, lu siap di depan, kita buat satu pake umpan terobiosan gua" kata Abie dengan harapan aku dapat menciptakan satu gol demi menyamakan kedudukan.

Dan...... umpan terobosan yang dikatakan oleh Abie terjadi pula. Aku menyambutnya dengan sangat baik dan aku langsung dihadapkan oleh dua bek yang tubuhnya lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan aku yang kurus kecil ini. Tak lama berpikir, aku pun langsung mengambil langkah cepat dan dengan tubuh kecil ku meliak liuk menggocek kedua bek itu. dengan cepat aku langung mengambil poisi shooting dan aku melesatkan tendangan roket dengan kaki kananku ke arah pojok atas kanan kiper. Kipper itu terbang dengan upaya menyelamatkan bola agar tidak masuk ke gawang. Namun percuma, tendanganku yang keras itu lebih cepat daripada gerakan kipper lawan yang dijaga oleh Rio. Dan... GOLLLLLLL!!!!!! Teriakku dan tim ku karena senang sekali dapat menyamakan kedudukan dengan lawanku yang bernama "IMOLA".

Entah dari mana tetapi tiba-tiba ada banyak anak kecil dari kampungku yang berdatangan untuk menonton tim kampong kami bermain. Aku yakin ibu mereka pasti khawatir dan akan memukul bokong mereka menggunakan sapu. Persis seperti aku kecil. Namun, aku sangat senang akan datangnya mereka. Mereka bersorak dan memberi dukungan kepada kami sambil mengejek tim lawan. Wajarlah namanya anak kecil.

Sudah jam 17.15 hari selasa sore itu. aku semakin greget dan berharap agar waktu bisa lebih lama lagi karena aku sangat tidak yakin apakah 15 menit bisa menciptakan satu gol. Namun, pulang sebelum menang sangat bukan menggambarkan jiwa juang kampung kami. Akhirnya aku bermain hingga hampir maghrib dan berharap agar cepat gol tercipta untuk tim kami.

Saat itu lawan kami mendapatkan tendangan sudut, saat itu juga aku menyuruh Shofi untuk maju ke depan dengan harapan Ipan dapat menangkap bola itu dan langsung menendang jauh ke depan. Saat tendangan sudut dilepaskan, aku sangat kaget melihat Ipan deengan cekat melompat diantara banyak striker lawan dan berhasil menangkapnya dengan sempurna. Belum pernah aku melihat Ipan sangat berani seperti itu. Tetapi bagus sih. Saat itu juga Ipan memberikan bola kepada Shofi yang berdiri di daerah lapangan lawan, lalu Shofi mengoper bola itu kepada Jojo yang juga berada di depan. Jojo yang dengan licah menggocek bola menggunakan kaki yang penuh tanah becek dan kotor itu mengangkat bola kepada Shofi dan Shofi menyambut umpan itu dengan baik. Shofi yang mendapatkan umpan itu pun berusaha menggiring bola semakin dekat ke kotak penalty lawan.

Karena aku tau Shofi dan Jojo  tidak bisa membuat gol jika hanya berdua, maka aku menyuruh agar Tomy, Farel, dan Ardo untuk maju membantu.  Dan benar saja, dengan ramainya pemain kami yang ada di depan, kami melakukan teknik tiki-taka ala Brazil yang biasa disebut bermain dengan tarian "Samba". Yaitu eprmainan dimana kami sudah masuk ke daerah pertahanan musuh namun kami masih mempermainkan mereka dengan operan-operan yang membuat mereka lelah. Inilah permainan yang aku tunggu-tunggu!!!

 

BAB-4

            Waktu sudah sangat sore dan hampir gelap. Sebenarnya aku masih bisa melanjutkan permainan ini hingga akhir namun teman-temanku harus pergi mengaji dan Sholat Maghrib. Aku juga akan dimarahi ibuku jika aku pulang hingga gelap demi bermain bola. Mengingat juga aku sudah puas membuat lawan kesal, maka aku berusaha untuk mencitakan gol untuk mengakhiri pertandingan. Aku langsung memberi aba-aba untuk mencetak satu gol terakhir untuk penentu kemenangan yang akan dibuat oleh......

            Saat itu bola sedang ada di kaki ku dan aku berusaha menggiring bola itu semakin ke depan. Bola sudah masuk ke kotak penalty lawan, tetapi sekitar 8 orang dari mereka ada ti dalam kotak penalty. Kemelut pun terjadi di kotak penalty lawan. Dengan sekuat tenaga aku berusaha agar bola bisa masuk ke dalam gawang lawan. Namun saat itu juga hal aneh terjadi lagi. Saat aku berusaha memasukkan bola ke gawang lawan, bola malah terpantul ke sisi tiang kiri gawang dan saat itu juga memantul ke kaki lawan yang bernama Rabil. Ya, orang yang bermain dengan kidal itu malah membuat kesalahan tak terduga. Bola yang aku tendang lalu memantul ke tiang gawang malah memantul ke kaki nya dan akhirnya bola itu masuk ke gawang.

            Teriakan PEDURENAN!!!!!!! Semakin keras.

NAMA            : Hieronymus Halashon Samosir

NO. ABSEN   : 07

KELAS           : KPP-2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun