Mohon tunggu...
Riska Yuliana Putri
Riska Yuliana Putri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - MAN 1 Kediri

kadi dipa amaḍaṅi bhumi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Candi Lor, Jayastambha yang Terkikis oleh Sang Kala

11 Februari 2023   21:12 Diperbarui: 21 Maret 2023   14:23 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejarah mencatat pusat Kerajaan Mataram Kuno pernah dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Hal ini disebabkan oleh serangan dari sebuah Kerajaan Melayu ke Bhumi Mataram serta letusan Gunung Merapi yang meluluhlantakkan wilayah kerajaan dan beberapa alasan lain. Untuk menyelamatkan eksistensi kerajaannya, pemindahan pusat kekuasaan tersebut dilakukan oleh Mpu Sindok, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 928 M.

Mpu Sindok memindahkan ibu kota ke Tamwlang, sekarang daerah ini terletak di sekitar Jombang. Ia juga menghimpun kekuatan di Jawa Timur, tepatnya di daerah yang dulunya bernama Anjuk Ladang. Di sana, Mpu Sindok menarik atensi masyarakat setempat untuk membantunya dalam menghadapi Pasukan Melayu.

Perang yang tak dapat terelakkan pun terjadi. Pasukan aliansi yang telah dibentuk oleh Mpu Sindok bertarung dengan sekuat tenaga untuk melawan pasukan Melayu. Darah dan keringat bercucuran, namun semuanya setimpal ketika pasukan Mpu Sindok memperoleh kemenangan. Pasukan Melayu berhasil dipukul mundur. Kegemilangan yang diraih membuat Mpu Sindok mendirikan kerajaan baru bernama Medang Kamulan dan mengawali dinasti baru bernama Wangsa Isyana di Tamwlang.

Mpu Sindok tak tutup mata atas jasa dari masyarakat Anjuk Ladang. Sebagai bentuk rasa terima kasih atas bantuan yang telah diterimanya, Mpu Sindok memberikan simaswatantra pada masyarakat Anjuk Ladang. Selain itu sebuah jayastambha dibangun sebagai tugu peringatan kemenangan. Jayastambha tersebut kini lebih familier disebut Candi Lor.Candi Lor berdiri di atas tanah seluas 1.654 meter persegi  di sebelah selatan Jalan Jenderal Soedirman, Desa Candirejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk. Jika dilihat dari kejauhan, candi ini seperti tumpukan batu bata merah yang terbengkalai dan ditumbuhi sebuah pohon yang sangat besar. Hal ini disebabkan oleh bentuk candi yang sudah rusak parah dan terkikis. Oleh sebab itu, masyarakat sekitar banyak yang menyebut Candi Lor dengan nama Candi Bata.

Seperti candi Hindhu kebanyakan, Candi Lor menghadap ke barat. Sisi alas candi memiliki luas 142 meter persegi dengan tingi candi sekitar 9,3 meter. Satu keunikan dari candi ini yaitu terdapat pohon kepuh yang tumbuh menjulang dari bagian tengah candi. Akar pohon ini seakan membelit candi dan batangnya tumbuh mencondong ke arah selatan. Usia pohon kepuh itu sekitar 500 tahun, keberadaannya seakan menambah kesan dramatis pada candi yang wujudnya sudah tidak utuh lagi. Keberadaan pohon ini juga menjadi alasan kuat mengapa candi ini tidak mengalami restorasi.

dok.pribadi
dok.pribadi
Selain candi utama, ada dua candi pewara (pengiring) yang ada di depan candi. Sayangnya, kondisinya juga sama memprihatinkan seperti candi utama. Hingga kini, candi pewara sebelah utara diyakini oleh masyarakat setempat sebagai makam dari Eyang Kerto dan Eyang Kerti, abdi setia Mpu Sindok. Di depan candi utama, juga ada beberapa bagian arca yang sudah tidak utuh. Jika dilihat dari strukturnya, arca tersebut adalah Arca Ganesha, Arca Nandini, dan struktur seperti pintu masuk candi dari batu andesit.

Dulunya di area Candi ini juga ditemukan sebuah prasasti yang diberi nama Prasasti Anjuk Ladang. Prasasti ini terbuat dari batu andesit yang memiliki tinggi sekitar 2,1 meter dan lebar sekitar 1 meter dengan ketebalan 0,8 meter. Prasasti ini beraksara Jawa Kuno dengan beberapa bagian yang sudah tampak aus dan terbaca. Prasasti ini memuat penganugerahan tanah sima kepada tanah sawah kakatikan di Anjuk Ladang. Kini, prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional di Jakarta dengan nomor inventaris D.59. Masyarakat Nganjuk dan sekitar juga bisa melihat replika prasasti ini di Museum Anjuk Ladang. Replika prasasti ini ditempatkan di halaman depan museum di sebuah pendopo khusus.

dok.pribadi
dok.pribadi
Keberadaan Candi Lor tentu sangat erat kaitannya dengan Kabupaten Nganjuk. Hingga saat ini, Candi Lor dianggap sebagai cikal bakal berdirinya Kabupaten Nganjuk pada 937 Masehi sesuai keterangan dalam Prasasti Anjuk Ladang. Namun, kondisinya yang rusak parah dan terkikis di beberapa bagian tentu mendapat atensi lebih dari khalayak, pohon keduh yang melilit badan candi juga menarik keprihatinan. Sudah sepatutnya, candi ini dijaga dan mendapat perlakuan khusus agar sang jayastambha tak habis terkikis oleh sang kala.

(Informasi dirangkum dari berbagai sumber)

—Hiera Ditto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun