Mohon tunggu...
Michel Irarya
Michel Irarya Mohon Tunggu... Lainnya - IT

Cumi ingin nulis, itu saja!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cerpen: Aku Belum Tahu Namamu, Tapi Aku Tahu Siapa Dirimu

1 Desember 2015   00:13 Diperbarui: 1 Desember 2015   00:15 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sudah menjadi kebiasaanku tidak langsung pulang kerumah sehabis jam kerja. Dengan sepeda fixie aku lebih suka berkeliling mengunjungi tempat-tempat yang nyaman untuk bersantai melepas penat setelah seharian bekerja. Salah satu tempat favoritku adalah Museum Asia-Afrika, tempat yang nyaman dan asik, menurutku. Aku sering duduk disana hingga gelap sambil menulis catatan-catatan, atau sekedar cuci mata.

Seperti biasa, aku selalu mengambil posisi duduk dibangku dekat jalan dibawah sorotan remang lampu jalan. Hawa petang itu cukup sejuk sehabis disirami oleh hujan, jalanan masih sedikit basah, suasana ideal untuk menulis catatan-catatan pendek. Di sela menulis catatanku, aku melempar pandang ujung untuk sekedar menyegarkan mata, tanpa sengaja dari kejauhan pandanganku menangkap sebuah bentuk tak biasa tapi menarik. Sesosok manusia dengan dada menonjol diatas sepeda fixie berwarna merah muda, dengan pakaian berwarna abu-abu, mengayuh perlahan menuju kearah dimana aku berada. Sambil terus mengayuh perlahan, Ia hanya melihat sepedaku yang terpakir tepat disebelahku. Lalu berlalu begitu saja tanpa sempat menggeserkan pandangannya kearahku.

Semua berlalu begitu cepat, tapi ada yang sempat tertinggal didalam benak. Sosok itu, meski kami tak sempat beradu pandang tapi matanya terlihat berbeda, tajam namun lembut. Meski kepalanya tertutup helm, tapi rambut hitamnya terurai hingga kepunggung. Dalam keremangan cahaya lampu jalan, kulitnya masih terlihat cerah. Ah rasanya ia masih berada dalam pandangan.

Esoknya setelah rutinitas pekerjaan yang hampir tak berubah, tepat pukul 5 lewat 30 aku kembali lagi ke Museum ini. Berharap agar gadis itu datang lagi. Setelah menyandarkan sepeda aku memilih posisi duduk yang tepat agar bisa langsung tertangkap oleh pandangan matanya. Ku rapikan rambut pendek yang tak pernah disisir ini dengan lima jari ditambah sedikit air liur, juga membetulkan pakaian yang compang-camping.

Sudah lewat 30 menit tapi Ia belum juga muncul, langit semakin gelap, lampu-lampu jalan berwarana kuning mulai berpijar dengan remangnya menambah kesan roman-roman pada penantianku. Satu jam berlalu dan masih belum ada terlihat tanda-tanda Ia akan muncul. Setelah hampir dua jam, hujan mulai turun. Orang-orang mulai sibuk berebut tempat berteduh, Aku juga.

Setelah hampir tiga jam, hujan mulai reda dan masih belum ada tanda-tanda gadis itu muncul. Akhirnya kuputuskan untuk pulang. Dengan perasaan putus asa aku meraih sepeda, sekali lagi aku melihat ke ujung jalan itu untuk memastikan sekali lagi. Tapi semesta mendukungku, Sosok yang  kukenal itu muncul dari keremangan cahaya lampu-lampu jalan dengan sepeda fixie pink yang sama. Aku gugup sekaligus senang. Sambil berdiri memegangi sepedaku, aku membeku menyaksikan wanita itu mengayuh sepedanya semakin dekat kearahku.

Dengan balutan kaos warna biru muda, celana  pendek diatas lutut, dan kulitnya yang masih terlihat cerah. Ia terlihat begitu indah dan cantik luar biasa. Kali ini ia melihatku, aku membalas pandangannya dengan wajah beku, ingin tersenyum tapi tak berani. Kami saling menatap sambil ia terus mengayuh sepedanya.

Tiba-tiba, BRUAAKKKKK….

Ia tersungkur dengan sepedanya dan seorang lelaki jatuh terduduk setelah di tubruk dari belakang oleh gadis itu dengan sepedanya.

Tanpa dikomando, kulepas sepedaku begitu saja dan dalam sekejap aku sudah didekat gadis itu tapi tak tahu harus berbuat apa, menyentuhnya saja aku masih tak berani.

“Gimana sih neng, naik sepeda matanya dipake dong” Marah si Bapak

“Maafin temen saya Pak, dia gak sengaja tadi. Bapak gak apa-apa, ada yang luka Pak?” Entah kenapa Aku membela gadis yang belum kukenal ini.

“Iya sih gak apa-apa, tapi celana saya jadi kotor gini”

“Sekali lagi maafin temen saya Pak”

Bapak itu pergi begitu saja tanpa berkata apapun, dari wajahnya masih Nampak raut kekesalan.

“Kamu gak apa-apa, ada yang luka?” tanyaku basa-basi

“Luka sih dikit, tapi gak apa-apa kok” Jawabnya sambil mencoba berdiri,

“Untung sepedamu bagus, jadi gak ada yang rusak”

“Makasih ya udah belain aku”

“Santai, sesame Fixie rider sudah seharusnya saling bantu”

Sesaat kemudian kami suasana berubah menjadi sedikit canggung. Aku bingung memulai pembicaraan dari mana lagi, sedangkan ia mulai sibuk memijit-mijit layar telepon genggamnya.

“Kamu sering kesini?” Tanyaku memberanikan diri

“Enggak sih, baru dua tiga harian inilah”

Pandangannya masih terpaku pada layar telepon genggamnya. Aku mulai canggung, aku merasa Dia tidak begitu memperdulikan keberadaanku didekatnya. Sementara Jam di tanganku mengisyaratkan sudah lewat pukul 9 malam.

“Eh, Sampai mana tadi, Oh iya, tinggal dimana mas?” Tanyanya tiba-tiba

“Di soekarno-hatta” Jawabanku sengaja kubuat menggantung agar ada alasan untuknya bertanya lagi.

“Ohh..”

Sesederhana itu jawabannya, Aku berharap agar dia membalasnya dengan pertanyaan lagi, tapi wanita memang mahluk yang rumit, sulit diterka. Melihatnya masih sibuk dengan Telepon Genggamnya, Aku melihat kesempatan untuk bisa mendapatkan nomor Teleponnya. Susah payah aku mencari trik yang tepat agar tak terkesan Modus. Ku keluarkan Telepon Genggamku dari saku celana dan mencoba membuka lagi pembicaraan.

“Kamu kalau Gowes sendiri?”

“Kadang sendiri”

“Gowes bareng yuk kapan-kapan?”

“Boleh”

Hampir berhasil, tapi tiba-tiba suara dering dari telepon genggamnya menghancurkan segalanya. Ia menerima panggilan itu dengan nada yang tak biasa

“Eh Gue balik dulu ya, makasih lho udah bantuin. Sampai ketemu” Katanya

Ia  menunggangi sepedanya dan pergi begitu saja. Aku bahkan belum tahu namanya.

***

Aku masih menaruh harapan untuk bertemu dengannya sekali lagi. Bahkan berharap ia akan menabrak orang sekali lagi dihadapanku, agar bisa kuperbaiki cerita saat itu. Setelah seminggu, seperti biasa, aku rutin ke Museum Asia afrika menulis catatan-catatan pendek. Aku berharap Ia muncul dari ujung jalan itu. Tapi Ia tak pernah muncul lagi.

***

Disuatu sore diakhir minggu, di Sebuah Mall di tengah Kota Bandung. Aku sedang berada parkiran sepeda yang letaknya bersebelahan dengan parkiran Mobil setalah membeli sebuah celana jins obral.  Saat sedang membuka gembok pengaman sepeda tanpa sengajar aku melihat Gadis itu keluar dari sebuah mobil sedan mewah dengan penampilan yang bisa dibilang Sexy. Ia mengenakan Rok pendek, lebih cantik dibandingkan saat pertama kali aku melihatnya. Rambutya  masih sepunggung, hitam dan lurus. Dengan polesan mekaup, Ia terliat benar-benar Cantik.

Kami hanya berjarak sekitar 10 meter, tapi ia tak melihatku. Barangkali ia memang tak mengenalku. Aku tak henti menatapnya  kagum, rasanya ingin menghampirinya tapi tak berani.

Dari pintu pengemudi keluar seorang lelaki berkumis tipis berambut pendek rapi, dengan kaos polo, celana jins dan sepatu kulit mengkilap, terlihat sangat necis. Saya tebak ia berumur hampir 40 tahun dari bentuk tubuh dan raut muka yang sudah tak kencang lagi.

“Ayok om sayang” rengeknya sambil mengulurkan tangan dengan gayanya yang manja.

Bak disengat listrik, dadaku sesak, aku diam terpaku tak bergerak. Kata-kata itu cukup jelas tertangkap indra pendengaranku. Ia kemudian menggandeng sambil bergelayut dilengan lelaki itu dengan polah manja. Mereka berjalan masuk ke Mall dan menghilang dari pandanganku.

Dadaku terbakar, entah, mungkin cemburu. Dengan rasa dongkol, aku meraih sepedaku dengan kasar dan kupacu dengan kecepatan tinggi ditengah padatnya lalu lintas jalan raya.

“Aku belum tahu namamu, tapi kini aku tahu siapa dirimu” Ujarku dalam hati.

Lalu, Bruaakkkk….

Aku terlempar dari sepedaku dan terguling dijalanan. Kulihat seorang bapak-bapak ambruk dari Sepeda motornya dan sosoknya sangat familiar.

“Ah Sial, si bapak itu lagi”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun