Padahal bukan suatu perkara yang mudah menunda Pemilu dan menambah masa jabatan Presdien diatas dua periode karena ini hal yang serius dan syaratnya relative berat berbenturan keras dengan konstitusi dimana Pemilu itu sirkulasi lima tahunan sebagaimana dalam amademen ketiga UUD 1945 Pasal 22 E ayat (1) berbunyi; "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali".
Kuncian lain adalah konsensus kenegaraan yang telah disepakati bersama DPR, Pemerintah dan KPU Â bahwa pemungutan suara pada Pemilu 2024 dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 14 Februari 2024. Ditindaklanjuti KPU sebagai lembaga yang memiliki otoritas menetapkan hari pemungutan suara melalui surat keputusan KPU No. 21/2022 tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara Pilpres dan Pileg serentak 2024. Untuk menunda Pemilu pun adalah kewenangan KPU.Â
Kembali pada soal gagasan tiga periode jabatan Presiden dimana isu ini bergulir bukan saja di era pemerintahan Jokowi tetapi sejak era pemerintahan SBY. Lagi-lagi gagasan tiga periode ini tidak dimungkin dilakukan karena palang pintu konstitusi mengunci dalam Pasal 7 UUD 1945 amandemen kesatu yang berbunyi; "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".
Hanya memang dapat dimungkinkan pasal 7 tersebut diubah dengan menempuh prosedur amandemen kelima UUD 1945 yang diajukan oleh minimal 1/3 anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD. Lalu sidang untuk mengubah pasal harus dihadiri minimal 1/3 anggota MPR, kemudian mendapat persetujuan dari 50 persen tambah 1 orang anggota MPR.
Kalau prosedur amandemen UUD itu tercapai, maka semula jabatan Presiden dan Wakil Presiden dibatasi dua periode dapat dianulir tiga periode ataupun seumur hidup dan setelahnya bersifat mengikat dan hanya dapat dianulir melalui proses amandemen UUD 1945 berikutnya.
Hanya saja diera reformasi ini sudah lima kali Pemilu belum ada elit politik yang aneh-aneh minta Pemilu ditunda. Nanti era ini (saat ini) menjelang perhelatan Pemilu 2024 baru ada pihak yang tidak risih menyampaikan penundaan Pemilu tanpa rasa malu dan tanpa beban sejarah dihadapan publik (rakyat). Lain hal dengan isu tiga periode bukan gagasan baru dipemerintahan Jokowi, tetapi isu ini pernah bergulir sebelumnya pada pemerintahan SBY.
Menurut Siti Zuhro peneliti politik dari LIPI menuturkan bahwa isu perubahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode muncul sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Presiden Joko Widodo. "Isu presiden tiga periode bukan yang pertama muncul. Ketika SBY memerintah pun muncul usulan presiden tiga periode. Usulan tersebut (waktu itu) mendapat penolakan yang luas dari publik sehingga kandas. Era Jokowi isu tersebut muncul kembali," ujar Siti kepada Kompas.com, Senin (15/3/2021).
Tunda Pemilu Berdampak Caos dan Krisis Legitimasi
Ketika umpamanya benar terjadi Pemilu 2024 ditunda, maka lembaga yang berwenang menundanya hanyalah KPU dengan dasar produk hukum berupa Perppu diterbitkan Presiden dengan alasan kegentingan yang memaksa. SetelahPemilu tertunda, lalu apa
Karena konsekuensi seriusnya adalah pasca penundaan Pemilu maka masa jabatan Presiden dan Wapres, para Menteri (Kabinet), anggota DPR, DPD, dan MPR akan berakhir periodesasinya hanya lima tahun dan habis dengan sendirinya. Sementara tidak ada dasar hukum lembaga mana yang berwenang memperpanjang jabatan para pejabat tersebut. Bagaimana cara menciptakan kewenangan dan siapa yang akan melahirkan produk hukum memperpanjang masa jabatan tersebut disaat masa jabatan selesai?
Maka situasi ini cukup mengerikan dengan potensi konflik yang berdampak caos dan bisa meluas, terjadi krisis legitimasi berimplikasi kepada krisis kepercayaan. Karena tidak ada dasar konstitusional dan pijakan hukum yang kuat maka terjadi kevakuman pengaturan hukum dan tidak ada pihak yang berwenang untuk menyelenggarakan negara jika negara menghadapi krisis seperti ini.