Cara ini tidak masuk dalam fokus utama reformasi agraria yang digalakan Presiden Jokowi yaitu melakukan percepatan penyelesaian konflik agraria dengan fokus utama mengedepankan kepentingan masyarakat dan selaras dengan memudahkan perizinan dan investasi. Artinya dalam kepentingan kemudahan investasi dan perizinan harus seimbang dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan apabila terjadi konflik agraria maka penanganannya secara bersama dengan falsafah berdiri sama tinggi duduk sama rendah.
Dalam kontek reformasi agraria mekanisme kerja lintas Kementerian/Lembaga harus dibangun dengan melibatkan kewenangan yang ada di berbagai sektor dan lintas Kementerian/Lembaga yang saat ini ada di Kementerian ATR/BPN, KLHK, Kementerian Pertanian. Bukan pada Polisi, TNI atau Pol PP.
Tugas Polri dan TNI hanya bersifat khusus, untuk kepentingan menjaga kondusivitas lapangan apabila memang dalam proses penanganan konflik agraria ditengah masyarakat sementara berproses dengan lembaga-lembaga tekait. Jadi ketika masih dalam proses penanganan penyelesaian konflik justru aparat harus hadir sebagai palang pintu untuk mencegah dan menghentikan cara-cara kriminalisasi terhadap warga yang sedang berjuang untuk menyelesaikan konflik agrarianya.
Cara-cara rekayasa, hidden agenda, atau devide at impera dengan menggunakan tangan aparat agar memecah warga menjadi dua kutub pro dan kontra adalah cara orde baru yang dengan mudah dideteksi saat ini karena kemajuan teknologi ditambah pengetahuan hukum yang sudah begitu baik.
Kesimpulan
Pemerintah beserta seluruh aparaturnya harus mentaati tujuan-tujuan "Reformasi Agraria" yang telah diatur oleh pemerintah sendiri. Aparat TNI, aparat Polri serta aparat Pemerintah Daerah, harus pula ikut dapat menegakkan prinsip-prinsip prioritas reforma agraria. Dengan begitu, perbaikan ketimpangan struktur agraria, penyelesaian konflik agraria yang akut, dan pemberantasan kemiskinan struktural terutama di pedesaan akibat struktur agraria yang tidak adil, betul-betul menjadi sasaran kerja kebijakan "Reformasi Agraria" di Indonesia.
Marilah selalu belajar dari sejarah bangsa ini dimana penanganan konflik-konflik agraria tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan keamanan, menakuti dengan alat senjata dan istrumen hukum disertai pola-pola represif. Pasti selalu darah tertumpah, nyawa rakyat melayang atau paling tidak hak hidup rakyat yang terampas oleh negara.
"Konstitusi negara dibuat untuk negara hadir dalam melindungi warga negara dari tindakan kesewenang-wenangan"
*Penulis: Praktisi Hukum/Ketua Presidium JaDI Sultra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H