Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dialog di Tanah Wadas: Cara Menyelesaikan Konflik Agraria

12 Februari 2022   17:40 Diperbarui: 12 Februari 2022   17:59 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak terjadi titik temu dengan pihak aparat gabungan dengan warga Wadas yang menolak, maka berujung ricuh sehingga bentrok aparat dan warga tidak dapat dihindari. Dari bentrok ini puluhan warga Wadas ditangkap oleh aparat dan digelandang ke Polres Purworejo. Menurut Julian Dwi Prasetya, Kuasa hukum warga Desa Wadas, mengatakan bahwa , ada 64 warga yang ditangkap aparat dalam peristiwa itu. Terdapat beberapa warga yang ditangkap mengalami tindakan kekerasan dari aparat. "Ada yang diperlakukan tidak manusiawi juga waktu penangkapan", kata Julian kepada Kompas.com, Rabu (9/2/2022).

Lantas Apa Sebenarnya yang Terjadi di Wadas?

Penulis menelusuri salah satu laman petisi "Hentikan Rencana Pertambangan Batuan Andesit di Desa Wadas" terungkap, luas lahan Desa Wadas yang akan dikeruk untuk penambangan andesit mencapai 145 hektare. Oleh sebagian warga melakukan penolakan rencana penambangan tersebut. Karena dikhawatirkan akan merusak 28 titik sumber mata air warga desa wanda. Kalau sumber mata air rusak maka dampkanya pada kerusakan lahan-lahan pertanian di wandas. Otomatis berakibat pada kehilangan mata pencaharian utama warga Wandas. Penambangan itu juga dikhawatirkan akan menyebabkan Desa Wadas semakin rawan longsor. Apalagi, berdasarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purworejo 2011-2031, Kecamatan Bener, termasuk di dalamnya Desa Wadas, merupakan bagian dari kawasan rawan bencana tanah longsor.

Kemudian penulis mencoba menelusuri laman berbagai organisasi NGO yang peduli lingkungan salah satunya Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI). Dari laman resmi walhi.or.id, dijelaskan bahwa proyek tambang di Desa Wadas ini merupakan tambang quarry atau penambangan terbuka (dikeruk tanpa sisa) yang rencananya berjalan selama 30 bulan. Penambangan batu itu dilakukan dengan cara dibor, dikeruk, dan diledakkan menggunakan 5.300 ton dinamit atau 5.280.210 kilogram, hingga kedalaman 40 meter. Tambang quarry batuan andesit di Desa Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Jika hal itu terjadi, menurut Walhi, bentang alam di desa tersebut akan hilang dan ekosistemnya rusak.

Bagaimana Sebenarnya Solusi Penyelesaian Konflik Agraria?

Kericuhan di Wadas ini diluar dugaan banyak pihak karena cukup lama tidak terdengar cara-cara kekerasan terhadap warga masyarakat dengan aparatdalam penanganan konflik agraria karena pemerintah memiliki formula dimana setiap penyelesaian konflik agraria difokuskan dalam program "Reformasi Agraria" yang digalakan oleh pemerintah Indonesia dibawah pemerintahan Jokowi.

Konflik Wadas ini menunjukan masih adanya praktik aparat pemerintahan dibawah yang masih meneruskan proses-proses pemberian izin maupun kebijakan kepada perusahaan swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk terus beroperasi menjalankan proyek maupun programnya meski ada protes masyarakat setempat terkait terganggunya dampak kerusakan lingkungan yang berdampak terganggunya hak hidup masyarakat.

Poin penting dalam kasus Wadas adalah adanya keterlibatan aparat hukum Polisi gabungan aparat TNI dan Pol PP dalam penyelesaian konflik agraria dengan pendekatan kekerasan (represif) yang masih dibiarkan, didukung atau bahkan melakukan tindakan justru atas nama proyek negara atau Proyek Strategis Nasional (PSN). Kasus Wadas memperlihatkan akuntabilitas pemerintah dalam penyelesaian konflik agraria, justru menjadi pelaku dalam konflik-konflik tersebut.

Konflik Wadas ini harusnya menjadi pelajaran penting bagi pemerintah untuk kembali mengurai penyebab terjadinya konflik-konflik agraria. Bisa jadi kasus yang serupa dengan konflik Wadas sudah atau sedang terjadi pula di daerah lain, hanya saja belum terungkap atau sementara berproses negosiasinya dengan embel-embel Proyek Strategis Nasional.

Pemerintah baiknya kembali mengurai faktor apa saja yang membuat masyarakat harus bertaruh nyawa dalam mempertahankan hak hidup mereka sehingga berani berhadapan dengan cara represif aparat. Yang pasti ada yang keliru dalam pendekatan pemerintah dan aparat. Coba dapat dicek, apakah terdapat faktor dugaan seperti mal-administrasi dalam menjalankan proyek nasional apalagi proyek yang bersifat strategis nasional, atau tentang faktor proses ganti kerugian dalam pengadaan tanah bagi pembangunan yang tidak adil dan minim asas manfaat.

Atau faktor lainnya bagaimana pendekatan penanganan konflik agraria apakah masih legal formal atau mengandalkan aparat seperti Polri dan TNI, serta faktor pelibatan masyarakat lokal maupun warga lingkar tambang yang nihil partisipasi dan keterbukaan. Karena menyelesaikan konflik agraria dengan cara senjata dan represif justru memperhadapkan rakyat dengan aparat hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun