Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Puskesmas, Desentralisasi, dan Health Citizenship Suatu Pola Strategi Keadilan dan Pemerataan Pelayanan Kesehatan Masyarakat

7 Februari 2022   16:42 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:26 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Sehat. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

oleh : Hidayatullah*

Penulis sejak kecil sampai pelajar tinggal dan besar didaerah terpencil atau di kabupaten kecil di Indonesia. Tentu saja segala perkembangan baik realitas dari aspek sosio histori dan kultur masyarakat sangat membekas. Satu contoh pada aspek kesehatan baik pelayanan maupun akses dari zaman orde baru sampai saat era reformasi kini.

Dahulu era orde baru fasilitas kesehatan seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) menjadi ujung tombak pelayanan dalam hal akses Pos pelayanan terpadu (Posyandu). 

Akses pelayanannya bersifat program rutin dan kontinyu pemerintah dalam aspek pelayanan KB, imunisasi dan penanganan gizi bagi anak umur dibawah lima tahun (balita). 

Program ini cukup berhasil tetapi sayangnya peran Puskesmas hanya membantu bukan sarana utama karena banyak pelayanan kesehatan itu berpusat di kantor desa dan kelurahan karena autoprogram pemerintah pusat, bukan rutin pelayanan kesehatan umum masyarakat sehari-hari.

Sehingga Puskesmas bukan terdepan sebagai pusat pengembangan pembinaan dan pelayanan bagi masyarakat kelas bawah untuk mendapatkan layanan kesehatan karena masih sentralistik program prioritas pemerintah dalam mensukseskan program Keluarga Berencana (KB), imunisasi campak, polio dan gizi bagi balita. 

Belum didukung ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu masih tergambar bagaimana pelayanan kesehatan bersifat politis dan masih tampak perbedaan pelayanan kepada masyarakat karena status sosial.

Pengalaman di era itu penyelenggaraan pelayanan kesehatan terlihat begitu dominanya pemerintah atau peran negara, baik di pusat maupun di daerah. 

Semua kebijakan pelayanan kesehatan dalam dominasi negara dan masih nihil peran swasta apalagi peran masyarakat secara aktif dalam partisipasi pelayanan maupun akses yang berkeadilan.

Adapun perkembangan saat ini, katakanlah di era reformasi pembangunan kesehatan mengalami kemajuan walau masih menghadapi tantangan, disparitas dan pemerataan yang terjadi antardaerah dan antar strata ekonomi.  

Katakanlah akses kesehatan terhadap si kaya dan yang tidak mampu masih terjadi kesenjangan. Bahkan pelayanan dan akses kesehatan yang pokok atau primer masih sangat terbatas terutama di daerah kepulauan, marginal maupun pesisir.

Katakanlah mereka masyarakat marginal dan pesisir apalagi yang tinggal di daerah terisolir  dan tertinggal, daerah perbatasan, dan cakupan pulau-pulau kecil, maka akses terhadap pelayanan kesehatannya masih belum optimal sama sekali. 

Kendala transportasi, geografis dan kondisi alam yang ekstrim membuat keterbatasan dan tingkat kesulitan akses pelayanan kesehatan di banyak daerah pesisir dan marginal tersebut. Sarana prasarana dalam hal fasilitas kesehatan yang paling dasar justru belum memenuhi standar kesiapan pelayanan kesehatan.

Standar guideline atau pedoman pelayanan kesehatan terhadap akses didaerah terpencil, terisolir, marginal, pesisir dan daerah tertinggal lainnya sebenarnya sudah ada dari departemen kesehatan maupun konsep-konsep lokal daerah. 

Hanya saja penerapannya belum kongkret dan implementatif. Selalunya saja kondisi politik dan perubahan visioner pemimpin maupun misi pemerintah akibat kebijakan politik atau produk politik yang berubah-ubah menjadi konsep-konsep pelayanan kesehatan tidak optimal.

Salah satu contoh pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama yang berada di wilayah daerah tertinggal dan atau kelompok-kelompok terpencil dan marginal lainnya kebijakan daerah termaksud pengalokasian anggaran (APBD) sangat terbatas dan minim karena kebijakan maupun alokasi anggaran banyak terpusat dan menumpuk di pemerintah pusat lewat APBN. 

Jadi misalkan kewenangan terkait sarana tempat seperti Puskesmas dan alat-alat kesehatan yang standar memang tersedia, tetapi menyangkut fasilitas, sumber daya manusia maupun kebutuhan dokter umum atau spesialis masih terbatas dan jauh dari jangkauan pelayanan terdepan seperti Puskesmas.

Bagi masyarakat yang mampu tidak menjadi soal karena ketika sakit dapat berobat difasilitas kesehatan swasta yang ada di ibukota provinsi atau bahkan ke kota-kota besar. 

Biayanya tentu relatif mahal, dan bagi yang ekonomi lemah ketika sakit merupakan pilihan yang sulit untuk serta merta mendapatkan pelayanan optimal di Puskesmas atau unit-unit pelayanan kesehatan di desa atau kelurahan setempat. 

Keadaan ini biasanya ada pengobatan alternatif tetapi pilihan ini karena suatu kepasrahan. Sehingga adagium "orang miskin dilarang sakit" itu masih selalu berkumandang didaerah-daerah terpencil, tertinggal maupun marginal.

Biaya kesehatan yang masih relatif mahal sehingga menjadikan kesehatan seolah-olah hanya menjadi hak orang-orang kaya atau hak bagi yang ekonominya terjangkau. 

Bagi yang ekonomi lemah kendatipun ada fasilitas jaminan kesehatan masyarakat tetapi birokrasinya panjang dan berbelit-belit. Kondisi ini semula pasien mungkin sakitnya ringan malah menjadi berat, atau semula pendamping pasien dari keluarga semula sehat karena kelelahan berurusan malah menjadi sakit pula.

Padahal pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan dan hak setiap warga negara yang paling mendasar yang merupakan kewajiban pemenuhannya harus dicukupi oleh pemerintah sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. 

Telah terdapat unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas yang seharusnya negara dalam hal ini pemerintah wajib mengadakan fasilitas layanan kesehatan dengan lebih mementingkan bagaimana akses, pemerataan layanan dan kepuasan masyarakat mendapatkan pelayanan yang maksimal. 

Peningkatan kualitas layanan unit-unit kesehatan seperti Puskesmas merupakan ujung tombak dan tolak ukur untuk menentukan produktifitas dan asas manfaat adanya Puskesmas. Kalau hanya sekedar sarana gedung dan fasilitas dasar yang ada di Puskesmas, maka hanya sebuah kemubaziran karena dibangun dengan uang atau bersumber dari pajak rakyat.

Akibatnya dari pelayanan kesehatan yang belum sepenuhnya memadai itu menjadi salah satu penyebab menurunnya tingkat kesehatan masyarakat kita. Pelayanan, akses dan biaya kesehatan yang mahal menjadikan kesehatan adalah barang yang begitu langka dan mahal.

Penulis tidak menampik terhadap banyaknya data-data maupun laporan capaian dibidang kesehatan kita yang begitu menunjukkan tingkat kemajuan yang tinggi. Tetapi mungkin itu sifatnya statistik hasil riset atau akumulasi kesimpulan bersifat umum.

Bisa saja hasil riset atau studi dari internal pemerintah saja, tetapi dinamika dan realitas dibawah diperlukan riset dan penelitian dari kelompok akademisi (ilmuwan) dari perguruan tinggi kita dibidang kesehatan masyarakat maupun stakeholders kesehatan.

Begitu pentingnya riset dan penelitian-penelitian dari ilmuwan diluar organ pemerintah karena tidak hanya menyangkut soal pelayanan dan fasilitas kesehatan tetapi juga terkait kualitas dan kepuasaan masyarat, keadilan akses, pemerataan yang sama, kualitas pelayanan dilihat dari aspek sumber daya maupun fasilitas, dan pemerataan pelayanan kesehatan.

Selain penelitian dan riset-riset diatas, juga ada satu aspek yang selalu terabaikan oleh pemerintah yakni dalam hal membahas pelayanan dan akses kesehatan masyarakat terkait bagaimana permasalahan kesehatan yang memiliki keterikatan dengan masyarakat sekitar terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah. 

Partisipasi masyarakat dibutuhkan dalam menyusun kebijakan kesehatan. Karena ketika masyarakat tidak dilibatkan maka kebijakan akan selalu bersifat top down, akhirnya pemerintah tidak bisa meletakan kebijakan yang implementatif.  

Akhirnya selalu muncul masalah-masalah pelayanan maupun program yang trial and error. Selalu dicoba cara-cara baru tetapi karena tidak botton up kebijakan yang lahir akhirnya selalu ada kegagalan program atau hanya bersifat politis.

Apalagi dimasa kedaruratan kesehatan akibat pandemi Covid-19 ini, makin menjadi sulit penataan pelayanan dan akses kesehatan berbasis aspirasi warga. Kendalanya karena protokol kesehatan yang begitu ketat dan sarana rumah sakit dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti Puskesmas menjadi terdepan dalam penanganan pandemi akibat wabah virus Corona.

Bahkan model tata kelola penyelenggaraan pelayanan kesehatan kembali lebih sentralistik dimasa pandemi ini. Berbarengan dengan lemahnya ekonomi dan kondisi politik dalam negeri yang tidak stabil. Sehingga pendekatan stabilitas ekonomi dan politik menjadi satu kesatuan (integral) pemerintah dalam konsentrasi menghadapi pandemi covid-19. 

Kondisi ini tidak memungkinkan adanya percepatan pembangunan pelayanan dan akses kesehatan karena kebijakan belum efisien untuk mengumpulkan aspirasi warga. 

Apalagi Pemerintah daerah menunggu semua arahan dan regulasi dari Pemerintah pusat baik itu soal refocusing anggaran, regulasi turunan, kebijakan PSBB maupun PPKM yang beragam level, dan lain-lain.

Kendatipun demikian, sebenarnya beberapa daerah terjadi lompatan inovasi baik sebelum Covid-19 maupun saat ini ditandai dengan penerapan jaminan kesehatan bagi golongan masyarakat yang lebih luas di daerah.

Satu dua daerah memiliki kisah sukses jaminan kesehatan terhadap akses dan pelayanan kepada semua penduduknya. Tetapi itu tergantung kepedulian atau implementasi dari janji-janji politik dimasa kampanye Pemilu maupun Pilkada yang dapat diterapkan oleh kepala daerah dan kepedulian yang sama para wakilnya di DPRD.

Sebagai kesimpulan, penulis mengharapkan adanya tatakelola pelayanan dan akses kesehatan yang merata dan adil dengan melibatkan aspirasi masyarakat sebagai health citizenship atau kewarganegaraan kesehatan. 

Health citizenship mendorong dan membangkitkan partisipasi masyarakat dibidang kesehatan sehingga urusan kesehatan tidak hanya didominasi pemerintah atau negara.

Begitupula kebijakan yang semula sentralistik harus berpola desentralisasi agar pemerintah pusat seirama dengan pemerintah daerah agar dapat menggali dan memahami kebutuhan serta lebih dekat dengan permasalahan kesehatan yang terjadi dimasyarakat. 

Telah ada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang iurannya disubsidi oleh pemerintah sehingga harus dioptimalkan karena ini merupakan puncak pencapaian dari reformasi sistem kesehatan agar lebih berkeadilan dan dapat memberi akses kepada semua penduduk, termasuk kelompok rentan, marginal dan ekonomi lemah (miskin).

Puskesmas yang merupakan fasilitas kesehatan tingkat pertama harus menjadi ujung tombak dalam upaya menurunkan kesenjangan pembangunan kesehatan di seluruh wilayah. 

Fasilitas, sarana dan prasarananya harus memadai agar terjadi pelayanan yang memuaskan masyarakat kita sehingga hak kesehatan warga negara dapat terpenuhi secara adil serta kewajiban pemerintah tercapai sebagai pengayom dan pelindung warga negaranya.

Sebagai penutup, penulis menghaturkan permohonan maaf yang tulus apabila dalam tulisan ini terdapat kekurangan, kekeliruan atau kesalahpahaman dalam pemaknaan kebijakan, kekeliruan data maupun analisa, itu karena keterbatasan pemahaman penulis. Sehingga dibutuhkan koreksi, saran, dan masukan. 

Tidak ada niat dari penulis mendiskreditkan pihak tertentu atau instansi/lembaga tertentu, tetapi sebagai bahan masukan dan kritikan untuk perbaikan pelayanan, keadilan dan akses pemerataan kesehatan bagi warga negara kita.

Demikian, sebagai bahan pembanding dan perbaikan kedepan dalam layanan dan akses kesehatan yang adil dan merata buat warga masyarakat secara keseluruhan.

*Penulis; Praktisi Hukum/Alumni Universitas Halu Oleo (UHO)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun