"Seperti Apa Nasib Honorer dan Bagaimana Mengatasinya"?
Oleh : Hidayatullah*Â
PRAKATA
Tulisan ini menyangkut lingkup kajian hukum perundangan yang berkaitan dengan status hukum dan kedudukan tenaga honorer yang telah ditiadakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), serta dapat ditinjau dari payung hukum kepegawaian yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Sejalan juga dengan kebijakan meniadakan pegawai dengan status honorer yang disampaikan melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, melalui keterangan resminya diberbagai media massa cetak, elektronik maupun online bahwa instansi pemerintahan dilarang merekrut tenaga honorer atau meniadakan pegawai dengan status honorer di badan pemerintahan. Bahwa, pegawai pemerintah hanya akan ada dua kelompok, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK). Instansi pemerintah diberikan kesempatan dan batas waktu hingga tahun 2023 untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK. Untuk memenuhi kebutuhan penyelesaian pekerjaan mendasar, seperti tenaga kebersihan (cleaning service) dan tenaga keamanan (sekuriti), disarankan untuk dipenuhi melalui tenaga alih daya (outsourcing) dengan beban biaya umum, bukan biaya gaji. Hal itu sebagaimana disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, melalui keterangan resminya, Selasa (18/1/2022) dikutip dari berita online media Kompas.com.
DASAR HUKUMÂ
Terkait dengan kajian hukum ini, penulis mencatat sejumlah perundangan-undangan dan peraturan pelaksanaannya yang berlaku tentang "Larangan Instansi Pemerintahan Merekrut/Mengangkat Pegawai dengan Status Tenaga Honrer sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) Batas Waktu Hingga Tahun 2023", sebagai berikut :
- Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara;
- Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil;
- Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintahan Dengan Perjanjian Kerja.
KAJIAN HUKUM
     Topik yang diulas berkaitan dengan status hukum, kedudukan dan bagaimana nasib pegawai honorer yang sudah ada atau masih bertugas sampai saat ini. Tentu saja banyak pertanyaan publik yang awam dengan pemahaman hukum berkaitan dengan apakah status pegawai honorer sama dengan PPPK serta kaitan aspek peraturan seperti  PP No. 49/2018 tentang PPPK apakah termuat larangan instansi pemerintahan mengangkat pegawai honorer atau hanya membahas PPPK saja.
     Dapat dijelaskan bahwa Pegawai Honorer dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana terakhir kali diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, tenaga honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
     Hal ini berarti tenaga pegawai dengan status honorer merupakan orang yang bekerja di instansi pemerintah yang gajinya dibayarkan oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
     Sedangkan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Perlu diketahui juga bahwa PPPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN).
     Adapun yang dimaksud dengan Pegawai ASN adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintahan Dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
     Berdasarkan Penjelasan Pasal 96 ayat (1) PP No. 49/2018, tenaga honorer merupakan pegawai non-PNS dan non-PPPK, sehingga dapat disimpulkan bahwa tenaga honorer tidak sama dengan PPPK.
Larangan Merekrut Pegawai Honorer
Sesungguhnya ketentuan tentang larangan pengangkatan tenaga honorer juga telah termuat sebelumnya dalam PP No. 48/2005 yang menyatakan bahwa sejak ditetapkannya PP No. 48/2005, semua Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain di lingkungan instansi, dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis, kecuali ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Adanya larangan pengangkatan tenaga honorer atau pegawai Non PNS tersebut memberikan konsekuensi bagi satuan organisasi pusat maupun daerah untuk tidak mengangkat lagi pegawai Non PNS atau tenaga honorer atau tenaga yang sejenisnya.
Jika didasarkan pada PP No. 49/2018 yang mengatur mengenai manajemen PPPK, maka berkitan dengan larangan instansi pemerintahan untuk merekrut tenaga honorer sebagaimana sebutkan di atas, Pasal 96 PP No. 49/2019 mengatur sebagai berikut:
- Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN.
- Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK.
- PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut dijelasakan bahwa yang dimaksud dengan pegawai non-PNS dan non-PPPK antara lain: pegawai yang saat ini dikenal dengan sebutan tenaga honorer atau sebutan lain. Kemudian Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jadi berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa instansi pemerintahan berdasarkan Pasal 96 PP No. 49/2018 dilarang untuk mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK (tenaga honorer) untuk mengisi jabatan ASN.
Begitupula Pasal 99 PP No. 49/2018 tentang PPPK ikut mengatur bahwa terhadap pegawai non-PNS (tenaga honorer atau sebutan lain) yang telah bertugas, masih tetap melaksanakan tugas paling lama 5 (lima) tahun. Apabila telah berakhir masa penugasannya/kontraknya dan tenaganya masih dibutuhkan maka dapat diperpanjang penugasannya/kontraknya dan/atau diangkat kembali dengan menetapkan surat keputusan pengangkatan kembali/perpanjangan perjanjian kontrak. Sedangkan apabila tenaganya tidak dibutuhkan karena akan/telah digantikan oleh CPNS/PNS/PPPK maka pegawai non-PNS tersebut dapat diberhentikan. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun (sampai dengan tahun 2023) tersebut pegawai non- PNS dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan yang diatur dalam PP No. 49/2018.
Kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam mengatasi masalah tenaga honorer hingga tahun 2023 menurut Kepala BKN Bima Haria Wibisana adalah melalui beberapa cara yaitu: lewat jalur tes CPNS bagi tenaga honorer yang berusia di bawah 35 tahun, lewat jalur tes CPPPK bagi tenaga honorer yang berusia di atas 35 tahun. Bagi tenaga honorer yang tidak lulus tes CPNS maupun tes CPPPK, maka dikembalikan kepada daerah masing-masing dengan catatan gajinya harus setara dengan upah minimum regional (UMR), sedangkan bagi tenaga honorer non-kategori dapat mengikuti tes CPNS dan tes CPPPK melalui jalur umum (Jambiekspres, 2020).
Berkaitan dengan hal tersebut itu maka terhadap tenaga honorer yang tidak lulus tes CPNS atau tes CPPPK masih tetap dapat dipekerjakan oleh pemerintah daerah dengan menggunakan dasar yuridis UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. Tenaga kontrak dipekerjakan melalui skema hubungan kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau melalui hubungan kerja dengan perusahaan alih daya. Kebijakan tersebut cukup memberikan keadilan bagi tenaga honorer yang selama ini telah bekerja di instansi Pemerintah maupun Pemerintah Daerah dalam mewujudkan ketenangan dalam bekerja dan peningkatan penghasilan.
Namun tentu saja kebijakan larangan pengangkatan pegawai honorer berimbas pada penataan pegawai di instansi pemerintah daerah. Begitupula pada aspek sosial tidak dapat dihindari munculnya gejolak terutama yang berasal dari para tenaga honorer sebagai reaksi atas larangan rekruitmen pegawai honorer sebagai implementasi peraturan perundang-undangan tersebut. Namun birokrasi yang andal menjadi suatu kebutuhan masyarakat dan hal tersebut tidak dapat dinafikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Kebijakan pemerintah yang berkeadilan dalam penataan pegawai tetap diperlukan bagi tenaga honorer yang selama ini telah bekerja, namun birokrasi yang andal dan profesional merupakan suatu kebutuhan untuk mewujudkan good governance.
Lantas seperti apa mengatasinya dan bagaimana nasib pegawai honorer yang sudah dan sementara bekerja yang ada saat ini. Mengutip penjelasan Plt. Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan RB Mohammad Averrouce (Kompas.com, 20/1/2022) menyebut, tenaga honorer yang saat ini sudah bekerja di instansi pemerintahan akan diangkat menjadi CPNS, tetapi dengan proses seleksi. Dengan proses seleksi CASN pengangkatannya mengacu pada PP No. 48/2005, ada sejumlah hal yang perlu dipahami terkait pengangkatan tersebut. Pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS diprioritaskan bagi tenaga guru, tenaga kesehatan, tenaga penyuluh pertanian/perikanan/peternakan, dan tenaga teknis yang sangat dibutuhkan pemerintah. Tenaga honorer yang akan diangkat adalah mereka yang memenuhi kriteria usia dan masa kerja yakni tenaga honorer yang berusia maksimal 46 tahun dan mempunyai masa kerja 20 tahun atau lebih secara terus-menerus. Tenaga honorer yang berusia maksimal 46 tahun dan mempunyai masa kerja 10 s.d 20 secara terus - menerus. Tenaga honorer yang berusia maksimal 40 tahun dan mempunyai masa kerja 5 s.d 10 tahun secara terus - menerus. Tenaga honorer yang berusia maksimal 35 tahun dan mempunyai masa kerja 1 s.d 5 tahun secara terus - menerus.
Namun demikian, pengangkatan akan diprioritaskan bagi tenaga honorer dengan usia paling tinggi atau masa pengabdian paling lama. Kriteria lama masa pengabdian tidak diberlakukan bagi pegawai honorer tenaga dokter yang telah atau sedang bertugas di unit pelayanan kesehatan milik pemerintah. Selama mereka masih berusia di bawah 46 tahun dan bersedia ditugaskan di tempat terpencil minimal 5 tahun, maka ia akan diangkat menjadi CPNS setelah lulus seleksi. Seleksi dalam PP No. 48/2005 dijelaskan seleksi itu meliputi seleksi administrasi, disiplin, integritas, kesehatan, dan kompetensi. Seleksi ini akan diberlakukan bagi semua pegawai honorer yang ingin diangkat menjadi CPNS. Mereka juga wajib mengisi/menjawab daftar pertanyaan mengenai pengetahuan tata pemerintahan/kepemerintahan yang baik, dan pelaksanaannya terpisah dari pelamar umum. Daftar pertanyaan ini akan disusun oleh Tim Koordinasi Tingkat Nasional. Selain diangkat CPNS, pegawai honorer juga mungkin diangkat menjadi PPPK, mengacu ketentuan yang ada di PP No. 49/2018 (Mohammad Averrouce, Kompas.com, 20/1/2022).
KESIMPULAN
     Berdasarkan uraian diatas sebagai imbas PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK dalam penataan pegawai di instansi pemerintah, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
- Kedudukan maupun istilah pegawai honorer/pegawai tidak tetap (PTT) tidak ada lagi dalam ruang lingkup aparatur sipil negara setelah diundangkannya UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan lahirnya PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK;
- Selama ini solusi keterbatasan jumlah SDM Aparatur PNS dilakukan melalui rekrutmen pegawai tidak tetap (PTT)/tenaga honorer oleh pejabat pemerintahan baik di pusat maupun daerah dengan menggunakan kewenangan diskresi;
- Lahirnya PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK membawa imbas atau dampak yang sangat signifikan yaitu Pejabat Pemerintahan tidak dapat lagi menggunakan kewenangan diskresi dalam perekrutan PTT/tenaga honorer, namun harus sesuai dengan kriteria yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;
- Kebijakan penanganan tenaga honorer yang selama ini telah bekerja di instansi Pemerintah dalam penataan pegawai setelah lahirnya PP No. 49/2018 tentang Manajemen PPPK dilakukan melalui rekrutmen CPNS dan CPPPK secara terbuka, bagi yang lolos seleksi dapat diangkat sebagai CPNS atau CPPPK, namun bagi yang tidak lolos tetap dapat dipekerjakan dengan menggunakan dasar yuridis UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja.
SARAN
     Selanjutnya, saran yang dapat penulis berikan kepada Pemerintah maupun Pemda, sebagai berikut;
- Tentu saja Pemerintah dan Pemda wajib menjalankan ketentuan peraturan perundangan yang ada serta kebijakan yang disampaikan Pemerintah melalui Menpan RB bahwa Instansi pemerintah diberikan kesempatan dan batas waktu hingga tahun 2023 untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer sebagaimana diatur PP No. 48/2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil dan PP Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK. Jadi, apabila tenaga honorer saat ini yang masih ada ingin menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, maka harus tetap mengikuti serangkaian prosedur mengikuti tes seleksi yang diatur dalam UU No. 5/2014 tentang ASN;
- Bahwa mengenai tanggung jawab Pemerimntah dan Pemda terhadap tenaga honorer yang tidak bisa diangkat sebagai CPNS sekiranya dapat diberikan penghargaan untuk honorer dengan melihat kinerja yang baik selama bekerja dilingkup instansi masing-masing berupa tanda kehormatan, kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi berupa seminar, pelatihan ataupun penataran, dan juga kesempatan menghadiri acara kenegaraan dilingkup Pemerintah maupun Pemda.
- Bahwa Pemerintah dan Pemda memperhatikan ketersediaan SDM Aparatur yang andal karena akan menjadi faktor penting untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang cepat dan profesional. Sehingga diperlukan adanya penataan birokrasi melalui reformasi birokrasi agar tercipta good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan.Â
   Demikian pendapat hukum ini, semoga bermanfaat.
*Penulis; Praktisi Hukum/Ketua Presidium JaDI Sultra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H