"Aku tidak berkata begitu. Aku hanya ingin semua teman-temanku ada di haluan ini. Bersamaku. Berada di buritan memang menyenangkan. Aku bisa memandang jejak kapal dan apa-apa saja yang telah kutinggalkan, walau terkadang aku merasa tertinggal."
"Lihat! Bukankah itu teman-temanmu? Mereka tampak sedang menuju kemari."
"Mana? Kau melihatnya?"
"Mereka sedang dalam perjalanan melewati kabin-kabin itu. Bersabarlah. Coba nikmati keadaan di sini. Bayangkan kau bisa melihat dengan jelas tujuanmu pada kaki langit di depan sana. Kau sudah tiba di sini terlebih dahulu untuk melihatnya. Kau hanya perlu menunggu teman-temanmu tiba juga. Dan ingat, berada di buritan bukan berarti kau tertinggal. Haluan dan buritan berada pada kapal yang sama. Keduanya akan merapat di pelabuhan yang sama. Hanya waktunya saja yang sedikit berbeda."
29 Juli 2022
Aku menyadari sesuatu sekarang. Berjalan terlalu cepat dari yang lain mungkin memang memberikan keuntungan. Aku bisa melihat hal-hal yang ada di depan lebih dulu dari siapa pun. Akan tetapi, apalah artinya berhasil jika mesti terasing dari orang-orang yang kusayangi? Apalah artinya meraih kesuksesan jika harus didera sepi?
Aku ingin terhubung dengan orang-orangku. Namun, bagaimana jika kondisi kami terbalik, jika mereka sudah berhasil dan aku belum, apakah mereka akan mengingatku? Apakah mereka menginginkanku?
Aku pun teringat tulisanku lagi. Tulisan berjudul "Haluan dan Buritan", tetapi dengan kondisi terbalik. Aku masih di buritan dan teman-temanku berada di haluan. Rasa-rasanya tetap sama:
Aku merasa hampa. Rasanya sepi sekali. Berada di buritan tidak lebih baik daripada berada di haluan.
Kota K, 21 Juli 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H