"Apa yang harus kita lakukan, Tuan Ermo?"
      "Anak-anak, ikuti aku."
      Anak-anak penyu menurut. Mereka berenang mengikuti Tuan Ermo menuju pulau kecil di tengah laut. Kemudian mereka merambat di sepanjang pasirnya dan menghirup udara banyak-banyak karena telah berada cukup lama di dalam air.
      "Pergi, pergi! Pergi dari sini! Aku tidak suka keramaian!"
      Terdengar suara marah-marah seekor kepiting yang muncul dari lubang pasir. Anak-anak penyu yang ketakutan segera menyelam kembali ke dalam laut. Tuan Ermo pun meminta murid-muridnya untuk pergi dari pulau kecil itu. Namun, tidak dengan Chelonia. Ia justru mendekati kepiting.
      "Tuan Kepiting, tolonglah temanku. Hidungnya tersumbat sedotan plastik. Bisakah kau mengeluarkan sedotan itu dari hidungnya dengan capitmu?"
      "Oh, temanmu terluka? Benar-benar buruk, sampah yang ditinggalkan manusia. Lihat rumahku ... kotor sekali," gerutu Tuan Kepiting sambil menunjuk pasir pulau yang dipenuhi botol-botol plastik.
Karena merasa kasihan, Tuan Kepiting pun terjun ke air untuk menemui Cori yang ditemani Tuan Ermo dan teman-temannya. Dengan capitnya yang besar, Tuan Kepiting mencabut sedotan plastik dari hidung Cori. Akhirnya Cori dapat merasakan hidungnya longgar seperti biasa. Ia pun bergegas ke permukaan untuk mengambil napas. Kesedihan pada raut mukanya seketika lenyap.
      Chelonia dan Mydas mengantar Tuan Kepiting kembali ke pulau kecilnya di permukaan laut dan berterima kasih atas bantuannya karena telah menolong teman mereka. Beberapa saat kemudian, muncullah seekor paus, menangis tersedu. Ia memohon kepada Tuan Kepiting agar mengeluarkan sampah yang menyumbat hidungnya. Mendengar itu, Tuan Kepiting sekali lagi marah-marah kepada manusia sebelum menolong paus yang malang itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H