Oleh : Tatang Hidayat
(Penulis Nilai-Nilai Pemikiran Pendidikan KH. Choer Affandi dalam Jurnal Tadris Vol 14, No. 1 tahun 2019 IAIN Madura)
Fauz Noor Zaman kembali menyapa kita dengan Novel Sejarah, kali ini datang dengan Novel Pembuka Hidayah : Biografi Uwa Ajengan Jilid 2 dan langsung membuka order online di Momen Hari Santri Nasional 22 Oktober 2021, tidak saya tunda lagi untuk segera pesan.
Saya merasa bersalah karena telat membaca buku ini, padahal buku ini sudah ada di rumah sejak 26 Oktober 2021. Namun saya baru selesai membacanya ketika baru pulang dari Sukabumi setelah melakukan napak tilas dan ingin mengetahui karya KH Ahmad Sanusi, Pimpinan Pesantren Syamsul Ulum Gunung Puyuh Sukabumi serta ditambah berbagai kesibukan lainnya, baru pada 2 November 2021 novel ini selesai dibaca.
Bergetar hati dan bulir-bulir bening pun tak terasa menetes di pipi ketika saya membaca novel ini, apalagi novel ini diawali dengan membahas masa fitnah yang begitu menyesakkan, perjuangan Tentara Islam Indonesia (TII) di gunung, peristiwa rajam dan pembunuhan 2 ulama kharismatik Tasikmalaya yakni Ajengan Masluh dan Ajengan Fakhrudin yang dituduhkan kepada TII, hingga kontak senjata antara Darul Islam dan Darus Salam di Pesantren Cipari.
Buku ini merupakan buku keempat Fauz Noor dalam mengangkat biografi ulama dalam bentuk novel. Sebelumnya ia telah menulis Syahadah Musthafa (novel perjuangan Asy Syahid KH. Zainal Musthafa), Cahaya Muhsin (Biografi KH. A. Wahab Muhsin), dan Pembuka Hidayah (Biografi Uwa Ajengan Jilid 1).
Dari sisi bahasa, saya kembali sangat terpesona dengan penulis buku ini, Fauz Noor mampu mengolaborasikan kekayaan kosakata dan cara beliau menuliskannya tidak pernah membosankan. Padahal tema buku ini sebenarnya sangat berat dan sensitif, karena mengangkat tema salah mantan tokoh DI/TII, yang selama ini DI/TII mempunyai kesan adalah pemberontak.
Pada bagian judul, Menyelamatkan Keluarga, Fauz Noor mampu menggambarkan suasana yang begitu haru akan perjuangan Choer Affandi untuk menyelamatkan anak yang ada dikandungan istrinya. Di sisi lain ia mampu mewarnai adegan mencekam saat Oyoh Shofiyah melahirkan anak ke-5 seorang putri (Enung Muthma'innah), dalam kejaran atau tentara Soekarno. Nampak Fauz Noor sangat apik menggambarkan suasana saat itu sehingga para pembaca akan dibuat haru dan terbawa suasana saat itu.
Sebagai novelis, ia pun piawai menyelipkan dialog-dialog guyon khas orang Sunda, terutama pada tokoh historis bernama Sya'ir yang lebih terkenal dengan si Hideung. Satu tokoh yang kemudian hari wafat di Bungur Sari Kota Tasikmalaya.
Pembahasan novel ini sebenarnya tidak hanya mengangkat berbagai peristiwa di Priangan, tetapi mengangkat juga berbagai peristiwa nasional. Salah satunya pembahasan cita-cita tentara Islam ternyata memincut para tentara lainnya di luar Jawa Barat untuk mendeklarasikan hal yang yang sama meskipun konflik dan motivasinya bisa disebut berbeda dengan yang terjadi di Jawa Barat.