14) Tarjamah Sunda Bacaan alat Fardlu; dan
15) Tawi Tijn al- Durry (Sulasman, 2015).
Kurikulum Pendidikan
Kurikulum yang digunakan di pesantren sebagaimana sistem pendidikan salafiyyah pada umumnya tidak mengenal penjenjangan, kurikulum, silabus, dan sistem evaluasi, dimana para santrinya belajar tanpa mengenal batas waktu sehingga terkadang ada santri yang belajar hingga belasan tahun bahkan puluhan tahun. Akan tetapi di Pesantren Salafiyyah Miftahul Huda, K.H Choer Affandi telah mencoba sejak lama mengembangkan sistem salafiyyah menjadi sistem semi formal, ada penjenjangan, silabus, kurikulum pembelajaran, dan sistem evaluasi disusun berdasarkan tujuan dan sasaran belajarnya. Jenjang pendidikan di Pesantren Miftahul Huda pada dasarnya dibagi menjadi tiga, yaitu Ibtida, anawi, Ma'had Ali, semuanya mempunyai tiga tingkatan, hanya saja pada tingkatan dua dan tiga pada jenjang Ma'had Ali kegiatan santrinya lebih dititik beratkan pada praktek mengajar dan mengurus organisasi (Fattah, 2013: 31-32).
Materi Pendidikan
Materi pendidikan yang KH. Choer Affandi ajarkan terdiri dari 12 disiplin ilmu (fan). Beliau belajar 12 disiplin ilmu dan diajarkan kembali dalam materi yang sampaikannya, diantaranya ilmu tauhid, ilmu fiqh, ilmu alat, ilmu tafsir, asm al-Husna, ilmu suluk/falak, ruhl jihad, ilmu fari (ilmu waris) dan ilmu Alquran/tajwid (Fattah, 2013:68).
Adapun yang menjadi ciri khas materi yang selalu ditanamkan dalam setiap pembelajaran dengan beliau dan seluruh cabang Pesantren Miftahul Huda yakni selalu melantunkan naam kalimat oyyiba sebagai berikut :
Sejarah lahirnya kalimat oyyiba tersebut terlahir dari beberapa guru KH. Choer Affandi. Diantaranya :
- K.H. Raden Didi Abdul Majid, Pesantren Kalangsari, Cijulang, Ciamis. Padahal beliau hanya ahli mingguan riyaoh saja, dan beliau dipercaya sebagai asistennya.
- Syekh Jalal Sayuti, Gerenggeum, Kebumen, Jawa Tengah. Beliau dalam metode pembelajarannya memakai jalan suluk bidayah. Uwa Ajengan langsung dilatih riyaoh. Beliau baru mengerti bahwa setelah dilatih oleh gurunya, mendapat ijazah kalimat thoyyibah Lilha illallah L Maujda Illallah. Maksudnya disini begini sekarang saya atas kuasa Allah. Uwa Ajengan mengerti setiap waktu yang dilalui akan di hisab dan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah.
- Â Setelah itu murabbi melakukan latihan riyaoh-nya sambil membaca lagi syair sunda dan Uwa Ajengan menghayati makna dan akhirnya terbuka kembali tabirnya, bahwa supaya dagang ingin mendapatkan untuk tetapi tujuannya adalah mengharap ria Allah. Uwa Ajengan pun mengerti syiiran tersebut adalah ijazah kalimat oyyiba Lilha Illallah L Maqsda Illallah. Jadi dari Syekh Jalal Suyui ada dua kalimat oyyiba.
- KH. Sekarmaji, beliau mendidik Uwa Ajengan selama kurang lebih 100 hari, dilatih riyaoh dan hanya diperbolehkan memakai pakaian serba putih dari mulai baju sampai celana pun harus putih. Disanalah paling dahsyat Uwa Ajengan dibimbing kalimat oyyiba. Dan ditambah dua kalimah oyyiba Lilha Illallah L Matlba Illallah dan Lilha Illallah L Ma'bda Illallah. Sehingga dari semua murobbi beliau tadi lahirnya empat kalimat oyyiba (Fattah, 2013: 70-72).
Evaluasi Pendidikan
Dalam melakukan evaluasi, biasanya KH. Choer Affandi melakukan teknik tes lisan dan tulisan. Tes pembacaan kitab beserta pemahamannya biasanya dijadikan indikator bagi para santri untuk melanjutkan pendidikan berikutnya. Â Adapun bagi santri yang akan dimukimkan, maka beliau sendiri yang mengevaluasinya, baik dari segi tes pemahaman kitab maupun kesiapan mentalnya dalam mengabdi kepada masyarakat (Hidayat & Syahidin, 2019).
Bersambung...