Setelah selesai pemeriksaan yang kejam seram itu, mulailah dilakukan tahanan berlarut-larut. Akhirnya dipindahkan ke rumah sakit Persahabatan di Rawamangun Jakarta, karena sakit. Maka segeralh saya minta kepada anak-anak saya yang selalu melihat saya (besuk) agar dibawakan "Tasawuf Modern".
Saya baca dia kembali di samping membaca Al-Quran. (Buya Hamka, 2015 : xiv-xvii).
Begitulah Buya Hamka menuliskan apa yang terjadi selama 15 Hari 15 Malam diinterogasi dan disiksa di Penjara Sukabumi. Mungkin telah banyak yang menyampaikan akan kejadian tersebut, namun yang menjadi pertanyaan adalah dimana sebenarnya lokasi penjara tempat Buya Hamka saat diinterogasi dan disika yang dalam buku Tasawuf Modern disebutkan di Sukabumi ?
Atas dasar cinta, khidmat dan rasa penasaran akan jalan hidup seseorang yang saya cintai, yakni Buya Hamka yang membuat saya ditemani seorang teman pada hari Kamis, 12 Rabi'ul Awwal 1442 H atau 29 Oktober 2020 berangkat melakukan napak tilas jejak Buya Hamka di Sukabumi, salah satunya saya ingin mengetahui sebenarnya dimana lokasi penjara tempat Buya Hamka tepatnya.
Jika bukan karena cinta, tidak mungkin kami tetap melakukan napak tilas padahal keadaan wabah covid 19 masih melanda negeri bahkan tempat yang akan kami datangi sebelumnya adalah zona merah covid 19. Begitulah cinta, dari dulu cinta itu berlebihan dan akan akan meminta segalanya.
Setelah berdiskusi dan meminta pendapat kepada Irman Sufi Firmansyah selaku Penulis Buku Sukaboemi Untold Story, kami diberikan referensi lokasi tempat Buya Hamka dulu di penjara.
Penjara itu berlokasi di Komplek Setukpa Lemdikpol (Sekolah Pembentukan Perwira Lembaga Pendidikan Polri) Jalan Bhayangkara Kota Sukabumi. Tempat dimana dulunya berdiri bangunan penjara yang menjadi saksi bisu pedihnya fitnah yang disematkan kepada Buya Hamka sekarang sudah berubah menjadi lapangan tenis.
Namun yang menjadi momen mahal bukan karena tempatnya, tetapi suasana dan kenangan apa yang terjadi di tempat itu di masa lalu, karena bagi saya ketika datang ke suatu tempat yang memiliki nilai sejarah berharga akan mampu membangkitkan jutaan kenangan.
Sore itu saya diberikan kesempatan untuk kesekian kalinya bisa membagi rasa yang tepat, di waktu yang tepat dan momen yang tepat. Disaksikan ranting-ranting yang bergoyang tertebak angin, ditemani sepoi angin yang melengkapi sejuknya kota Sukabumi dan disambut dengan kicauan burung-burung semakin menambah gemuruhnya luka.
Tetiba hujan pun turun, dan pastinya lembayung senja di ufuk barat pun tak akan hadir karena tergantikan oleh mendung, seolah semesta ikut menangis menyaksikan dan merasakan kejadian yang memilukan menimpa Buya Hamka puluhan tahun yang lalu (1964).
Yang paling menyakitkan Buya Hamka bukan karena siksaan fisik, tetapi ketika dituduh sebagai pengkhianat bangsa karena dianggap akan "menjual" Indonesia ke Malaysia. Ini yang bagi Buya Hamka paling menyakitkan dan terus terngiang bertahun-tahun.