Dan kita yakin saudara-saudara.
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita,
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!! (Sumber Museum 10 November Surabaya).
Lantunan TAKBIR dan kata Merdeka merupakan sepenggalan kalimat terakhir dari pidato Bung Tomo yang sangat heroik, tidak bisa dilepaskan dari sosok beliau dan pengaruhnya dalam membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melakukan perlawanan. Bung Tomo tidak sembarangan memilih kata 'TAKBIR' dalam pidatonya. Di sisi lain, pertempuran di Surabaya pada 10 November 1945 sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari seruan jihad yang dipimpin Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari.
Bung Tomo, pahlawan yang membakar semangat rakyat dalam peperangan 10 November 1945, wafat di Arafah, Mekah, saat wukuf. Ia wafat pada 7 Oktober 1981. Sungguh betapa mulia wafat beliau, seorang tokoh yang ikhlas berjuang untuk negerinya tanpa pamrih.
Selama di museum, saya banyak membaca berbagai teks sejarah peristiwa pertempuran 10 november serta melihat berbagai macam peninggalannya, baik berupa senjata, pakaian tentara dan masih banyak yang lainnya. Ada suasana haru, penuh emosi, melibatkan perasaan dan tersimpan sebuah cita-cita besar selama saya berada di museum, karena ketika saya berkunjung ke museum pastinya saya selalu melibatkan perasaan, mencoba merasakan dan hadir pada masa dan situasi waktu itu.
Berhubung waktu sudah menunjukkan pukul 16.00 WIB, saya segera menuju tempat berikutnya, yakni rumah bersejarah seorang tokoh yang dikenal dengan sebutan Pahlawan Islam Jang Utama, Guru Bangsa, Raja tanpa Mahkota, siapa lagi kalau bukan Raden Haji Oemar Said Tjokroaminoto.
Rumah beliau sangat sederhana, namun memilik sejarah yang berharga bagi bangsa ini. Rumah beliau menjadi Rumah Pergerakan, didalamnya pernah tinggal para tokoh pergerakan seperti Bung Karno, Muso, Semaun, Alimin, Darsono, Tan Malaka maupun Kartosuwiryo, adalah kumpulan murid HOS Tjokroaminoto. Kelak, karena perbedaan ideologi dalam berpolitik, mereka pun punya takdir lain. Jalan yang mereka tempuh berbeda.
Kemudian yang membuat saya sangat terharu, saat  masuk ke ruangan yang dahulu pernah menjadi kos para calon tokoh pergerakan di Indonesia, ruangannya berada di lantai 2 bagian belakang. Nampak kamarnya sangat sederhana, hanya beralaskan tikar, tidak ada lampu bahkan jendela. Dari sini saya banyak belajar, bahwa masa mudanya para pemimpin itu diwarnai dengan perjuangan keras dan penuh kesederhanaan, betapa sederhana hidup mereka, hanya beralaskan tikar dan ruangan sempit bisa menjadi tokoh dunia.
Setelah saya berkeliling dan membaca beberapa teks sejarah yang ada di rumah tersebut, tidak disangka ternyata saya bisa bertemu dengan 2 orang pimpinan organisasi besar yang ada di Indonesia, yakni Kanda Zuhad Aji (Ketua Umum PB Himpunan Mahasiswa Islam MPO) dan Kanda Husin Tasrik Nasution (Ketua Umum PB Pelajar Islam Indonesia). Mungkin Ini yang dinamakan realisasi dari takdir Allah,karena kami belum mengenal sebelumnya, janjian pun tidak. Namun saya mengtahui mereka berdua, karena organisasi yang menaunginya.
Ketika mereka berdua datang beserta rombongan, Kanda Zuhad Aji melakukan shalat di kamar H.O.S. Tjokroaminoto, setelah dari mereka semuanya melakukan shalat, saya pun tidak ketinggalan melakukan shalat 2 rakaat di kamarnya guru bangsa. Setelah itu saya melakukan diskusi dengan mereka, Â namun karena keasyikan tidak terasa waktu sudah menunjukkan maghrib, saya pun harus segera menuju tempat berikutnya.
Kemudian saya berpisah bersama rombongan Kanda Zuhad Aji dan kawan-kawan, silaturahim ini mudah-mudahan bisa berlanjut dalam kesempatan berikutnya. Dari sana saya segera menuju masjid, untuk melakukan shalat maghrib berjama'ah dan shalat ashar jama takdim qashar. Setelah selelai, saya segera menuju tempat berikutnya, saya bisa melewati gedung bersejarah Siola, kemudian menujut monumen jendral sudirman, yang memiliki makna perjuangan itu harus dilanjutkan.